Minggu Biasa
Stola Hijau
Bacaan 1: Yeremia 17 : 5 –10
Bacaan 2: 1 Korintus 15 : 12 –20
Bacaan 3: Lukas 6 : 17 – 26
Tema Liturgis: Menghayati Panggilan Tuhan dengan Hidup Memuliakan Allah
Tema Khotbah: Diriku yang Memuliakan Tuhan
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yeremia 17 : 5 – 10
Kitab Yermia pada dasarnya merupakan kumpulan nubuat-nubuat Yeremia, yang terutama dialamatkan kepada Yehuda (Pasal 2 – 29), tetapi juga kepada sembilan bangsa asing lainnya (Pasal 46 – 51). Nubuat-nubuat ini terutama dipusatkan pada hukuman, walaupun ada beberapa yang membahas pemulihan (lih. khususnya pasal 30 – 33). Nubuat-nubuat ini tidak secara teliti disusun menurut kronologi atau tema, sekalipun kitab ini menyajikan susunan menyeluruh sebagaimana yang tampak dalam garis besarnya. Sebagian kitab ini ditulis dalam bentuk syair, sedangkan bagian lainnya dalam bentuk prosa atau cerita. Berita nubuatnnya terjalin dengan aneka kilasan sejarah dari:
- Kehidupan pribadi dan pelayanan sang nabi (Yer. 1:1-19; 34:1 – 38:28; 40:1 – 45:5),
- Sejarah Yehuda terutama selama masa Raja Yosia (Yer. 1:1 – 6:30), Yoyakim (Yer. 7:1 – 20:18), dan Zedekia (Yer. 21:1 – 25:38; 34:1-22), termasuk runtuhnya Yerusalem (Yer. 39:1-18),
- Aneka peristiwa internasional yang melibatkan Babel dan bangsa-bangsa lainnya (Yer. 25:1 – 29:32; 46:1 – 52:34).
Bagian bacaan saat ini, ditengah keberadaan Yeremia yang bertugas di Israel Selatan atau Yehuda menyaksikan sendiri, bagaimana kehidupan iman dan perilaku keseharian umat Allah yang jauh dari kehendak–Nya. Hukuman dinubuatkan bagi mereka, tentang kehancuran bangsa ini akibat dosa. Yeremia menjadi yakin bahwa Tuhan akan menjatuhkan hukuman atas Yehuda, sehingga Yehuda akan mengalami kerugian hebat yang disebut berasal dari Asyur dan Babel.
Walaupun nubuat sudah diberikan, besar harapan Yeremia kiranya Yehuda bertobat. Kenyataannya justru mereka berpaling dari Allah dan berharap kepada Mesir untuk menjamin mereka dari rongrongan bangsa lain. Mereka lebih mengandalkan manusia dari pada mengandalkan Tuhan. Mereka lebih mengandalkan kekuatannya sendiri (Yer 16:9; 20:4; Yer 25:1-14; 27:19-22; 28:15-17; 32:10-13; 34:1-dst.).
1 Korintus 15 : 12 – 20
1 Korintus 15 memiliki latar belakang dimana jemaat Korintus menghadapi pergumulan yang dapat mengganggu iman Jemaat, yaitu ada orang–orang yang tidak percaya akan kebangkitan. Itu sebabnya dalam 1 Korintus 15 ini Paulus menganggap penting untuk menjelaskan pokok masalah tentang kematian dan kebangkitan (1 Kor. 15:3).
- Peristiwa kematian Yesus Kristus (Ay. 3)
Keyakinan Paulus, kematian Yesus Kristus menjadi dasar keselamatan manusia. Dengan pernyataan yang tegas “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita” sesuai kitab Suci. Ini adalah pernyataan Iman Paulus, hanya melalui kematian Kristus sajalah manusia mendapatkan keselamatan, yaitu pengampunan dosa. Tuhan Yesus mati sebagai kurban pengganti karena dosa kita. Ia mati untuk menebus dosa kita, sehingga melalui kematian-Nya kita kembali memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan. - Yesus dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga (Ay. 4).
Kematian Yesus adalah fakta sejarah, terbukti Yesus dikuburkan. Dikuburkan menunjukkan kematian telah dialami. Jadi, Yesus sungguh-sungguh mengalami kematian. Itu sebabnya Paulus menjawab keraguan orang-orang yang tidak percaya kebangkitan dengan memberikan bukti yang meyakinkan bahwa ada banyak saksi yang melihat Yesus yang bangkit.
Lukas 6 : 17 – 26
Keadaan jemaat yang digambarkan dalam Injil Lukas, yaitu jemaat yang tengah menghadapi rupa-rupa masalah. Masalah pertama, komunitas Lukas sedang mengalami krisis pengharapan akan Mesias (parousia). Di sisi lain mereka tetap bertekun dalan pengharapan kedatangan Tuhan sementara yang lain sudah mulai lesu imannya dan terus mempertanyakan kapan hari kedatangan Tuhan itu tiba (Luk. 17:8). Injil Lukas sendiri menegaskan bahwa Hari Tuhan pasti akan datang (Luk. 21:8, 9b) asalkan Injil telah diberitakan ke seluruh dunia. Dengan demikian, yang menjadi fokus seharusnya bukan pada aturan kedatangan Hari Tuhan melainkan pada pemberitaan Injil.
Masalah kedua yaitu jumlahnya orang kaya yang sudah menjadi Kristen. Orang-orang kaya ini yang belakangan menimbulkan masalah di dalam jemaat. Mereka memiliki watak yang egois dan tamak serta mengabaikan keadaan orang miskin Sebab ketamakan ini, mereka berada pada posisi yang berbahaya dan mereka dapat dengan gampang jatuh dari imannya.
Benang Merah Tiga Bacaan
Panggilan mewartakan kepada dunia, dalam realitas yang terjadi, ada perbedaaan status sosial, egois, diskriminasi, dan pandangan-pandangan. Panggilan tersebut juga menyangkut panggilan terhadap diri mewujukan pewartaan yang disertai dengan aksi-aksi nyata. Itulah panggilan memuliakan Tuhan.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silahkan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Pada saat lampu lalu lintas atau yang sering disebut “stopan” menyala kuning, apakah yang saudara pahami? Bisa jadi akan ada yang berpendapat: “Sudah menyala kuning, aku akan berhenti.” Ada pula yang berpendapat kedua: “Mumpung lampun masih kuning, apalagi tidak ada polisi, aku akan tancap gas, cepat sebelum lampu berganti merah.” Dari kedua pendapat ini mana yang biasa saudara lakukan? (beri kesempatan warga merenung sejenak).
Kedua pendapat di atas mengajak kita untuk memahami keberadaan diri kita dan menemukan pribadi kita. Sekalipun ini hal sederhana yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, namun sangat terkait dengan sikap kita terhadap aturan yang berlaku. Jika kita memilih pendapat pertama, pilihan ini memiliki nuansa kita menyayangi nyawa sendiri dan orang lain. Jika kita memilih pendapat kedua, pilihan ini cenderung membahayakan diri kita sendiri dan orang lain. Pilihan kedua ini, cenderung didorong oleh karakter reaktif dan egois, yang menafsirkan peraturan hanya untuk kepentingan diri sendiri.
Kenyatan inilah yang terjadi dalam hidup kita. Saat kita menemukan diri kita yang diciptakan Tuhan, apakah yang satu lebih baik dengan yang lain, atau yang kedua itu tipe orang yang tidak bisa dipakai oleh Tuhan? Setidaknya dari ilustrasi di atas, mari kita gunakan untuk semakin mengenal diri kita. Lebih dari itu, semoga bisa menjadi sarana bagi kita untuk menghayati panggilan Tuhan dalam menyatakan kehendak–Nya.
Isi
Saudara yang terkasih, kenyataan yang sering kita hadapi saat ini adalah hidup kita sering dipengaruhi dengan keadaan yang tampak, seakan-akan hidup kita hanyalah berada saat kita di dunia ini saja. Hal itu tampak juga pada masa nabi Yeremia (627 SM). Yeremia mengungkapkan pergumulannya seperti dalam bacaan kita saat ini (Yer. 17:5-6), tentang bagaimana Umat Tuhan saat di bawah pemerintahan raja Yoyakim (2 Raj. 23:35), “Yoyakim memberi emas dan perak itu kepada Firaun, tetapi ia menarik pajak dari negeri supaya dapat memberi uang itu, sesuai dengan titah Firaun. Ia menagih emas dan perak itu dari rakyat negeri, dari setiap orang menurut jumlah ketetapan pajaknya, untuk memberikannya kepada Firaun Nekho.” Kehidupan inilah yang menjadikan pergumulan berat bangsa Israel yang sedang menuju kehancuran. Untuk itulah, Nabi Yeremia mengajak umat Iasarel untuk mengandalkan dan merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup mereka.
Dari ajakan itupun memberikan kesadaran yang lebih mengarah pada kebebasan merespon kita ini manusia yang utuh untuk menentukan pilihannya. Seperti dalam ayat 10, kita diajak untuk merenungakan keberadaan diri kita yang demikian: “Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.”
Dari apa yang menjadi perenungan ini, kita diajak untuk bergumul tentang bagaimana hidup kita tidak hanya merasa berada dalam dunia ini. 1 Korintus 15 mengingatkan kita, pada saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya akan ada kebangkitan orang mati. 1 Kor. 15:13 menyebutkan: “Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan.” Artinya kita tidak sekedar hidup saat kita di dunia ini, tetapi kita diajak Rasul Paulus untuk mewartakan kehidupan dan kebangkitan kepada dunia ini, menuju kehidupan yang membahagiakan.
Dari yang dinasehatkan inilah, kita menyaksikan karya Tuhan Yesus saat memberikan pengajaran dalam Luk. 6:17-26. Hal ini mengingatkan kepada kita tetang pemberitaan dalam Yes. 40:3-5 yang menyatakan: “Ada suara yang berseru-seru: ”Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran; maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama; sungguh, TUHAN sendiri telah mengatakannya.” Ungkapan dalam kitab Yesaya ini mengandung berita pertobatan. Berita pertobatan itulah yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang hadir, baik dari Yudea dan Yerusalem, dari daerah Tirus dan Sidon. Kesadaran ini mengajak siapa saja yang hadir untuk mewujudkan pertobatan, dengan demikian pengajaran Tuhan Yesus itu akan tersampai. Jika tidak pastilah akan terjadi pertentangan dalam pengajaran Tuhan Yesus.
Adapun pengajaran Tuhan Yesus dalam Luk. 6:20, tentang ucapan berbahagia dimulai dengan: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.“ Perkataan dan ajaran Tuhan Yesus tersebut memberikan kekuatan dan pengharapan kepada orang banyak yang saat itu kebanyakan orang-orang sederhana dan orang-orang miskin secara duniawi, sebab mereka umumnya hidup tanpa harta milik. Karena mereka miskin dan tidak memiliki sesuatu yang diandalkan, maka mereka hanya mengandalkan pertolongan Allah. Sebaliknya ketika orang merasa dirinya kaya dan merasa memiliki segala sesuatu, mereka umumnya memiliki kecenderungan untuk mengandalkan kekuatan dan harta miliknya daripada kepada Allah. Sehingga sangat tepatlah ketika nabi Yeremia di atas tadi menyampaikan firman Tuhan dengan pesan yang hampir sama, yaitu: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan.” (Yer. 17:5). Nabi Yeremia ingin menegaskan bahwa orang yang mengandalkan manusia dan kekuatannya sendiri serta berpaling meninggalkan Allah adalah orang terkutuk. Jadi bukankah makna berbahagia yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam konteks ini memiliki kesamaan dengan Firman Tuhan yang disampaikan oleh nabi Yeremia? Bukankah yang tidak diberkati oleh Allah itu berarti “terkutuk”?
Dalam realita hidup sehari-hari, tentu tidak dimaksudkan bahwa semua orang kaya dapat digolongkan sebagai oang-orang yang tidak mengandalkan Allah sehingga mereka terkutuk, dan semua orang miskin selalu dapat digolongkan dengan orang-orang yang mengandalkan Allah sehingga mereka diberkati. Lebih tepat dipahami bahwa semua orang yang hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, atau mengandalkan kepada kuasa manusia pasti tidak akan diberkati oleh Allah. Sebagai orang berdosa, orang kaya dapat tergoda untuk mengandalkan harta miliknya, maka orang miskin juga dapat tergoda untuk mengandalkan belas kasihan dari orang-orang yang dianggap lebih mampu, sehingga mereka tidak belajar bertanggung jawab atas kesulitan hidup yang mereka alami. Sebaliknya dalam kenyataan hidup kita juga dapat melihat kehidupan orang-orang kaya dengan sikap rohani yang mengandalkan Allah. Mereka memiliki banyak hal, tetapi hati mereka tidak pernah terikat dengan apa yang mereka miliki sehingga mereka dengan murah hati dan penuh kasih membagi-bagikan berkat yang dimiliki kepada setiap orang yang membutuhkannya. Bagi orang-orang kaya yang demikian, makna berbahagia bukan karena mereka memiliki banyak hal, melainkan karena mereka dapat menyalurkan berkat Tuhan kepada banyak orang. Justru sikap orang kaya tersebut menandakan hidup sebagai orang yang miskin di hadapan Allah.
Dengan pola spiritualitas yang mengandalkan Tuhan dan senantiasa ingin menjadi berkat, nabi Yeremia menyebut setiap orang, baik mereka yang kaya maupun yang miskin digambarkan dengan ungkapan: “Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” (Yer. 17:8). Gambaran dari pohon yang tumbuh di tepi air dengan akar-akar yang mampu memiliki akses untuk memperoleh air yang dibutuhkan, sehingga pohon tersebut akan tetap memiliki daun yang terus menghijau dan menghasilkan buah secara tetap merupakan gambaran dari kehidupan orang-orang yang berbahagia, karena mereka diberkati oleh Tuhan. Sangat menarik ucapan nabi Yeremia tersebut sejajar dengan Firman Tuhan di Mazmur 1:3, yang dimulai juga dengan ucapan: “Berbahagialah!” (Mzm. 1:1). Apabila pohon tersebut dapat bertumbuh, berbunga, dan menghasilkan buah bukan karena kekuatannya sendiri, tetapi karena ia mengandalkan Tuhan. Spiritualias orang beriman dapat tumbuh karena “semua akar-akarnya merambatkan ke tepi batang air”, yaitu bersumber kepada penyertaan dan berkat Allah. Manakala pohon tersebut tidak mendapat suplai air, maka pastilah pohon itu akan mati dan tidak mungkin berbunga, apalagi berbuah. Kehidupan orang percaya haruslah berakar di dalam Tuhan, maka pastilah mereka akan berbuah karena kuasa kasih karunia Tuhan.
Itulah panggilan terhadap diri kita yang mengadalkan Tuhan agar hidupnya dapat memuliakan Tuhan. Orang yang seperti itu pastilah hidupnya berbahagia. Dengan kebahagiaan yang seperti itu menjadi sarana bagi kita untuk memuliakan Tuhan. Bagaimana dengan mereka yang miskin apakah mereka hanya mengandalkan belas kasih dari orang lain saja? Tidak bisakah dalam hidupnya juga mengandalkan Tuhan Sang Sumber Berkat? Sekalipun keberadaan yang terbatas, dia masih memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. Pasti bisa dengan hidup sukacita, justru itulah yang Tuhan Yesus kehendaki dengan ungkapan dalam pengajaran yang pertama dalam Luk. 6:20, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya kerajaan Allah.”
Penutup
Namun pertanyaan yang menggelitik muncul, mengapa manusia cenderung mengandalkan kepada kekuatannya sendiri atau mengandalkan kuasa orang lain? Mengapa manusia tidak mau mengandalkan pertolongan Allah? Tentu ada banyak jawaban dan kemungkinan terhadap pertanyaan tersebut. Dalam menghayati panggilan Tuhan dalam hidup ini, dengan kenyataan yang terjadi pada penemuan diri kita, kita disadarkan bahwa kita adalah manusia yang seringkali tergoda untuk berpaling dari kehendak Tuhan. Kita seringkali menuruti keinginan kita sendiri. Apalagi dengan perkataan tidak ada petugas yang mengawasi kita. Atau karena kita ingin menjadi seperti Allah sehingga kita dapat menentukan jalan hidup menurut kehendak dan kemauan kita sendiri. Karena itu, manusia cenderung untuk mencari sumber kekuatannya dari dirinya sendiri, agar dapat memegahkan diri bahwa ia dapat mencapai prestasi dengan kekuatan dan usaha mereka sendiri.
Memang kita telah diberi karunia oleh Tuhan untuk menguasai dan menaklukkan seluruh alam ini, tetapi apakah kita juga bersedia mempertanggungjawabkan mandat yang dipercayakan Tuhan itu kepada kita? Di sisi lain, kemampuan memiliki dan menguasai banyak hal bukanlah tanda dari orang-orang yang berbahagia. Sebab orang yang berbahagia bukan berorientasi kepada milik dan tindakan menguasai harta milik atau pun hidup orang lain. Tetapi orang yang berbahagia adalah ketika dia mau menjadi sarana dan penyalur berkat keselamatan Allah kepada sesama, seluruh mahluk hidup dan lingkungan hidup ini.
Oleh karena itu, marilah kita hidup sebagai orang percaya yang hanya berorientasi kepada kasih Allah dan berkomitmen untuk terus menghadirkan syalom, yaitu keselamatan dan damai sejahtera Allah di manapun kita berada. Jika itu kita lakukan berarti kita menemukan diri sendiri untuk mewujudkan kemuliaan Allah. Dengan begitu tipe orang pertama dan kedua, saat melihat lampu kuning itu semua bisa dipakai Tuhan untuk kemuliaan-Nya, asal mereka dengan kesadaran diri mengadalkan Tuhan di setiap perkara hidup mereka. Selamat menemukan diri dengan menghayati panggilan Tuhan dalam hidup dimanapun saudara berada, terlebih bagi saudara yang saat ini menerima panggilan Tuhan menjadi Penatua dan Diaken di daur saat ini. Tuhan membersamai kita. Amin. [SM].
Pujian: KJ. 426 : 1, 2 Kita Harus Membawa Berita
—
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
Pambuka
Nalika kita wonten ngajengipun lampu lalu lintas (lampu bang… jo), ingkang asri ugi kasebat stopan sampun murup lampu kuning, punapa ingkang kita mangertosi? Kita saged nggadhahi pemanggih: “Wis lampu kuning sing murup ya mandek aku.” Punika pemanggih ingkang sepisan. Pemanggih kaping kalih: “Waduh wis murup lampu kuning … apa maneh gak ana Polisi… cepet, ya tancap … lah… selak murup lampu abang.” Kinten-kinten pundi ingkang asring kita lampahi? (kaparingan wekdal sawetawis njawab)
Kalih pemanggih punika paling mboten ngajak dhateng kita manggihaken diri kita lan mangertosi pribadi kita piyambak sesambetan kalian aturan. Nalika kita jawab pemanggih kapisan ateges aturan saged kagem sarana kita ngeman nyawa kita lan nyawa tiyang sanes. Menawi pemanggih kita angka kalih, ateges gambaraken watak tiyang reaktif lan mikiraken diri piyambak.
Prekawis punika saged kasunyatan kelampahan wonten ing gesang kita minangka salah satunggaling titahipun Gusti. Punapa ingkang angka satunggal langkung sae ketimbang pemanggih angka kalih, punapa watak pemanggih angka kalih mboten saged dipun agem Gusti kangge nindakaken karsanipun? Paling mboten cariyos ing inggil saged kangge kita mangertosi sinten kita lan manggihaken diri kita saged kangge sarana ngraosaken timbalanipun Gusti mujudaken karsaniPun.
Isi
Kasunyatan wonten ing gesang kita sami, mboten sekedhik tiyang ing dipun pengaruhi kalian kawontenan (situasi) ingkang kados-kados asring kita raosaken gesang punika namung wonten alam donya sapunika. Kawontenan ingkang mekaten mboten namung kelampahan ing wanci samangke kemawon nanging ugi kelampahan nalika zamanipun nabi Yeremia (tahun 627 SM). Kados wonten ing waosan kita sapunika, minangka suwanten manahipun Nabi Yeremia anggenipun ngraosaken kawontenanipun bangsa Yehuda. Tetela wonten Perangan Yer. 17:5-6 ingkang nyariosaken Bangsa Yahuda ing zamanipun raja Yoyakim. Kawonten ing wanci semanten saged ketingal wonten ing cariyos saking 2 Para Raja 23:35 ingkang nedahaken: “Sang Prabu Yoyakim nyaosi emas lan selaka mau marang Sang Prabu Pringon, nanging supaya bisa nyaosi dhuwit samono iku, Sang Prabu narik pajeg saka ing nagara, iku miturut dhawuhe Sang Prabu Pringon. Kang dipundhuti emas lan selaka iku rakyat ing nagara, saben wong manut kehing pajeg kang ditetepake kang bakal kacaosake marang Sang Prabu Pringon Nekho.” Ing ngriki kawontenan bangsa ingkang krisis mestinipun ngendhelaken Gusti Allah nanging malah mlajeng dhateng sang prabu Pringon.
Kawonten ingkang mekaten ndadosaken nabi Yeremia paring pangatag malah ngedalaken reraosing manah menawi punika kalajengaken (ingkang dipun lampahi Sang Prabu Yoyakim) kelampahan bangsa Yehuda badhe manggihi karisakaan. Punapa badhe mekaten ing badhe kelampahan ing gesang? Lajeng Nabi Yeremia paring pepenget supados bangsa Yehuda langkung ngendelaken Gusti Allah anggenipun nglampahi gesangipun. (Yer. 17: 7-8). Nabi Yeremia maringi wekdal supados bangsa Yehuda milih: pundhi ingkang badhe dipun lampahi, kados wonten ing ayat 10 ingkang mekaten: “Ingsun, Yehuwah, kang niti-priksa ati, kang ndadar batining manungsa, lan banjur males marang saben wong, kang timbang karo polah-tingkahe, lan wohing panggawene.”
Mboten namung asring dipun kendaleni kaliyan kawontenan (situasi) kemawon, kita ugi asring namung ngraosaken ngalami gesang wonten ing jagat kemawon. Prekawis punika saged kita tingali wonten ing I Korinta. Perangan kitab suci punika nyariosaken nalika Gusti Yesus rawuh kaling kalih. Gusti Yesus badhe nangekaken para tiyang ingkang tinimbalan (pejah), punika saged kita tingali ing 1 Kor. 15:13, “Yen ta ora ana tangine wong mati, dadi Sang Kristus iya ora kawungokake.” Artosipun Rasul Paulus ngengetaken bilih gesang kita punika mboten namung gesang sapunika kemawon, ananging gesang ingkang tumuju dhateng pigesangan ingkang langgeng.
Saking punapa ingkang dados pangatagipun Rasul Paulus, cariyos saking Luk. 6:17-26 ngengetaken kados pundi piwucalipun Gusti Yesus ingkang mestinipun saged kita lampahi? Piwucalipun Gusti Yesus saged kita pirsani saking Yes. 40:3-5 ingkang mekaten: “Ana swara kang nguwuh-uwuh: “Nyawisna margi kagem Sang Yehuwah ana ing pasamunan, ngencengna dalan gedhe kagem Allah kita ana ing ara-ara samun! Saben ledhokan kaurugana, tuwin saben gunung lan tengger kawaratakna; tanah kang ana tengger-tenggere kadadekna tanah warata, sarta tanah kang mendhak mandhukul kadadekna papan lempar; ing kono kamulyaning Sang Yehuwah bakal kalairake tuwin umat manungsa kabeh bakal padha ndeleng iku bebarengan; Pangeran Yehuwah piyambak nyata-nyata wus ngandika mangkono!” Pawarta punika pawarta bab pamratobat. Pawarta punika ingkang miwiti saben tiyang ingkang mireng piwucalipun Gusti Yesus saking Yudea lan Yerusalem lan saking leladhan Tirus lan Sidon sami mratobat. Awit bilih mboten kawiwidan saking pamratobat mesti piwucalipun Gusti Yesus dados rancunipun batos.
Dene piwucalipun Gusti Yesus wonten ing Injil Lukas 6:20 bab karahayon, kawiwidan saking pangandhika: “Rahayu kowe kang padha mlarat, amarga kowe kang padha nduweni Kratoning Allah.” Piwucalipun Gusti Yesus punika maringi kekiyatan lan pangajeng-ajeng dhateng ingkang sami rawuh, awit tiyang ingkang rawuh punika tiyang ingkang sederhana malahan kepara kathah ingkang mlarat ing bandha donya. Krana ingkang rawuh punika kathah ingkang mlarat ateges mboten wonten ingkang dipun andhelaken kejawi namung karana pitulungan saking Gusti Allah. Ning punapa saben tiyang ingkang mboten gadhah ngendelake Gusti? Kosokwangsulipun tiyang ingkang sugih ingkang kagungan kathah bandha donya, umumipun langkung ngendhelaken kekiyataning banda darbenipun ketimbang pitulunganipun Gusti. Kanthi mekaten cunduk kalian punapa ing dados dhawuhipun Nabi Yeremia wonten ing inggil wau Yer. 17:5 : “Kenaa ing ipat-ipat wong kang ngandelake marang manungsa lan karosane dhewe, sarta kang atine ngadoh saka Sang Yehuwah!” Nabi Yeremia negesaken bilih tiyang ingkang ngandhelaken kekiyataning kamanungsan lan kekiyataning diri pribadi (punapa punika banda darbe) sarta nglirwakaken Gusti Allah minangka tiyang ingkang angsal Bilahi. Dados makna karahayon ingkang dados piwucalipun Gusti Yesus, laras kalian kawilujengan ingkang dipun atag dening Nabi Yeremia.
Para sederek, kasunyatan gesang samangke tamtu mboten kasebat bilih sedaya tiyang sugih kagolongaken dados tiyang ingkang mboten ngendelaken Gusti Allah, lajeng angsal bilai. Mekatena ugi sedaya tiyang mlarat mesti kagolong tiyang ingkang ngendelaken Gusti Allah lan dipun berkahi? Ingkang leres inggih punika sedaya tiyang sugih, punapa mlarat ingkang ngandhelaken kekiyataning diri pribadi utawi ngandhelaken kekiyatan kamanungsanipun mesti mboten dipun berkahi. Tiyang ingkang mekaten saged ugi tiyang ingkang dereng ngraosaken pamratobat lan kalebet tiyang dosa. Tiyang sugih saged kagoda ngendhelaken banda darbenipun, lajeng tiyang mlarat saged ugi ngendelaken welas asihipun saking tiyang sanes ingkang langkung mampu, piyambakipun mboten purun sinau tanggel jawab saking awratipun gesang ingkang dipun alami.
Kosokwangsulipun wonten ing kasunyatan gesang kita sami, kita saged mirsani gesangipun tiyang sugih ingkang tetep ngendelaken Gusti Allah. Piyambakipun malah gadhah kathah banda darbe ingkang saged dipun agem tumindak loman, asring paring dhateng tiyang ingkang kekirangan malah saged nyisihaken wekdal saking bot repoting pedamelan ing dipun ayahi. Kagem tiyang sugih ingkang mekaten mesti manggihaken karahayon, saged dados margining berkah kagem sesami. Justru ingkang mekaten klebet tiyang sugih ingkang nglepasaken gesang minangka tiyang mlarat ing ngarsanipun Gusti.
Kanthi model spiritualitas ingkang ngandelaken Gusti Allah sarta dados margining berkah, nabi Yeremia nyebut bilih saben tiyang, sae piyambakipun sugih punapa mlarat dipun gambaraken kados dene wit ingkang katanem wonten ing pinggiripun lepen, tansah ngedalaken woh. Gambaran punika ingkang manggihaken gesang ingkang langgeng mboten namung wonten ing jagat samangke, nanging ugi nalika Gusti Yesus rawuh kaping kalih, badhe angsal gesang ingkang langgeng. Kados dene dawuh saking Jabur 1:3 ingkang mekaten suraosipun: ”Wong iku kaya wit kang tinandur ana ing sapinggiring kali, kang metokake woh ing kalamangsane, lan ora alum godhonge, apa bae kang ditandangi mesthi lestari.” Mekaten mestinipun gesangipun tiyang pitados saged ngedalaken uwoh karana sih rahmatipun Gusti.
Punika timbalanipun Gusti dhateng kita sami ingkang karsa ngandelaken Gusti wonten ing gesang sarta ngluhuraken kamulyanipun Gusti. Tiyang ingkang mekaten mesti gesangipun manggihaken karahayon. Kanthi karahayon ing manah sampun kalebet ngluhuraken Asmanipun Gusti. Kados pundi kagem piyambakipun ingkang mlarat, punapa piyambakipun namung saged ngandelaken welas asihipun tiyang sanes? Punapa mboten saged ngandelaken Gusti kanthi kawontenan ingkang dipun paringaken? Mestinipun gesang ingkang bebingah punika piwucalipun Gusti Yesus wonten ing Lukas 6:20, “Rahayu kowe kang padha mlarat, amarga kowe kang padha nduweni Kratoning Allah.”
Panutup
Tuwuh pitakenan dhateng kita sami, kenging punapa manungsa asring ngendelaken kekiyataning kamanungsan piyambak utawi ngandelaken kekiyataning tiyang sanes sarta mboten purun ngandhelaken pitulunganipun Gusti Allah? Tamtu kathah jawaban saking pitakenan punika. Nanging ingkang perlu kita raosaken saestu ing wanci sapunika, kados pundi timbalanipun Gusti kagem kita sami manggihaken watak lan pribadi kita. Kita sadar menawi kita asring kagoda nglirwaaken Gusti Allah wonten ing gesang kita, malah ugi asring kita manggihaken karsaNipun Gusti kedah miturut pepinginan kita sami.
Kanthi mekaten kita manungsa ingkang dipun paringi sih rahmat (karunia) saking Gusti supados nguasani lan nakhukaken sedaya tumitah punika, nanging punapa kita ugi sumadya tanggel jawab ing kapitadosan ingkang dipun paringaken Gusti dhateng kita? Wonten satunggal sisi potensi (talenta) kangge kita sami nggadhahi lan nguwasani kathah prekawis kanthi serakah. Tumindak ingkang mekaten sanes tanda tiyang ingkang badhe angsal karahayon, awit namung ngegungaken kamanungsan kita menawi sampun sukses. Ingkang kasebat karahayon inggih punika nalika kita purun dados sarana margining berkah kawilujengan ingkang kita tampi kagem sesami, sedaya makhuk dalah alam thitahipun Gusti. Ingkang perlu kita lampahi minangka gesangipun para tiyang pitados, inggih punika nuwuhaken upaya kawilujengan lan katrentremanipun jagat. Jagat mboten dados risak malah sangsaya dangu jagat langkung nentremaken. Menawi kita sami saged mujudaken sedaya punika, ateges kita saged manggihaken diri kita, nuwuhaken timbalanipun Gusti, mujudaken kamulyanipun Asmanipun Gusti.
Kanthi mekaten punapa tiyang ingkang mlarat punapa ingkang sugih kados ing nginggil, klebet ugi ingkang kasebat model tiyang ingkang sepisan punapa model tiyang kalih nalika mirsani lampu stopan sampun murup werni kuning saged dipun agem Gusti ngluhuraken Asmanipun. Menawi wonten gesangipun saestu sadar bilih piyambakipun tansah ngandhelaken Gusti Allah wonten ing gesangipun. Wilujeng dhateng penjenangan sami ingkang manggihaken diri kita dipun agem Gusti mujudaken timbalanipun wonten ing gesang kita sami. Klebet sedherek-sedherek kula ingkang nembe mujudaken timbalanipun minangka dados Pinitua lan Diaken ing daur samangke. Gusti mberkahi dhateng kita sami. Amin. [SM].
Pamuji: KPJ. 123 Kula Pitados Mring Gusti.