Minggu Biasa
Stola Hijau
Bacaan 1: Yesaya 6 : 1 – 8
Bacaan 2: 1 Korintus 15 : 1 – 11
Bacaan 3: Lukas 5 : 1 – 11
Tema Liturgis: Menghayati Panggilan Tuhan dengan Hidup Memuliakan Allah
Tema Khotbah: Bertolaklah ke Tempat yang Dalam untuk Menjala Orang!
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yesaya 6 : 1 – 8 (Panggilan dan kesiapan Yesaya)
Yesaya dipanggil sebagai nabi pada tahun 746 SM, tahun wafatnya Raja Uzia dari Yehuda (6:1). Selanjutnya ia bekerja pada masa Raja Yotam (745-742 SM), Ahas (741-726 SM), dan Hizkia (725-697 SM). Masa yang penuh dengan peristiwa politik maupun keagamaan yang penuh dengan gejolak dan bahaya secara nasional maupun internasional. Bagai laut yang bergolak, pada saat itu Bangsa Asyur bangkit mengancam bangsa-bangsa di Asia Barat Daya. Raja Pekah dari Israel Utara dan Raja Rezin dari Aram berkoalisi untuk melawan Asyur. Mereka mengepung Yerusalem untuk memaksa Yehuda mendukungnya, terjadilah perang Syro Efrayim (734/733 SM). Usaha Raja Pekah dan Rezin gagal, bahkan pada tahun 732 SM Asyur menduduki Aram dan tahun 726 SM Israel Utara, hanya wilayah Efrayim yang tertinggal. Pada tahun 721 SM, Israel Utara memberontak, tetapi dihancurkan oleh Raja Sargon dari Asyur, sedangkan Yehuda berdaulat, tetapi sangat dirusakkan. Di tengah situasi seperti itulah, Yesaya diutus untuk melayani. Semula dia merasa tidak layak, karena dia merasa sebagai seorang yang najis dan hidup di tengah bangsa yang najis, namun setelah Tuhan menguduskannya, diapun siap diutus.
1 Korintus 15 : 1 – 11 (Kebangkitan Kristus dan penampakan–Nya kepada murid-murid–Nya menjadi motivasi kerja keras)
Dalam suratnya ini Rasul Paulus menekankan bahwa oleh Injil orang-orang Kristen di Korintus diselamatkan. Karena Injil itu berisi tentang Kristus yang mati untuk menebus dosa-dosa kita dan bangkit pada hari ketiga sesuai dengan Kitab Suci untuk membangkitkan kita menjadi manusia baru. Setelah kebangkitan–Nya itu, Dia menampakkan Diri kepada murid-murid–Nya: Kefas atau Petrus, ke 12 murid, Yakobus, 500 orang murid–Nya, dan terakhir Paulus. Kalau kita lihat dari kisah-kisah penampakan–Nya, Dia selalu mengakhiri perjumpaan–Nya dengan pengutusan. Rasul Paulus merasa yang paling hina dari antara para rasul dan dia merasa tidak layak disebut rasul, karena tindakannya yang menganiaya orang-orang Kristen sebelumnya. Oleh karena itu, ia memandang pemilihan dan pengutusannya sungguh-sungguh hanya kasih karunia Allah. Kasih karunia Allah itulah, yang menjadikan dia bekerja lebih keras dari para rasul lainnya.
Lukas 5 : 1 – 11 (Bertolak ke tempat yang dalam untuk menjadi penjala orang)
Makin lama makin banyak orang yang mengikuti Tuhan Yesus, sehingga sinagoge–sinagoge yang biasanya digunakan sebagai tempat Tuhan Yesus mengajar sudah tidak muat lagi. Dalam bacaan kita kali ini, Tuhan Yesus mengggunakan pantai Genesaret untuk mengajar. Di sana ada dua perahu tertambat, maka Ia menaiki salah satunya, yang kebetulan perahu Petrus. Petrus dan teman-temannya sebenarnya sudah dipanggil Tuhan, tetapi setelah itu mereka kembali bekerja seperti sebelumnya sebagai nelayan. Setelah mengajar, Tuhan Yesus meminta supaya murid-murid itu ke tempat yang lebih dalam untuk menebarkan jalanya. Sebenarnya semalaman mereka telah ke sana ke mari menjala, tentu saja ke tempat yang dangkal maupun dalam, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Namun, “karena Engkau yang menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga”, kata Simon Petrus. Ternyata, mereka mendapatkan banyak sekali ikan, hingga jalanya koyak dan mereka meminta bantuan teman-teman dari perahu satunya. Seketika Simon tersungkur di hadapan Tuhan Yesus: “Pergilah dari padaku karena aku ini orang berdosa.” Petrus bukannya menolak Tuhan Yesus, melainkan ia merasa tidak layak. Tuhan Yesus tidak pergi, namun malah mendekatinya dan mengatakan, “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia!”
Benang Merah Tiga Bacaan:
Tuhan mengutus Nabi Yesaya, hamba–Nya ke tengah kehidupan nyata bangsanya yang sedang berada di pusaran kehidupan sosial-politik nasional maupun internasional. Demikian juga Tuhan Yesus mengutus murid-murid–Nya untuk pergi ke tempat kehidupan terdalam untuk menjala orang. Karena kasih karunia, Yesaya siap diutus dan melayani hingga akhir. Demikian juga murid-murid, termasuk yang terakhir Rasul Paulus melakukannya dengan taat dan setia hingga akhir hayat mereka.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silahkan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Saudaraku kekasih, di sebelah selatan gedung IPTh. Balewiyata (dulu Gedung Pusat Pembinaan Anggota Gereja) terdapat sebuah relief yang indah sekali dan dalam maknanya tentang Lukas 5:1-11 ini. Dalam relief tersebut digambarkan Tuhan Yesus berada di suatu perahu bersama murid-murid–Nya. Dia mengacungkan tangan–Nya sepertinya memerintahkan mereka bertolak ke tempat yang dalam untuk menebarkan jala dan murid–murid menarik jalanya dengan ikan yang banyak sekali.
Tempat yang dalam berbeda dengan tempat yang dangkal. Di tempat yang dalam lebih banyak bahaya dan resiko. Selain airnya dalam, bergolak dan berarus, kadang penuh pusaran, di sana juga bisa penuh karang yang tajam yang tidak kelihatan, ikan-ikan besar dan binatang laut yang ganas yang membahayakan kehidupan. Sehingga orangpun enggan untuk bertolak ke tempat yang dalam. Mereka lebih senang di tempat yang dangkal, lebih–lebih tempat nyaman di pantai dengan angin sepoi-sepoi di bawah nyiur melambai.
Namun justru di tempat yang dalamlah kita akan menemui kehidupan laut yang sebenarnya dan kenyataan hidup yang sesungguhnya. Sebagaimana kehidupan ikan, di sana kita temui pergumulan, penderitaan, kebutuhan dan jeritan manusia yang sesungguhnya. Ke sanalah dari zaman ke zaman Tuhan mengutus hamba-hambaNya untuk terjun membagi damai sejahtera dan sukacita.
I. Bertolaklah ke Tempat yang Dalam.
Tuhan Yesus makin dikenal, sehingga Dia diikuti makin banyak orang. Sinagoge-sinagoge tempat ibadah yang biasanya menjadi tempat Tuhan Yesus mengajar sudah tidak dapat menampung lagi orang-orang yang ingin mendengarkan ajaran–Nya atau menyaksikan mujizat-mujizat–Nya. Tuhan Yesus menuju pantai Laut Genesaret, ada dua perahu tertambat, Diapun menaiki salah satu, yaitu perahu Petrus dan teman-temannya. Dari sana kemudian Dia mengajar orang banyak yang berjajar-jajar mendengar–Nya dari pantai. Setelah mengajar, dalam ayat 4 ini Tuhan Yesus menyuruh Simon dan kawan-kawannya untuk bertolak ke laut yang dalam untuk menebarkan jalanya. Ya disanalah mereka akan bertemu dengan kehidupan laut yang sesungguhnya.
Tetapi reaksi Simon Petrus yang mewakili teman-temannya: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak mendapatkan apa-apa…” Simon dan murid-murid bukannya takut terhadap kedalaman laut, mereka para nelayan yang sudah berpengalaman. Namun masalahnya mereka sudah ke sana ke mari termasuk ke tengah laut yang dalam itu menebarkan jala, tetapi pekerjaannya sia-sia. Mereka sudah bekerja keras, memeras keringat dan otak, ke tempat yang penuh resiko dan bahaya, tetapi tidak mendapatkan apa-apa, semuanya menjadi sia-sia. Alangkah menyedihkannya! Demikianlah yang dialami para murid ketika tanpa Yesus. Namun syukur, karena percaya mereka kepada kuasa Gurunya, Petrus dan teman-temannya itu patuh: “… namun karena Engkau yang menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga”, kata Petrus. Di sini menunjukkan betapa percaya dan patuhnya Petrus dan kawan-kawannya itu kepada Tuhan Yesus guru mereka. Walaupun sejak kecil mereka telah menjadi nelayan, mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak, tetapi dihadapan Tuhan Yesus mereka tidak mengandalkan itu semua. Ketika perintah–Nya itu dilaksanakan, ternyata banyak sekali ikan yang tertangkap, hingga jala mereka koyak, akhirnya mereka meminta teman-teman dari perahu lainnya untuk membantu mereka.
Tuhan Yesus menghendaki kita murid-murid–Nya untuk bekerja keras dan bertanggung jawab dalam melakukan setiap pekerjaan dan profesi kita. Dia tidak menghendaki kita bekerja setengah-setengah, asal-asalan, dan angin-anginan atau tanpa kerja mendapatkan hasil yang banyak! Semuanya itu kita lakukan dengan percaya dan taat kepada–Nya. Artinya kita lakukan bersama–Nya. Firman dan kehendak–Nya harus menjadi dasar, tujuan, dan cara dalam mencapai tujuan keberhasilan.
II. Menjadi Penjala Manusia di Tengah Lautan Kehidupan yang Bergolak.
Ternyata mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus ini untuk menggiring dan mempersiapkan para murid untuk pekerjaan yang lebih agung dan mulia, yaitu menjadi penjala manusia. Memang berbeda antara menjadi penjala ikan dan penjala manusia. Penjala ikan untuk mendapatkan ikan yang selanjutnya menjadi ikan-ikan mati, sedangkan penjala manusia justru supaya orang-orang berserah kepada Yesus dan mendapatkan kehidupan kekal, kebahagiaan, dan hidup bermakna. Namun ilmu dan spiritualitas penjala tetap berguna, seperti kesabaran, ketekunan, pemahaman akan sifat, kesenangan, kesedihan dan kebutuhan yang terdalam manusia.
Sebagaimana penjala ikan, Tuhan mengutus para nabinya ke tengah lautan kehidupan yang dalam. Karena di sana mereka akan menemui kehidupan yang sesungguhnya. Nabi Yesaya dipanggil Tuhan bertepatan dengan kematian Raja Uzia dari Yehuda dan selanjutnya bekerja pada masa Raja Yotam (745-742 SM), Ahas (741-726 SM), dan Hizkia (725-697 SM). Ia langsung terjun ke tengah keadaan Yehuda dan Israel Utara yang benar-benar seperti laut dalam yang sedang bergolak, bergulung-gulung ombak, dan penuh pusaran yang sewaktu-waktu dapat menghisap dan menenggelamkan biduk kehidupan. Bangsa Asyur bangkit mengancam bangsa-bangsa di Asia Barat Daya. Raja Pekah dari Israel Utara dan Raja Rezin dari Aram berkoalisi untuk melawan Asyur. Mereka mengepung Yerusalem untuk memaksa Yehuda mendukungnya, terjadilah perang Syro Efrayim (734/733 SM). Usaha Raja Pekah dan Rezin gagal, bahkan pada tahun 732 SM Asyur menduduki Aram dan tahun 726 SM Israel utara. Karena memberontak pada tahun 721 SM, Israel Utara dihancurkan oleh Raja Sargon dari Asyur, sedangkan Yehuda berdaulat, tetapi sangat dirusakkan. Di tengah situasi seperti itulah, Yesaya diutus untuk melayani.
Ke tempat yang dalam seperti itu pula, Tuhan Yesus mengutus para murid–Nya, karena disanalah mereka akan menemui kehidupan manusia yang sesungguhnya. Kedalaman keterbatasannya, kebutuhannya, jeritannya dan penderitaannya. Mulai dari Kefas atau Petrus, ke 12 murid, Yakobus, 500 orang murid–Nya, dan terakhir Paulus.
Selama dua tahun akhir-akhir ini, dunia termasuk Indonesia dilanda pandemi Covid–19 yang datang bagai badai yang begitu mengerikan. Ombak bergulung-gulung meluluh lantakkan apa saja yang ditemui, ditambah pusaran demi pusaran yang menghisap dan menenggelamkan segala sesuatu. Pandemi ini telah merusak fisik, pikiran, dan mental banyak orang, yang berdampak fatal pada kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, sehingga korbanpun berjatuhan. Justru di sini kita berjumpa, bahkan mengalami sendiri dengan keadaan manusia yang sesungguhnya. Manusia yang serba terbatas, lemah, menderita. Pribadi-pribadi yang tanpa daya, kehilangan harapan, menderita trauma, karena ditinggalkan orang-orang terdekat yang sangat dicintainya dengan senyap tanpa kata perpisahan, merasa kehilangan segalanya, putus asa, hampa, kehidupan tanpa makna. Kita melihat dan mendengar kebutuhan dan jeritan manusia yang terdalam. Justru ke tempat inilah, kita diutus untuk memberitakan penghiburan dan membagi kehidupan, cinta kasih serta damai sejahtera. Maka yang diperlukan bukan hanya keberanian untuk terjun ke tengah lautan yang dalam itu, melainkan juga kepekaan terhadap keadaan manusia yang terdalam, tanggap serta kesediaan untuk mendampingi dan berbagi kehidupan sesuai dengan kemampuan kita masing-masing dengan mereka.
III. Motivasi Dasar untuk Tetap Teguh dan Tangguh.
Nabi-nabi dan murid-murid telah melakukan panggilan mereka dengan total, apakah yang menjadi dorongan utama mereka? Ketika dipanggil, Yesaya merasa tidak layak, karena dia sebagai orang yang najis bibir dan hidup di tengah bangsa yang najis bibir, artinya bukan sekedar kenajisan ritual atau kenajisan karena tidak memenuhi aturan dalam upacara keagamaan, melainkan kenajisan karena kata-kata kotor, bohong, dusta yang mengalir dari pikiran dan hati yang kotor, penuh dusta dan durhaka. Celakanya ia yang najis itu hidup di tengah bangsa yang lebih parah kenajisannya. Ia merasa tidak layak. Namun setelah Tuhan menguduskannya, diapun siap diutus. “Ini aku, utuslah aku!”
Ketika Petrus menyaksikan mujizat Tuhan Yesus itu, seketika ia shock! terkejut, dan merasa sama sekali tidak layak bersama dengan Gurunya yang demikian kudus dan mulia itu, sehingga di depan–Nya ia tersungkur, dengan bergetar berkata: “Tuhan pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Hal ini bukan penolakan Petrus terhadap Gurunya, melainkan jeritan rasa berdosa dan ketidak layakannya. Tetapi Tuhan Yesus tidak pergi menjauhi Petrus, melainkan justru mendekatinya dan katanya: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Petrus bersama murid-murid lainnyapun menghela perahunya ke darat, meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Tuhan Yesus. Paulus merasa rasul yang paling hina dari antara para rasul, karena ia telah menganiaya orang-orang Kristen, jemaat Tuhan Yesus sebelumnya. Dia sungguh merasa tidak layak.
Karena itu hanya kasih karunia menjadi pondasi yang kokoh. Keselamatan hanyalah kasih karunia, iman adalah kasih karunia, dan tugas pengutusan–Nya untuk membagi damai sejahtera–Nya itu juga sungguh-sungguh hanya kasih karunia Allah. Kasih karunia Allah itulah yang menjadikan Rasul Paulus bekerja lebih keras dari para rasul lainnya, bekerja dengan penuh syukur, tulus, ikhlas, dan setia hingga akhir hayat. Karena semuanya itu menjadikan hidupnya yang semula seperti sampah ini menjadi berarti. Kasih karunia itu pula yang menjadi dasar kita mengemban pengutusan–Nya, karena tidak ada yang lebih besar dari itu. Hanya orang-orang yang disentuh oleh kasih karunia itu yang dapat mengemban tugas membagi kasih karunia–Nya dengan tulus dan ikhlas.
Penutup
“Bertolaklah ke laut yang dalam untuk menebarkan jalamu!” Tuhan juga mempercayakan panggilan–Nya itu kepada kita. Panggilan itu sungguh merupakan kasih karunia bagi kita, karena menjadikan hidup kita berarti bagi diri sendiri, keluarga anak cucu kita, lingkungan kita, dan sesama kita, bahkan kerajaan–Nya yang kekal abadi. Di sini tidak hanya dibutuhkan keberanian, tetapi juga keterbukaan hati, kepekaan, dan tanggap terhadap penderitaan dan kebutuhan yang terdalam sesama. Sebagaimana Rasul Paulus, semoga kasih karunia itu menjadikan kita makin bekerja keras, penuh syukur, keikhlasan, dan kesetiaan. Demikianlah misi kristiani. Begitu sederhana! Amin. [BRU].
PUJIAN:
- KJ. 342 : 1, 2 Keluar dari Kaum
- KJ. 40 : 1, 2 Ajaib Benar Anugerah
—
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
Pambuka
Para sadherek kinasih, ing sisih kidulipun gedung IPTh. Balewiyata (rumiyin Gedung Pusat Pembinaan Anggota Gereja) wonten satunggaling relief ingkang endah miwah lebet sanget artosipun sesambetan kaliyan Lukas 5:1-11 punika. Wonten relief punika kagambaraken Gusti Yesus ing satunggaling baita sesarengan kaliyan murid-muridipun jumeneng ngacungaken astanipun kados-kados saweg ngutus murid-murid punika supados mancal dhateng panggenan ingkang lebet lan ndhawahaken jalanipun, saha murid-muridipun narik jalanipun kanthi kebak ulam kathah.
Panggenan ingkang lebet saestu benten kaliyan panggenan ingkang cethek. Ing panggenan ingkang lebet langkung kathah bebaya miwah resikonipun. Toyanipun lebet, asring ilining toya santer, ombak gumulung katambahan ulegan-uleganing toya ingkang saged nyedhot punapa kemawon ing sakiwa-tengenipun. Dereng menawi ing dhasaring toya kebak karang ingkang pating crangap, ulam ingkang ageng miwah kewan-kewan seganten ingkang ganas lan mbebayani. Saengga tiyang-tiyang lajeng nyingkiri papan ingkang lebet punika sarta langkung remen ing papan ingkang cethek, malahan pesisir ingkang eyub kanthi sumribiting samirana ingkang ndadosaken liyer-liyer tilem.
Ananging saestunipun inggih ing seganten ingkang lebet punika kita manggihi pagesangan ingkang saestunipun, kanyatan ingkang saknyatanipun. Kadosdene pagesanganipun ulam, wonten ing papan ingkang lebet punika kita manggihi kanyatan gesanging manungsa ingkang sakleresipun. Inggih kasangsaranipun, kasedhihanipun, momotanipun, karupekanipun miwah panjeritipun. Mila ing papan ingkang lebet punika Gusti ngutus para abdi miwah muridipun ambyur mbagi sih rahmat, tentrem rahayu saha kabingahan.
I. Mancala Menyang Panggonan kang Jero.
Asmanipun Gusti Yesus sangsaya kawentar, dhateng pundi-pundi Panjenenganipun kadherekaken dening kathah tiyang ingkang kepengin mirengaken piwucalipun miwah ningali mujizatipun. Sinagoge-sinagoge, panggenan ingkang biasanipun dados papanipun Gusti Yesus memucal sampun mboten nyekapi malih. Gusti Yesus tindak dhateng pesisiring Seganten Genesaret, wonten kalih baita ing pinggir seganten, lajeng Gusti minggah dhateng salah satunggal baita punika ingkang kaleresan baitanipun Simon Petrus kaliyan kanca-kancanipun. Gusti Yesus lajeng memucal tiyang kathah ingkang jejer-jejer mirengaken saking pinggiring seganten. Sasampunipun memucal, ing ayat 4 punika Gusti lajeng ngutus Simon supados mancal ing papan ingkang lebet ndhawahaken jalanipun. Inggih ing panggenan ingkang lebet punika piyambakipun badhe manggihi pagesangan seganten ingkang saknyatanipun lan ulam ingkang kathah.
Nanging unjukipun Simon: “Guru, sampun sedalu muput anggen kawula sami nyambut damel kanthi saestu, nanging mboten angsal punapa-punapa …” Simon Petrus munjuk mboten karana ajrih dhumateng lebeting seganten lan agenging ombak, awit tiyang-tiyang punika minangka nelayan-nelayan ingkang sampun wareg pengalaman. Ananging karana sedalu muput sakderengipun sampun mubeng-mubeng ing seganten punika ndhawahaken jalanipun, tamtu kalebet ing papan ingkang lebet punapa dene ingkang cethek, lan mboten angsal punapa-punapa, sadaya nglaha. Iba nyedhihaken! Inggih mekaten ingkang dipun alami dening para murid punika ingkang makarya tanpa Gusti Yesus. Saestu puji syukur, karana pitados dhumateng Gustinipun, Petrus dalasan murid-murid sanesipun punika nindakaken ingkang dipun ngendikaaken Gustinipun: “…ewa semanten amargi saking dhawuh Paduka kawula inggih badhe ndhawahaken jala.” Senajan wiwit alit mila tiyang-tiyang punika sampun dados nelayan ingkang tamtu ndaweg ing seserepan lan pengalaman, ananging ing ngarsanipun Gusti Yesus saestu mboten wonten ingkang saged dipun banggaaken lan sombongaken. Nalika pangandikanipun katindakaken, kathah sanget ulam ingkang kejala, ngantos jalanipun bedhah lan murid-murid punika nyuwun pambiyantuning kanca-kancanipun saking perahu sanesipun.
Gusti Yesus ngersakaken kita para muridipun makarya lan nindakaken profesi kita kanthi estu-estu miwah kebak tanggel jawab. Panjenenganipun mboten ngersakaken kita nyambut damel setengah-setengah, asal-asalan lan angin-anginan, utawi tanpa nyambut damel angsal asil ingkang kathah. Sadaya punika kedah kita tindakaken kanthi pitados lan patuh dhumateng Panjenenganipun. Artosipun sadaya punika kita tindakaken sesarengan kaliyan Panjenenganipun. Pangandika miwah kersanipun dados dhasar, tujuan, miwah cara ing saklebeting nggayuh asil ingkang sae. Tamtu sadaya ingkang katindakaken badhe lestari (Jabur 1:3).
II. Dados Juru Amek Uwong ing Sak Tengahing Segantening Pagesangan ingkang Molak-malik.
Pranyata mujizatipun Gusti punika kadamel nggiring miwah nyawisaken para muridipun dhumateng pakaryan ingkang langkung agung saha mulya, inggih punika dados juru amek uwong. Pancen wonten bentenipun antawisipun juru amek ulam kaliyan juru amek uwong. Juru amek ulam ndadosaken saklajengipun ulam-ulam punika pejah utawi kakonsumsi, dene juru amek uwong ndadosaken tiyang-tiyang punika masrahaken gesangipun dhumateng Gusti Yesus miwah nampi gesang langgeng, karahayon sarta gesang ingkang nggadhahi artos. Sanajan mekaten ngelmu miwah roh, semangat juru amek iwak kados ta: kesabaran, ketekunan, pangertosan tumrap sifat, kekareman, kasedhihan, miwah kabetahaning manungsa ingkang paling lebet tetep migunani.
Kadosdene juru amek ulam, Gusti ngutus para abdinipun lumebet ing saktengahing segantening gesang ingkang lebet. Karana ing papan ingkang lebet punika para abdinipun Gusti badhe manggihi gesang ingkang saknyatanipun lan saged mbagi karahayonipun Gusti kanthi leres, kanthi titis, tatas, tetes. Nabi Yesaya dipun timbali Gusti sesarengan kaliyan sedanipun Sang Prabu Usia saking Kraton Yehuda, lan saklajengipun makarya ing jamanipun Sang Prabu Yotam (745-742 Sakderengipun Sang Mesih), Ahas (741-726 SM) lan Hizkia (725-697 SM). Kawontenanipun Israel Ler miwah Yehuda sestu-estu kadya seganten ingkang molak-malik, kebak prahara, ombak gumulung sarta ulegan ingkang sakwanci-wanci saged nyedhot lan ngeremaken baitaning gesang. Bangsa Asyur wiwit ngancam bangsa-bangsa sakiwa tengenipun. Sang Prabu Pekah saking Israel Ler sekuton kaliyan Sang Prabu Rezin saking Aram nglawan Asyur. Mila lajeng sami ngepung Yerusalem, dhesek Yehuda supados ndhukung, ndadosaken pecah perang Syro Efrayim (734/733 SM). Upayanipun Sang Prabu Pekah lan Rezin gagal. Ing tahun 732 SM Kraton Asyur kasil nguwaosi Aram lan tahun 726 SM Israel Ler. Karana mbrontak, ing tahun 721 SM Israel Ler kaancuraken dening Prabu Sargon saking Asyur, dene Kraton Yehuda taksih madeg, ananging ngalami karisakan ageng. Ing saktengahing kawontenan ingkang mekaten punika Nabi Yesaya kautus lelados ing tengahing bangsanipun. Ing panggenan ingkang kados mekaten ugi Gusti Yesus ngutus para muridipun. Karana ing papan ingkang kados mekaten punika para muridipun manggihi gesanging manungsa ingkang saknyatanipun. Inggih lebeting kasangsaranipun, winatesipun, kabetahanipun miwah panjeriting kesrakatanipun. Wiwit Kefas utawi Petrus, 12 muridipun, 500 muridipun lan pungkasanipun Rasul Paulus.
Sampun kalih taun langkung, donya kalebet Indonesia katempah pagebluk Covid–19 ingkang nggegirisi sanget. Kadosdene ombak ingkang gumulung ngancuraken punapa kemawon ingkang katrajang. Pagebluk punika sampun ngrisak badhan jasmani, pikiran, miwah mental karohanenipun kathah tiyang ingkang dhampak saklajengipun ngengingi gesanging sosial, ekonomi, politik lan kabudayan. Inggih ing kawontenan ingkang kados mekaten punika kita mrangguli, malahan ngalami piyambak kawontenaning manungsa ingkang saknyatanipun. Manungsa ingkang sarwa apes, sekeng, winates sarta kesrakat. Pinten kathahipun tiyang ingkang kecalan barang darbekipun, pangupajiwanipun, pakaryanipun, kekiyatanipun. Malahan tiyang-tiyang ingkang paling celak ingkang sakelangkung dipun tresnani nilaraken kanthi sepi lan samun tanpa pamit, nyisakaken manah ingkang remuk-rempu, kuciwa, nelangsa, sepi, sepa, tanpa daya lan pangajeng-ajeng. Saking ngriki dumeling panjerit miwah kabetahaning manungsa ingkang sakelangkung lebet. Inggih ing sak tengahing kawontenan ingkang kados mekaten punika kita kautus lumebet, ngalami lan ngraosaken punapa ingkang dipun alami lan raosaken dening para sadherek kita punika, kangge ngundhangaken karahayon, ngaturaken panglipur sarta mbagi gesang kita. Ingkang kabetahaken mboten namung kendeling manah ambyur ing lebeting segantening gesang punika, ananging ugi landheping rasa ngraosaken punapa ingkang dipun raosaken tiyang sanes sarta tanggaping karsa, saengga saged ndherek mbiyantu punapa ingkang kabetahaken kanthi tatas, titis, tetes miturut kekiyatan kita piyambak-piyambak.
III. Dhasaring Tetep Teguh Miwah Tanggon.
Nabi Yesaya miwah para murid sampun nindakaken timbalanipun Gusti kanthi tulus lan rila legawaning manah ngantos puputing gesangipun. Lajeng roh punapa ingkang ndhasari sarta mbereg tiyang-tiyang punika? Pranyata sanes rohing pangupaya amal-soleh supados nampi suwarga, ananging rohing sih rahmating Allah (I Kor 15:10). Rikala dipun timbali, Yesaya rumaos mboten pantes awit piyambakipun minangka tiyang ingkang alambe najis saha gesang ing tengahing bangsa alambe najis. Liripun sanes namung kanajisan ritual, inggih punika kanajisan karana mboten netepi aturaning tatacara pangibadah utawi upacaraning agami kemawon, ananging kanajisan karana pitembungan ingkang reged, kebak culika, lan kepalsuan ingkang mijil saking pikiran miwah manah ingkang kebak culika sarta duraka. Cilakanipun piyambakipun gesang ing tengahing bangsa ingkang langkung sanget najisipun. Saben ndinten piyambakipun ningali lan mireng, malahan kadulang lan kawangun dening kenajisan punika. Puji syukur, Gusti Allah lumantar malaekatipun lajeng nucekaken Yesaya, matemah rikala Gusti Allah nimbali: “Sapa kang bakal Sun utus?”, piyambakipun lajeng munjuk: “Sumangga, mugi kersaa ngutus kawula.”
Mekaten ugi, rikala Simon nyumerepi mujizatipun Gusti Yesus, sakala piyambakipun kaget, geter, lan ajrih sanget, karana rumaos mboten pantes babar pisan sesarengan kaliyan Gurunipun ingkang kebak kasucen miwah kamulyan punika. Mila piyambakipun lajeng nyungkemi jengkunipun Gusti Yesus kanthi gumeter munjuk: “Gusti, Paduka mugi kersaa nilar kawula, awit kawula punika tiyang dosa.” Bab punika saestunipun sanes panolakanipun Petrus dhumateng Gusti Yesus, ananging minangka panjeriting raos dosa miwah mboten pantes. Gusti mboten nebihi lan nilaraken Petrus, nanging malah nyelaki kanthi pangandikanipun: “Aja wedi, wiwit saiki kowe bakal padha amek wong.” Petrus kaliyan kanca-kancanipun lajeng minggiraken baitanipun lajeng ndherek Gusti Yesus. Mekaten ugi Rasul Paulus, piyambakipun rumaos minangka rasul ingkang paling asor ing antawisipun para rasul, malahan mboten patut kasebat rasul karana tumindakipun ingkang sampun nguya-uya pasamuanipun Gusti. Piyambakipun rumaos saestu mboten pantes.
Inggih namung karana sih rahmatipun Gusti piyambak. Kawilujengan punika namung karana sih rahmat, katampi kanthi pitados, punika ugi peparing sih rahmatipun Gusti piyambak. Timbalan miwah tugas pengutusanipun Gusti kangge ngundhangaken pawartos rahajeng saha tentrem rahayunipun ugi sih rahmatipun Gusti. Sih rahmatipun Gusti punika dados dhasar miwah motivasi ingkang teguh santosa, ingkang ndadosaken Rasul Paulus makarya langkung giat lan kathah katimbang rasul-rasul sanesipun. Makarya kanthi kebak syukur, tulus, ekhlas, sarta setya dumugeng delahan. Pengutusanipun punika ingkang ndadosaken gesangipun ingkang sakawit kadosdene sampah lan rereged dados nggadhahi artos tumrap dhirinipun piyambak, sesaminipun, malahan Kratoning Allah. Inggih sih rahmatipun Allah punika ingkang dados dhasaring pengutusan kita, karana mboten wonten malih ingkang langkung agung lan mulya katimbang punika. Inggih namung tiyang ingkang sampun kawengku ing sih rahmatipun Gusti ingkang saged ngemban pengutusanipun miwah mbagi sih rahmatipun kanthi tulus lan ekhlas.
Panutup
“Mancala menyang ing panggonan kang jero, jalamu tibakna supaya oleh iwak!” Gusti Yesus ugi mitadosaken timbalanipun punika dhumateng kita. Pengutusanipun punika saestu minangka sih rahmatipun kangge kita, karana sampun ndadosaken gesang kita nggadhahi artos kangge dhiri kita pribadi mbaka pribadi, brayat kita, bebrayan, malahan Kratoning Allah ingkang langgeng. Mboten namung kabetahaken kakendelan, ananging ugi tinarbukaning manah lan landheping rasa dhumateng kasangsaran miwah kabetahaning tiyang sanes. Kados dene Rasul Paulus, mugi sih rahmatipun Gusti piyambak punika ndadosaken kita makarya kanthi sengkut, kebak raos sokur, tulus, ekhlas, sarta setya tuhu. Inggih mekaten punika misi kristiani. Saestu prasaja sanget! Amin. [BRU].
Pamuji:
- KPJ. 121: 1, 2 Kula Nggunggung-nggunggung Gusti
- KPJ. 425 : 1 – 4 Akeh Sruning Pasambat
- KPJ. 427 : 1, 2 Begja Sejati