MINGGU BIASA
STOLA PUTIH
Bacaan 1 : Ulangan 30: 15-20
Bacaan 2 : 1 Korintus 3: 1-9
Bacaan 3 : Matius 5: 21-37
Tema Liturgis : Melakukan lebih dari yang ditetapkan
Tema Khotbah : Kelebihan Yesus dan pengikutNya
Keterangan Bacaan
Ulangan 30:15-20
Bangsa Israel patut bersyukur memiliki Tuhan yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Walaupun hukuman adalah konsekuensi dosa, namun Tuhan menginginkan bangsa Israel bertobat. Bahkan setelah penghukuman diturunkan, pemulihan disediakan. Allah bukan hanya berjanji memulihkan mereka yang bertobat dan memberkati dengan limpah, Allah bahkan akan mengubah hati mereka supaya mampu mengasihi-Nya dan menaati firman-Nya. Kesanggupan untuk mengasihi dan taat kepada firman-Nya berasal dari Allah sendiri.
Namun bangsa Israel harus memilih untuk taat. Bangsa Israel tidak bisa berdalih, bahwa perintah Allah terlalu tinggi untuk diraih dan terlalu jauh untuk dijangkau. Sebab firman-Nya dekat kepada bangsa Israel. Yang penting adalah sikap hati yang mau taat kepada-Nya. Sekali lagi Allah memperhadapkan Israel dengan pilihan janji berkat untuk ketaatan mereka, atau ancaman kutuk untuk kekerasan hati mereka.
Israel diminta untuk memilih. Tuhan menginginkan agar umat-Nya memilih taat pada firman-Nya. Mereka diminta memilih untuk mengasihi Dia, taat kepada firman-Nya, dan melakukan perintah-Nya untuk dapat menikmati berkat-Nya.
1 Korintus 3: 1-9
Sesudah menggambarkan ciri-ciri yang bukan hikmat Allah, Paulus berbicara bagaimana hikmat Allah yang sesungguhnya. Dari sudut pandang hikmat rohani sejati, orang Korintus, terutama mereka yang menggunakan ukuran duniawi sebagai pertimbangan nilai, adalah bayi sendiri. Rintangan yang mereka dirikan menyatakan belum dewasa secara rohani. Meskipun dalam Kristus, mereka belum mampu menyerap sesuatu di atas makanan bayi. Kekuatan mereka menunjukkan bahwa mereka belum memahami hikmat salib. Kecongkakan demikian adalah kebodohan mutlak di hadapan Allah.
Dalam cahaya hikmat Allah, perpecahan berdasar keunggulan seorang pejabat di atas yang lain atau suatu golongan di atas golongan yang lain tidak masuk akal. Semua adalah hamba dari satu Tuhan, menempati peranan yang ditujukan untuk mengembangkan jemaat. Allah tidak memerlukan bantuan manusia, tetapi telah memilih pelayan-pelayan sesuai dengan maksud ilahi. Maksud Allah tidak akan dibuyarkan.
Dengan menggunakan gambaran pertanian Paulus menekankan kesatuan dan kerjasama yang merupakan ciri dari tugas dan tujuan umum para pelayan Tuhan. Orang-orang Korintus melawan Allah bila mereka memperlawankan pelayan yang satu dengan pelayan yang lain. Karena para pelayan bekerja untuk satu tujuan yang sama, para pengikut mereka tidak boleh menghalangi pekerjaan ini dengan mempersaingkan yang satu terhadap yang lain. Yang paling penting memang Allah yang menghidupkan dan menumbuhkan. Tetapi pekerjaan yang menanam dan menyiram tidak boleh dianggap ada yang lebih penting satu dari yang lain. Keduanya sama-sama melakukan pekerjaan Allah sendiri.
Matius 5:21-37
Kristus memberikan penjelasan mengenai hukum Taurat dengan memberikan beberapa contoh dan membersihkannya dari tafsiran keliru yang diberikan para para ahli Taurat dan kaum Farisi. Ia menunjukkan keluasan, ketegasan, dan sifat rohani di dalam hukum Taurat, sambil menambahkan peraturan yang bersifat menjelaskan agar mereka lebih memahaminya.
“Jangan membunuh.” Di sini membunuh dilarang, baik membunuh diri sendiri, ataupun membunuh orang lain, langsung atau tidak langsung, ataupun terlibat dengan perbuatan itu. Tafsiran mereka tidak mengekang nafsu batin, yang merupakan sumber timbulnya pertengkaran yang menjadi penyebab orang membunuh. Hukum ilahi hanya ditafsirkan melarang perbuatan dosa dan tidak melarang pikiran yang berdosa.
Kristus mengatakan kepada mereka bahwa kemarahan tanpa pikir panjang sama saja dengan membunuh dalam hati (ay. 22). Setiap orang yang marah terhadap saudaranya (KJV menambahkan: tanpa sebab) telah melanggar perintah keenam ini. Kemarahan adalah gejolak hati yang alami. Tetapi hal ini akan disebut dosa apabila kita marah tanpa sebab. Kain membunuh adiknya karena diawali kemarahan.
“Jika ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, janganlah memperpanjang urusan, tidak ada lagi yang patut dilakukan selain mengampuninya (Mrk. 11:25) dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, sebelum mempersembahkan persembahanmu di mezbah, sebelum engkau menghampiri Allah melalui doa dan pujian.” Kegiatan ibadah tidak akan diterima Allah apabila kita menjalankannya dengan hati dalam keadaan marah.
“Jangan berzinah,” Hukum ini menetapkan pengendalian atas keinginan yang penuh dosa, yang bisa merusak jika tidak kendalikan. Di sini diajarkan bahwa berzinah di dalam hati memang ada, yakni berbagai pikiran dan kecenderungan yang zinah yang tidak dilanjuti dengan perbuatan zinah atau persetubuhan. “Setiap orang yang memandang perempuan (bukan hanya istri orang lain, tetapi semua perempuan) serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (ay. 28).
“Jika matamu yang kanan menyesatkan engkau…,” Maksudnya adalah membatasi diri dengan melakukan hal-hal yang tidak melanggar hukum saat merasa tergoda, dan mencari anugerah Allah serta bergantung pada anugerah-Nya itu.
Bagaimana kaitan zinah ini dengan perceraian? Perceraian tidak diperbolehkan, kecuali terjadi perzinahan yang merusak perjanjian pernikahan itu. Tetapi orang yang menyingkirkan istrinya karena alasan lain, menjadikan isterinya berzinah, demikian pula orang yang akan menikahinya setelah perempuan itu diceraikan. Orang-orang yang membawa orang lain ke dalam pencobaan hingga berbuat dosa, membuat diri mereka sendiri bersalah karena dosa mereka itu.
Jangan sekali-kali bersumpah. Namun, bila kita memang harus melakukannya demi keadilan atau kebaikan terhadap saudara kita, atau demi menghormati pemerintah, buatlah seperlunya untuk mengakhiri segala bantahan (Ibr. 6:16). Untuk keperluan ini, pada umumnya pejabat sipillah yang bertindak sebagai hakim. Kita boleh saja diambil sumpah kita, tetapi janganlah kita melakukannya demi mencari keuntungan duniawi bagi diri kita sendiri.
Kita harus cukup puas dengan berkata, “Ya,” jika ya dan berkata “Tidak,” jika tidak (ay. 37). Saat menegaskan sesuatu, hendaklah kita hanya berkata, “Ya”. Jika kita menyangkal sesuatu, sudah cukup untuk berkata, “Tidak”.
BENANG MERAH TIGA BACAAN
Penyebab pelanggaran hukum dihentikan dengan hukum Kristus. Potensi ketaatan terhadap hukum ditanam dan ditumbuhkan oleh Allah sendiri. Umat hanya tinggal memilih taat dan hidup atau sebaliknya.
RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
Pendahuluan
Saudara-saudara masih ingat khotbah hari Minggu yang lalu? (Berikan kesempatan kepada warga untuk menjawabnya!) Ya, hari Minggu yang lalu dikhotbahkan tentang garam dan terang dunia. Kita dikehendaki oleh Kristus untuk melakukan kebaikan-kebaikan lebih dari hukum yang tertulis dan yang ditetapkan. Bagaimanakah itu? Khotbah hari ini merupakan kelanjutan khotbah Minggu yang lalu. Khotbah hari ini akan menjawab pertanyaan itu.
Isi
Dalam bacaan Injil kita hari ini Tuhan Yesus nampak memberikan tambahan hukum perintah Allah. Hukum tambahan itu merupakan jiwa yang mendasari dan mencegah pelanggaran terhadap hukum perintah Allah itu. Hukum tambahan Kristus itu diberikan dengan maksud supaya umat jangan mudah melanggar hukum Allah. Sebab, kosekwensi atau hukuman terhadap pelanggaran itu sangat berat. Dalam bacaan 1 (Ulangan 30: 15-20) disebutkan konsekwensi pelanggaran itu, yakni: kecelakaan atau kematian atau kutukan. Hukum tambahan Kristus diberikan dengan maksud supaya umat jangan sampai mendapat hukuman berat itu. Ini berarti, hukum tambahan Kristus itu diberikan dengan dasar kasihNya kepada umat. Tuhan Yesus menginginkan umatNya bisa terhindar dari hukuman berat, dari kematian akibat pelanggaran terhadap perintah Allah.
Terhadap hukum “Jangan membunuh” Tuhan Yesus menambahkan bahwa setiap orang yang marah kepada saudaranya harus dihukum. Sebab, kemarahan adalah penyebab awal terjadinya pembunuhan. Kain membunuh Habel, adiknya, karena dia dikuasai oleh kemarahan. Tidak ada pembunuhan yang terjadi tanpa adanya kemarahan pada diri pelakunya, baik yang membunuh orang lain, yang membunuh dirinya sendiri ataupun yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan.
Begitu juga yang menghina saudaranya, yang mengatakan “kafir” atau “jahil” juga harus dihukum. Dua kata hinaan itu bisa memicu kemarahan dan kemudian jika memuncak akan menyebabkan orang melakukan pembunuhan. Jadi perkataan atau perbuatan yang menyebabkan orang menjadi marah, apalagi kemudian menyebabkan orang melakukan pembunuhan, adalah termasuk kejahatan yang harus dihukum. Dari hukum Kristus inilah kemudian bangsa-bangsa, termasuk bangsa kita, menangkap dan menghukum provokator (penyebab/ penghasut perbuatan jahat). Karena itu, setiap pagi sebaiknya kita berdoa memohon tuntunan Tuhan supaya perkataan dan perbuatan kita jangan sampai menyebabkan orang lain kecewa, rugi, celaka, sakit hati, marah lalu melakukan kejahatan.
Karena itu, dikatakan oleh Tuhan Yesus bahwa sebelum menghadap hadirat Tuhan dengan membawa persembahan, kita harus berdamai lebih dulu jika kita sedang berselisih dengan orang lain. Perdamaian itu harus segera dilakukan sebelum perselisihan itu berkembang makin sengit/ buruk yang bisa menyebabkan orang melakukan pembunuhan. Tuhan tidak menghendaki perselisihan di antara umatNya, apalagi jika itu terjadi di antara umat tebusanNya. Itulah sebabnya, Paulus (dalam bacaan 2: 1 Kor. 3: 1-9) menegor warga jemaat di Korintus untuk bersatu, untuk tidak terpecah dengan menggolong-golongkan diri mereka, menjadi golongan Apolos, golongan Paulus, golongan Kefas dan golongan Kristus. Sebab, penggolongan diri itu akan menimbulkan perselisihan dan kemarahan di antara mereka.
Hukum ke-6 (Jangan membunuh) dan perintah Tuhan Yesus yang mencegah terjadinya pembunuhan ini menunjukkan betapa Allah sangat menghargai kehidupan karuniaNya. Allah tidak menghendaki kematian pada ciptaanNya, bahkan pada orang jahat sekalipun (Yeh. 33: 11 “…firman TUHAN Allah: Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik…”). Allah menghendaki semua ciptaanNya hidup, tetap hidup, termasuk yang jahat, dengan bertobat. Allah menghendaki supaya kehidupan dijaga kelestariannya. Sekalipun ada kematian yang disebabkan oleh kejahatan, tetapi Allah menghendaki supaya umatNya memilih kehidupan (bacaan 3: Ulangan 30: 15-20) dengan taat kepada perintah-perintahNya. Allah menghendaki kehidupan umatNya dipenuhi kedamaian, kebahagiaan dan kesucian.
Terhadap hukum “Jangan berzinah” Tuhan Yesus menambahkan: “Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.” Pandangan mata terhadap orang lain yang disertai nafsu itulah yang menjadi awal penyebab terjadinya perzinahan. Tuhan menghendaki kesucian hidup umatNya, kesucian dan kesatuan hidup rumah tangga bentukanNya, dari perzinahan; supaya jangan terjadi perceraian. Oleh karena itu, Tuhan Yesus menghendaki para pengikutNya mengendalikan dengan kuat mata dan seluruh anggota tubuhnya. Semuanya harus dikendalikan, supaya jangan ada yang menyesatkan atau menyebabkan terjadinya dosa pelanggaran terhadap hukum Allah. Dalam bahasa keras penulis Injil Matius dikatakan: “…jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu…jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu…!” MaksudNya adalah “kendalikanlah kuat-kuat!”
Terhadap perintah “Jangan bersumpah” Tuhan Yesus menegaskan “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya; jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak!” Tuhan Yesus menghendaki kejujuran dan integritas yang sesungguhnya. Dengan beginilah Tuhan Yesus menunjukkan cara melakukan kebaikan (kejujuran, dsb) lebih dari yang tertulis. Tuhan Yesus memberikan teladan perbuatan baik melebihi hukum yang tertulis dengan menyembuhkan orang sakit pada hari sabbat ketika Dia sedang beribadah di rumah ibadah, yang menurut para ahli Taurat kegiatan itu dilarang.
Penutup
Masih banyak ketidakbaikan kecil-kecil yang seharusnya kita hindari, supaya kita jangan sampai melanggar perintah Allah dan hukum-hukum yang ditetapkan. Masih banyak kebaikan kecil-kecil yang seharusnya kita lakukan. Kalau ketidakbaikan yang kecil saja seharusnya kita hindari dan kebaikan kecil seharusnya kita lakukan, tentu lebih-lebih yang besar, yakni perintah Allah dan hukum-hukum yang ditetapkan, mutlak harus kita patuhi dan taati. Dengan begitulah, terbukti nyata jelas kelebihan dan keutamaan para pengikut Kristus yang mulia. [st]
Nyanyian: KJ 84: 3 (3x)/ 167: 10,11,12/ KK 138 (3x).
—
RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi
Pambuka
Bapak ibu lan para sedherek taksih enget kotbah dinten Minggu kepengker? (Warga mugi kaaturan wegdal paring wangsulan) Ingkang dipun kotbahaken dinten Minggu kepengker nggih menika bab sarem lan pepadhanging jagad. Kita dipun kersakaken dening Gusti Yesus nindakaken kasaenan-kasaenan linangkung saking pepaken ingkang sinerat lan katetepaken. Kados pundi contonipun menika? Kotbah dinten menika dados kalajenganing kotbah Minggu kepengker. Kotbah dinten menika dados wangsulan tumrap pitakenan menika.
Isi
Ing waosan Injil kita dinten menika cetha Gusti Yesus paring pepaken tambahan tumrap angger-anggeripun Allah. Pepaken tambahan menika dados jiwa ingkang nalesi lan nyegah panerak dhateng angger-anggeripun Allah. Pepaken tambahanipun Sang Kristus menika kaparingaken supados umat sampun ngantos nerak angger-anggeripun Allah. Awit, paukuman tumrap panerak menika awrat sanget. Ing waosan kapisan (Pangandaring Toret 30: 15-20) kasebataken bilih paukumanipun menika: bilai utawi pati utawi wewelak. Pepaken tambahanipun Sang Kristus kaparingaken supados umat sampun ngantos ngalami paukuman ingkang awrat menika. Menika ateges bilih pepaken tambahanipun Sang Kristus menika kaparingaken dhedhasar sih katresnanipun dhateng para umat. Gusti Yesus ngersakaken umatipun saged kalis saking paukuman awrat menika, saking pati ganjaraning panerak tumrap angger-anggeripun Allah.
Tumrap angger-angger “Aja memateni” Gusti Yesus muwuhi bilih saben tiyang ingkang nesu dhateng sedherekipun kedah dipun ukum. Awit, nesu menika dados jalaran wiwitan dumadining tumindak mejahi. Kain mejahi Habil, rayinipun, jalaran piyambakipun nesu. Boten wonten tumindak mejahi tanpa wonten raos nesu, dadosa ingkang mejahi tiyang sanes, utawi mejahi dhiri pribadi (bunuh diri) utawi ingkang terlibat ing tumindak mejahi.
Mekaten ugi tumindak ingkang moyoki sedherekipun, ingkang ngujari “kapir” utawi “jail” kedah dipun ukum. Kalih tembung poyokan menika gampil njalari kanepson lajeng yen muntap saged njalari tiyang nindakaken tumindak mejahi. Dados tumindak utawi pitembungan ingkang njalari tiyang sanes dados nesu, menapa malih ngantos njalari tiyang mejahi, menika kalebet piawon ingkang kedah kaukum. Saking pepakenipun Sang Kristus menika lajeng bangsa-bangsa, kalebet bangsa kita, nyepeng lan ngukum para provokator (tiyang ingkang tumindak njalari tiyang sanes nindakaken piawon). Awit saking menika, prayogi saben enjing kita ndedonga nyuwun tuntunanipun Gusti supados pitembungan lan tumindak kita sampun ngantos njalari tiyang sanes kuciwa, rugi, bilai, lara ati, nesu lan nindakaken piawon.
Karana saking menika, Gusti Yesus dhawuh bilih saderengipun kita sowan ing ngarsanipun Allah ngaturaken pisungsung, kita kinedah rerukunan langkung rumiyin menawi kita saweg cecongkrahan kaliyan tiyang sanes. Rerukunan menika kedah enggal-enggal katindakaken saderengipun cecongkrahan menika dados saya sengit ingkang njalari tiyang tumindak mejahi. Gusti boten ngersakaken cecongkrahan ing antawisipun para umat, menapa malih ing antawisipun para umat tebusanipun. Pramila saking menika, Rasul Paulus (ing waosan 2: 1 Kor. 3: 1-9) melehaken warga pasamuwan Korinta kinen manunggil, boten pecah srana nggolong-nggolongaken dhiri, dados golongan Apolos, golongan Paulus, golongan Kefas lan golongan Kristus. Sabab, gegolongan kados mekaten badhe nuwuhaken cecongkrahan lan kanepson ing antawisipun para umat.
Angger-angger angka nenem (Aja memateni) lan pepakenipun Gusti Yesus ingkang nyegah tumindak mejahi menika nedahaken saiba anggenipun Gusti Allah ngajeni gesang peparingipun. Gusti Allah boten ngersakaken patining titahipun, nadyan dhateng tiyang ingkang durjana (Yeh. 33: 11 “… Aku ora ngersakaken patine wong ala…”). Gusti Allah ngersakaken sedaya titahipun menika gesang, tetep gesang, kalebet ingkang awon, srana mratobat. Gusti Allah ngersakaken supados gesang menika kajagi murih lestantun. Nadyan pepejah menika pancen wonten kasababaken dening piawon, nanging Gusti Allah ngersakaken supados umatipun sami milih gesang srana manut miturut ing angger-anggeripun (waosan 3: Pangandaring Toret 30: 15-20). Gusti Allah ngersakaken gesanging umatipun menika kebak karukunan, katentreman, kabingahan lan kasucen.
Tumrap angger-angger “Aja laku jina” Gusti Yesus muwuhi: “Sing sapa mandeng wong wadon kanthi rasa sir, wong mau wis laku jina karo wong wadon mau ing sajroning atiné.” Panyawanging mripat dhateng tiyang sanes kanthi raos kepencut menika dados wiwitaning jalaran laku jina. Gusti ngersakaken kasucening gesanipun para umat, kasucen lan wetahing gesang bebrayatan pakaryanipun Gusti, supados sampun ngantos pegatan. Ingkang menika Gusti Yesus ngersakaken para pendherekipun ngendhaleni kanthi rosa tumrap mripat lan sedaya gegelitaning badan. Sedaya kedah dipun kendhaleni, supados sampun wonten ingkang nasaraken utawi njalari tumindaking dosa nerak angger-anggeripun Allah. Ing Injil seratanipun Mateus kasebutaken: “…yen mripatmu marakake kowe gawe dosa, cukilen lan buwangen!… yen tanganmu njalari kowe nglakoni dosa, kethoken lan buwangen!…” Tegesipun, “Iku kendhalenana kanthi rosa!”
Tumrap prentah “Aja sumpah” Gusti Yesus nandhesaken “Yen ya, kandhaa: ya; yen ora, kandhaa: ora!” Gusti Yesus ngersakaken kajujuran ingkang sejatos. Srana mekaten Gusti Yesus nedahaken margi nindakaken kasaenan (kajujuran, lsp) linangkung saking ingkang sinerat. Gusti Yesus paring tuladha bab nindakaken kasaenan nglangkungi angger-angger ingkang sinerat srana nyarasaken tiyang sakit ing dinten Sabat nalika Panjenenganipun saweg mangibadah ing griya pamujan, ingkang miturut para ahli Toret tumindak mekaten menika boten pareng.
Penutup
Taksih kathah piawon sepele ingkang sayogya kita tebihi, supados sampun ngantos kita nerak angger-anggeripun Allah lan tatanan ingkang katetepaken. Ugi taksih kathah kasaenan prasaja ingkang sayogya kita tindakaken. Menawi piawon alit kemawon kedah kita singkiri lan kasaenan alit kemawon kedah kita tindakaken, menapa malih ingkang ageng, angger-anggeripun Allah lan tatanan ingkang katetepaken, saestu kedah kanthi nyata kita tindakaken. Srana mekaten, saestu kabukten nyata kaunggulan lan kautamaning para pendherekipun Gusti Yesus ingkang mulya. Amin. [st]
Pamuji: KPK 102/ 190: 1,3,4.