Hidup Baru (Secara Etis) Sebagai Ungkapan Hidup Bersekutu dalam Kristus Khotbah Minggu 12 Agustus 2018

30 July 2018

Bulan Pembangunan GKJW / Minggu Biasa
Stola Hijau

 

 

Bacaan 1         : 1 Raja-raja 19:1-8
Bacaan 2         : Efesus 4 :25-32
Bacaan 3         : Yohanes 6:41-51

Tema Liturgis : Bersekutu dalam Kristus dan Berbagi Berkat dengan Sesama
Tema Khotbah: Hidup baru (secara etis) sebagai ungkapan hidup bersekutu dalam Kristus

 

KETERANGAN BACAAN
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

 

1 Raja-raja 19:1-8

Nabi Elia (arti nama ‘Elia’ = ‘Yahweh -lah Allah’) menempuh perjalanan pengungsian yang panjang, selama 40 hari dan 40 malam tanpa henti. Niatnya, semula, hanyalah untuk menyelamatkan diri dari ancaman pembunuhan balas dendam ratu Izebel. Mengungsi sejauh-jauhnya dari jangkauan pengejaran pasukan yang diperintahkan oleh ratu Izebel.

Dalam ketakutannya, Elia mengungsi. Dalam ketakutannya juga Elia ‘ingin mati’ di tangan TUHAN (I Raja-raja 19:3,4).

Alih-alih diakhiri hidup Elia, TUHAN justru memberinya kekuatan baru. TUHAN menyediakan makanan dan minuman di padang gurun bagi Elia. Dengan demikian, Elia diperlengkapi dengan kekuatan baru agar cukup kuat untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh dari rancangannya sendiri. Motivasi awal pengungsian dari bahaya telah diubah oleh TUHAN menjadi perjalanan yang lebih bermakna, yaitu perjalanan menuju ke gunung TUHAN: Gunung Horeb (I Raja-raja 19:8). Jadi, rangkaian panjang perjalanan yang ditempuh oleh Elia adalah dari gunung Karmel, tempat Elia bertempur dengan para penyembah dewa Baal (I Raja-raja 18:20-46), Elia menang; lalu, Elia turun dari gunung, menempuh perjalanan di padang gurun, menuju ke gunung berikutnya, yakni Gunung Horeb atau Gunung Sinai. Elia, dengan demikian, sedang menempuh perjalanan, dari puncak menuju puncak; Elia, karenanya, menjadi nabi yang berpengaruh, sejajar dengan Musa. Ke arah Gunung Horeb langkah Nabi Elia tertuju-terfokuskan.

Untuk menopang Elia secara fisik, selama menempuh perjalanan di padang gurun, Malaekat TUHAN menyediakan roti sebagai makanan dan air sebagai minumannya. Perjalanan Elia, dengan makanan dan minuman bermujizat mengingatkan orang pada perjalanan kakek moyang Israel menempuh perjalanan di padang gurun selama 40 tahun (bandingkan Bilangan 14:31-36). Beda satuan bilangannya; Bangsa Israel menempuh perjalanan di padang gurun sampai 40 tahun. Sementara itu, Elia menempuh perjalanannya menuju Gunung Horeb selama 40 hari dan 40 malam.

 

Efesus 4 :25-32

Paulus menegaskan pentingnya perubahan hidup. Hiduplah sebagai manusia baru. Setiap orang percaya kepada Yesus Kristus, dia dipanggil oleh Tuhan agar hidupnya bukan lagi hidup lama, seperti: ‘…pikirannya yang sia-sia, … pengertiannya yang gelap … bodoh … degil hati … perasaan tumpul … serakah … hidup cemar …’ (Efesus 4:17-19). Dengan istilah lain yang lebih positif, hendaklah ‘… menanggalkan manusia lama’ (Efesus 4:22), ‘…diperbaharui di dalam roh dan pikiran…’ (Efesus 4:23), dan ‘… mengenakan manusia baru…’ (Efesus 4:24).

Dalam upaya menjadi manusia baru itu, maka perihal menjadi orang percaya adalah satu perkara. Tetapi menjadi manusia baru, itulah yang terpenting. Panggilan bagi orang percaya agar hidupnya berubah oleh pembaharuan budimu, itu berarti bahwa orang percaya bukan hanya berubah statusnya atau tanda pengenal jati dirinya. Perubahan pada diri orang percaya berupa perubahan laku hidup: yakni laku hidup yang baru. Efesus 4:25-32 merupakan tanda-tanda adanya perubahan laku hidup baru pada kehidupan orang percaya, yaitu: ‘…berkata [yang] benar… marah [pun tidak] berbuat dosa …bekerja keras dengan tangannya sendiri … membagikan sesuatu kepada yang berkekurangan … perkataan yang membangun … [sejumlah karakter telah dibuang, yakni:] segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, [atau segala bentuk] kejahatan. Dengan ungkapan yang positif, orang percaya yang adalah manusia baru pasti bersikap ramah, penuh kasih mesra, dan saling mengampuni.

Proses terlahir-baru menjadi manusia baru merupakan proses yang khusus dan bisa jadi dibutuhkan waktu yang relatif lama. Di dalam perikop Efesus 4:25-32, terdapat petunjuk waktu di dalam ayat 26, yakni selama sehari (ayat 26). Kemarahan yang dialami seseorang yang sedang berproses terlahir baru adalah dinamika batin seseorang yang sedang bergulat, dari kecenderungan merusak menuju kecenderungan mengampuni. Pergulatan seperti itu berlangsung selama sehari, atau, kurang lebih duabelas jam. Selama kurun waktu sehari atau duabelas jam itulah masa penempaan diri menuju kelahiran seorang pribadi yang baru.

 

Yohanes 6:41-51

Lebih dari sekadar roti Manna, Yesus Kristus menegaskan diri-Nya adalah Roti Hidup yang turun dari sorga (Yohanes 6:48). Bahwa roti Manna telah menjadi makanan bermujizat selama perjalanan umat TUHAN di padang gurun selama 40 tahun (Keluaran 16:35), itu benar. Namun, Yesus Kristus lebih dari itu: Dialah Roti Hidup. Dia menjadi makanan bermujizat sampai hidup yang kekal.

Dari sejumlah kisah, orang mengenal secara khusus, bahwa roti Manna adalah bagaikan ‘hujan roti dari langit’ untuk orang Israel, dalam perjalanan mereka di padang gurun (Keluaran 16:4; Mazmur 78:23-24). Roti Manna diturunkan dalam kurun waktu sangat lama. Tidak pernah berhenti selama 40 tahun. Roti Manna berhenti turun sampai dengan waktu mereka makan dari hasil negeri baru itu (Yosua 5:12). Dengan kata lain, roti Manna itu sangat istimewa bagi umat Tuhan. Dan, yang lebih penting lagi adalah bahwa roti Manna yang istimewa itu tetap diberikan oleh TUHAN walaupun mereka masih saja bersungut-sungut (Bilangan 11:6 – bandingkan Nehemia 9:20).

Jadi, sedemikian bersejarah roti Manna itu, sehingga atas perintah Allah, Harun menyimpan satu gomer Manna sebagai kesaksian turun-temurun (Keluaran 16:33-34; Ibrani 9:4)

Roti Manna sangatlah istimewa. Tetapi roti Manna itu tidak lebih istimewa ketimbang Roti Hidup, yakni Yesus Kristus. Roti Manna yang adalah tanda mujizat sepanjang 40 tahun perjalanan sebuah bangsa pilihan, kemudian disempurnakan dengan kehadiran Sang Roti Hidup yang kekal. Dia memang seorang manusia, masih muda, bernama Yesus, anak Yusuf (Yohanes 6:42). Bagi para pendengar khotbah Tuhan Yesus, saat itu, Dia hanyalah seorang pemuda yang terlalu berani. Dia seolah-olah telah mengabaikan arti pentingnya roti Manna dan menggantinya dengan Roti Hidup yang kekal, yakni diri-Nya sendiri.

Yang menarik adalah bahwa ‘proklamasi-diri’ dari Tuhan Yesus, bahwa Dia adalah Roti Hidup yang telah turun dari sorga, semua itu bukanlah dalam rangka kecongkaan-manusiawi. Justru sebaliknya, bahwa penegasan diri-Nya sebagai Roti Hidup dari Sorga dalam rangka menghidupkan setiap orang, dalam rangka menguatkan manusia yang sedang menempuh perjalanan panjang di dunia (Yohanes 6:51).

 

Benang Merah Ketiga Bacaan

Perjalanan umat TUHAN menuju tanah air perjanjian yang kekal, yakni kehidupan sorgawi yang melimpah-ruah kebahagiaan-sukacita yang sempurna serta tanpa batas waktu, adalah perjalanan menempa diri bertahap-tahap sampai terbentuk pribadi yang berkarakter baru.

Makanan bagi pribadi berkarakter baru adalah roti Manna sorgawi atau Roti Hidup yang menguatkan perjalanannya menuju kehidupan yang kekal.

Pembentukan karakter manusia-baru itu berlangsung secara bertahap. Kurun waktunya berbeda-beda antara seorang dan orang lainnya; orang tertentu berproses selama 12 jam atau hanya sehari, alias sangat cepat. Sementara itu, orang lainnya berproses selama 40 hari, atau bisa jadi sampai dengan 40 tahun. Selama kurun waktu masing-masing, TUHAN Allah memfasilitasi berupa penyertaan, pemberian makanan, pemberian minum, dan atau pemberian visi perjalanan ke depan yang gemilang.

Paulus memberi peta perjalanan secara etis, di dalam Efesus, perihal menjadi manusia baru.

 

RANCANGAN KHOTBAH: Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, sila dikembangkan sesuai konteks jemaat)

 

Pendahuluan

Greja Kristen Jawi Wetan berproses menjadi gereja TUHAN yang semakin berkenan bagi Sang Kepala Gereja. Proses pembaruan diri GKJW itu berlangsung secara bertahap. Secara garis besar, proses pembaruan diri GKJW sedang dan terus berlangsung. Paling tidak terdapat 4 (empat) tahap pembaruan diri GKJW, yakni, pertama, dari tahap awal pertumbuhan, 1843 – 1931 (baptisan pertama orang-orang Jawa di Jawa Timur sampai dengan terlahir sebuah gereja yakni Majelis Agung GKJW), kedua, 1931 – 1945 (Majelis Agung GKJW berdiri sampai dengan pertobatan bersama dan pengakuan sebagai Satu Patunggilan Kang Nyawiji), ketiga, 1945 – 1987 (pematangan identitas gereja yang mandiri), keempat, 1987 – sekarang (pematangan identitas dan aktualitas gereja Tuhan di bumi Jawa Timur, mandiri dan menjadi berkat).

Isi

Sebagaimana umat Tuhan, sejak Perjanjian Lama, demikianlah kita terus berproses. Pertama, semangat kita adalah semangat menempuh perjalanan. Kita tidak berhenti di tempat. Kita merasa resah, sekiranya kita tahu bahwa gejala kemandegan terasa di dalam keluarga kita. Malahan, dalam kondisi mandeg sama sekali, mati, kita meratapinya, menangisinya.

Kita bisa saja merasa sangat lelah lahir dan batin, dalam berproses. Kita juga bisa saja merasa takut seperti Elia. Kemudian melarikan diri, bahkan benar-benar menyendiri, bujangnya pun ditinggalkannya di Bersyeba – Yehuda. Puncaknya, Elia bahkan memohon TUHAN kiranya berkenan mencabut saja nyawanya (I Raja-raja 19:4). Kendati takut dan putus asa, Elia tetap taat. Perjalanan panjang melintasi padang gurun selama 40 hari dan 40 malam pun ditempuh oleh Elia. Dia taat kepada TUHAN.

Pertarungan batinnya sangat menekan jiwa Elia sendiri. Tercekam. Serupa dengan adegan serba mencekam yang dialami oleh Yesus Kristus, saat Dia berdoa bersama dengan para murid-Nya di taman Getsemani. Takut, gentar, dan ragu melanda batinnya. Dalam hal perasaan takut mati, Elia mirip betul dengan Yesus Kristus. Ketaatannya mirip betul. Berproses-nya juga mirip betul. Kecuali saat akhirnya, berbeda sama sekali.

Kedua, berkarakter baru – menjadi pribadi berkarakter baru sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan masing-masing. Pross masing-masing bisa berlangsung cepat atau pun lambat. Berproses bisa dan boleh saja tidak serentak. Ilustrasinya mirip dengan pertumbuhan spora jamur dan benih kehidupan sebatang bambu. Kedua tumbuhan itu berpotensi bertumbuh dan berkembang. Spora jamur berlangsung sangat cepat, dalam hitungan hari. Sementara itu, benih sebatang bambu sangat lambat bertumbuh dan berkembangnya, kurun waktunya bisa sampai berbulan-bulan.Masing-masing memiliki iramanya yang khas. Karenanya, kita harus bersabar terhadap sesama.

Perihal pertumbuhan dan perkembangan karakter hidup baru, ada yang membutuhkan waktu ’12 jam’, lainnya butuh ’40 hari’, bahkan ada yang membutuhkan waktu sampai ’40 tahun’. Berproseslah terus. Bersabarlah terus terhadap sesama saudara dalam masa pertumbuhannya.

Karena itu, ketimbang memarahi sesama, lebih baik berdoalah dan dampingilah mereka. Siapa tahu, orang yang kita dampingi itu memang bertipe kuncup bambu, butuh waktu lebih panjang ketimbang kuncup tumbuhan jamur. Mungkin seseorang masih berada pada level ‘balita’. Kita harap memaklumi mereka yang baru sampai tahap pra-dewasa, karena berbagai musabab.

Proses tumbuh-kembang karakter manusia-baru itu dirinci oleh Rasul Paulus di dalam Efesus 4:25-32.

Ketiga, memfasilsitasi sesama. Atau, istilah lainnya, menyediakan kemudahan (alat, sarana, wahana, pelayanan). Memerankan diri layaknya seorang malaekat TUHAN bagi seorang Elia.

Sementara orang, mungkin, membutuhkan kawan untuk curhat (mencurahkan isi hati). Berarti kita memfasilitasi mereka dengan waktu kita, fokus perhatian kita, keterampilan kita untuk membuat kesimpulan, atau kreativitas kita untuk melihat peluang baru yang cocok bagi kawan kita. Kadang-kadang, dibutuhkan fasilitas berupa larangan. Misalnya, mencelakai diri sendiri, itu harus dilarang. Persis seperti Elia. Dia meminta mati karena takut dan putus asa. Dilarang takut. Dilarang putus asa.

Selalu berharap. Selalu ada harapan bagi orang percaya. Optimis. Bahkan lebih dari itu, seorang percaya dipanggil untuk menempuh perjalanan di padang gurun kehidupannya, menuju ke arah kemuliaan TUHAN, di puncak gunung, tempat suci, tempat persemayaman TUHAN yang Mahasuci dan Mahasempurna. Setiap orang percaya dipanggil dan diarahkan pandangannya ke depan, ke arah gunung Horeb. Menyatu dengan hadirat TUHAN.

Berjalanlah terus. Makanan disediakan oleh TUHAN. Bermujizat. Jangan khawatirkan ketiadaan makan. Dijamin cukup. Jangan khawatirkan ketiadaan minum. Dijamin cukup.

GKJW, keluarga besar. Kita menyebut keluarga besar GKJW sebagai patunggilan kang nyawiji (Mirip dengan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dalam bahasa Sansekerta. Mirip dengan ‘Pluribus Unum’ dalam bahasa Latin. Mirip dengan ‘Unity in diversity’ dalam bahasa Inggris.)

Kita saling memfasilitasi atau menyediakan kemudahan bagi sesama, bagi saudara, bagi rekan seperjalanan. Bisa jadi, diri sendiri belum kaya, belum sehat, belum pintar, belum hebat, namun pada waktu yang bersamaan kita memfasilitasi ‘Elia-Elia yang lain’.

Penutup

Berbahagialah kita karena dimampukan oleh TUHAN untuk memerankan diri sebagai utusan (malaekat) TUHAN, penyedia fasilitas (kemudahan) bagi sesama kita yang sedang menjalani perannya sebagai seorang nabi, Elia.

Kita mungkin telah mandiri di bidang dana, baiklah kita menjadi berkat dalam hal dana. Atau, kita telah mandiri di bidang daya, baiklah kita menjadi berkat dalam hal ide-ide kreatif bagi sesama.

Bisa juga kita telah mandiri di bidang teologi, baiklah kita menghadirkan kabar terbaik bagi siapapun. Kabar terbaik itu adalah bahwa TUHAN Allah adalah Bapa bagi semua anak-anak-Nya. Tanpa kecuali, anak-anak Bapa Sorgawi dikasihi-Nya dalam kapasitas (daya muat, daya serap, daya tampung) sebagai manusia balita, manusia pratama, manusia madya, manusia remaja, manusia pemuda, atau manusia dewasa penuh.

 

Nyanyian: Kidung Jemaat 426, 440, 445

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

 

Pambuka

Greja Kristen Jawi Wetan ‘berproses’ murih sangsaya sae-mbingahaken menggah Gusti Yesus pinangka Sesirahipun Greja. Proses pembaruan GKJW punika kalampahan sakedhik mbaka sakedhik, inggih punika makaten. Sepisan, tahun 1843 – 1931 (baptisan wiwitan tiyang jawi ing tanah Jawi Wetan ngantos lahiripun Majelis Agung GKJW). Kaping kalih, 1931 – 1945 (Majelis Agung GKJW lahir – pamratobat sesarengan saha pangaken pinangka greja, pinangka Patunggilan Kang Nyawiji). Kaping tiga, 1945 – 1987 (ngantepaken kadewasaning greja ingkang mandhiri). Kaping sekawan, 1987 – samangke (ngantepaken kadewasaning greja ing bumi Jawa Timur, temah mandiri lan dados lantaraning berkah tumrap tiyang kathah).

Sumangga kita berproses mematut dhiri kita murih mindhak karenan tumrap Gusti Yesus.

 

Isi

Kadosdene umatipun Gusti, wiwit Prajanjian Lami ngantos samangke, inggih makaten ugi kita, tansah ajeg berproses. Pratandha bilih kita tansah ajeg berproses inggih punika, ingkang sepisan, kita tansah semangat nglajengaken lampah. Kita boten purun mandheg. Kita rumaos goreh ing manah, menawi brayat agung kita sa-GKJW mandheg. Kita sawi getun, muwun, lajeng mratobat. Tandha tobatipun, semangat nglajengaken lampah.

Kita, kalamangsa, saged rumaos sayah lahir lan batos. Kados Elia, kita ugi saged rumaos ajrih. Lajeng miyambak – mencil, tanpa rowang, karana rowangipun ingkang setya tuhu katilar ing papan tebih, ing Bersyeba – Yehuda. Pepuntonipun malah nyuwun pejah, nyuwun kajabut-a nyawanipun dening Gusti Allah (I Para Raja 19:4). Nanging, sanadyan ajrih lan giris sanget, ugi putus asa, Elia ajeg mbangun turut dhateng Gusti Allah. Lampahipun ingkang kepara tebih, nratas ara-ara samun ngantos 40 dinten lan 40 dalu, dipun temah dening Elia. Elia sumanggem dhateng Gusti Allah.

Tarung jroning manahipun Elia. Punika saemper kaliyan getering penggalihipun Sang Kristus nalika Panjenenganipun dedonga ing taman Getsemani. Raos ajrih, sumelang, lan mangu-mangu ing batos semu nrajang manahipun Elia. Nanging, sumanggemipun Elia saemper kaliyan sumanggemipun Sang Kristus. Proses-ipun ugi saemper kaliyan proses-ipun Sang Kristus. Anjawi pungkasanipun lampah benten.

Kaping kalih, mangun wewatekan enggal, inggih punika awewatekan enggal ingkang laras kaliyan proses tuwuh lan ngrembakaipun pribadi enggal, pinta-pinta. Wonten tiyang pitados saged tuwuh lan ngrembaka kanthi sigrak, saemper kaliyan tuwuh lan ngrembakanipun spora jamur. Nanging ugi wonten pribadi sanesipun rendhet sanget tuwuhipun dan ngrembakanipun, kados tuwuhipun bung pring petung. Spora jamur tuwuh lan ngrembaka salebeting kalih dinten. Menggah bung pring petung tuwuh lan ngrembaka salebeting kalih wulan. Dados, pribadi-pribadi gadhah proses tuwuh lan ngrembaka manut irama-nipun piyambak-piyambak. Kita kedah sabar tumrap sesami kita.

Proses tuwuh lan ngrembakanipun watak gesang ingkang enggal mbetahaken wegdal 12 jam, pribadi sanesipun mbetahaken wegdal 40 dinten, malah ugi wonten pribadi sanesipun ingkang mbetahaken wegdal tuwuh lan ngrembaka ngantos 40 tahun.

Pramila, langkung prayogi kita dedonga lan nyarengi mlampah tumrap sadherek kita ingkang saweg tuwuh dan ngrembaka watak gesang enggalipun. Sampun ngantos dipun paiben, sadherek ingkang saweg tuwuh lan ngrembaka.

Menggah enering proses tuwuh lan ngrembaka-ipun watak gesang enggal kapratelakaken dening Rasul Paulus ing Efesus 4:25-32.

Kaping tiga, nyawisi-njangkepi proses tuwuh lan ngrembakanipun sesami. Wujuding pitulungan murih jengkepipun proses tuwuh lan ngrembaka saged arupi piranti-gesang mandiri, saged ugi awujud paladosan diakonis ingkang habis-pakai. Ingkang cetha, pitulungan kamaligekaken dhateng Elia, saking malaekatipun Gusti.

Kagem sawatawis sadherek, ingkang saestu dipun betahaken inggih punika rowang kagem curhat. Ateges, fasilitas ingkang kacawisaken inggih punika wegdal kita, kawigatosan kita, kaprigelan kita nlesih underaning tembung, nlesih underaning ukara, lan underaning sedya, temahan sadherek ingkang kita pirengaken curhat-ipun saged uwal saking pepetenging manahipun, lan nampi-a pepadhang ing manah lan nalar-budinipun. Tumrap sadherek ingkang pijer was sumelang, kajagi-a murih tetep nglajengaken lampah, ngener dhateng pangayunanipun Gusti Allah ingkang maha asih darma.

Tansah ajeg angajeng-ajeng. Tansah ngurip-urip pangajeng-ajeng ing manahipun para pitados. Optimis. Sumangga, kita genahaken dhateng sadherek kita, bilih enering lampah kita namung satunggal, inggih punika kasucen lan kasampurnan dalah kaagunganipun Gusti Allah ingkang mahasuci, inggih punika gunung Horeb.

Ngener lumampah. Tedhan kacawisaken dening Gusti Allah. Sadaya punika ngeram-eramaken. Kasisihna raos was sumelang. Tinuwukaken dening Gusti Allah.

GKJW, brayat agung. Kita mastani brayat agung kita punika pinangka patunggilan kang nyawiji. Punika nunggil makna kaliyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ – ing basa Sansekerta. Utawi, ing tembung sanes, ing basa Latin kasebat Pluribus Unum. Punika ugi nunggil makna kaliyan tetembungan ing basa Inggris, Unity in Diversity.

Sumangga, kita sami anjangkepi – nyawiskaken piranti punapa kemawon ingkang tundhanipun saged nyantosakaken sadherek kita, anggenipun nglajengaken lampahing gesangipun. Saged ugi, kita piyambak dereng gadhah bandha kathah, utawi, saged ugi kita piyambak taksih saweg sakit, taksih winates kasagedan kita, nanging kita kaatag lan kasagedaken dening Gusti Allah anjangkepi – nyawisaken piranti punapa kemawon kagem ‘Elia-Elia candhakipun’.

 

Panutup

Rahayu tumrap kita, awit kita sami kasagedaken dening Gusti Allah nindakaken paladosan pinangkak utusan (malaekat) saking Gusti Allah, saperlu nyawisaken uba rampe dalah piranti ingkang kabetahaken dening sesami kita ingkang saweg nindakaken pakaryan-paladosan nunggak-semi Sang Nabi Elia.

Kita saged ugi sampun sami saged mandhiri babagan dana, menawi makaten, sumangga kita sami dados sarananing berkahipun Gusti Allah kaedum dhateng para sadherek ingkang kacingkrangan ing babagan dana. Utawi, kita kaparingan kanugrahan ing babagan kalantipaning pikiran lan kreativitas, seumangga kita ugi sami rila dados lantaraning berkah tumrap para sadherek ingkang betahaken kreativitas wau.

Utawi saged ugi kita sampun mandhiri ing babagan teologi, sumangga kita martosaken-mujudaken pawartos rahayu, Injil, dhateng sinten kemawon. Pawartos rahayunipun, inggih punika, bilih Gusti Allah kepareng rawuh ing jagad lan karsa dados RAMA-nipun saben tiyang ingkang sami kangen dhateng Panjenenganipun. Wondene para putra wau pranyata benten-benten, punika benten-bentening kawontenan, kadosdene ing brayat, ramanipun sami-satunggal, nanging para putranipun wonten ingkang saweg ‘balita’, utawi ‘pratama’, utawi ‘madya’, taksih saweg ‘remaja’, ‘pemuda’, utawi wonten ingkang sampun dewasa.

 

Pamuji: KPK. 91, 101

 

Renungan Harian

Renungan Harian Anak