Ingin Hidup Rohani Kuat? Ubahlah Putus Asa menjadi Kasih! Khotbah Minggu 11 Agustus 2024

29 July 2024

Minggu Biasa | Bulan Pembangunan GKJW
Stola Hijau

Bacaan 1: 1 Raja-raja 19 : 4 – 8
Mazmur: Mazmur 34 : 1 – 8
Bacaan 2: Efesus 4 : 25 – 5 : 2
Bacaan 3: Yohanes 6 : 35, 41 – 51

Tema Liturgis: GKJW Bersatu Membangun Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema Khotbah: Ingin Hidup Rohani Kuat? Ubahlah Putus Asa menjadi Kasih! 

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah) 

1 Raja-raja 19 : 4 – 8
Kisah ini dimulai dengan Elia yang melarikan diri dari Izebel karena takut akan nyawanya. Dia pergi ke padang gurun dan merasa sangat putus asa. Di tengah perjalanan, Elia memohon kepada Tuhan untuk mencabut nyawanya, ia merasa bahwa tugasnya sebagai nabi sudah selesai dan hidupnya tidak lagi memiliki makna. Namun, Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk memberi makan dan minum kepada Elia, hal ini memperlihatkan bahwa Tuhan masih mempunyai rencana dan tujuan untuk hidup Elia.

Setelah mendapatkan kekuatan dari makanan yang diberikan oleh malaikat Tuhan, Elia melakukan perjalanan panjang ke gunung Horeb, tempat perjumpaannya dengan Tuhan. Di sana, Tuhan menunjukkan diri-Nya kepada Elia bukan dalam angin kencang, gempa bumi, atau api, tetapi dalam suara yang halus dan lembut. Ini mencerminkan bahwa Tuhan hadir bukan hanya dalam kekuatan besar atau kehebatan, tetapi juga dalam kelembutan dan ketenangan. Tuhan berbicara kepada Elia, menegaskan bahwa masih ada pekerjaan yang harus Elia lakukan dan mengingatkannya bahwa masih banyak orang yang setia kepada Tuhan. Elia kemudian diberi petunjuk untuk mengurapi Hazael sebagai raja Aram, Yehu sebagai raja Israel, dan Elisa sebagai nabi penggantinya.

Kisah 1 Raja-raja 19 mengajarkan tentang kasih dan pengasuhan Tuhan dalam saat-saat sulit, menyoroti bahwa Tuhan dapat memberikan kekuatan dan arahan kepada hamba-hamba-Nya bahkan ketika mereka merasa lemah dan putus asa. Ini juga menunjukkan bahwa Tuhan bekerja melalui cara yang mungkin tidak kita duga. Kita perlu tetap percaya dan taat pada-Nya dalam setiap situasi.

Efesus 4 : 25 – 5 : 2
Surat Paulus kepada Jemaat di Efesus adalah salah satu surat yang terdapat dalam Perjanjian Baru. Surat ini, juga dikenal sebagai “Efesus,” yang ditulis oleh Rasul Paulus selama masa tahanan rumahnya di Roma, sekitar tahun 60-62 M.

Efesus 4:25-32, Paulus mulai dengan menegaskan pentingnya kejujuran dan menjauhi kebohongan dalam hubungan sesama. Ia mengingatkan Jemaat Efesus untuk mengendalikan amarah, tidak memberi tempat bagi setan, dan berbicara dengan kata-kata yang membangun. Ia juga menyarankan agar Jemaat Efesus menghilangkan kebencian, kemarahan, dan kekejaman dari hati mereka. Sebaliknya, Paulus mendorong Jemaat Efesus untuk hidup saling mengasihi dan mengampuni, seperti Tuhan juga mengampuni mereka.

Efesus 5:1-2, Paulus melanjutkan dengan mengajak Jemaat Efesus meniru Allah sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya. Ia menekankan bahwa kehidupan orang percaya harus dicirikan oleh kasih, sebagaimana Kristus juga telah memberikan diri-Nya sebagai persembahan dan kurban bagi kita. Paulus menekankan bahwa hidup dalam kasih adalah bentuk ibadah yang sesungguhnya.

Dalam konteks ini, perlu dicatat bahwa surat ini ditujukan kepada Jemaat Efesus yang hidup dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh berbagai budaya dan agama. Paulus memberikan ajaran moral dan etika untuk membimbing orang percaya berjalan dengan Tuhan dan hidup sebagai salinan Kristus di tengah-tengah masyarakat yang mungkin memiliki nilai-nilai yang berbeda. Konteks ini memberikan pengertian lebih dalam tentang pentingnya hidup yang jujur, penuh kasih, dan sesuai dengan karakter Kristus dalam komunitas orang percaya di Efesus.

Yohanes 6 : 35, 41 – 51
Pengajaran dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Yohanes 6 melibatkan banyak kisah penting dalam pelayanan Yesus, terutama dalam konteks mukjizat perjamuan roti dan ikan yang terkenal.

Yesus menyampaikan pengajaran tentang diri-Nya sebagai “Roti Hidup.” Ini adalah bagian dari perbincangan-Nya setelah mukjizat pemberian makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan. Yesus menggunakan pernyataan ini untuk mengajarkan bahwa Ia adalah sumber kehidupan yang sejati dan orang yang datang kepada-Nya dengan iman tidak akan pernah merasa kekurangan.

Di sini, kita melihat reaksi orang-orang Yahudi yang mendengar ajaran Yesus. Mereka terkejut dan sulit menerima klaim Yesus bahwa Ia datang dari surga. Mereka mengenal-Nya sebagai Yesus bin Yusuf, dan mereka tidak bisa memahami atau menerima klaim-Nya sebagai “roti yang turun dari surga.” Yesus terus menjelaskan bahwa “roti hidup” yang Ia tawarkan adalah daging-Nya sendiri yang akan diberikan untuk hidup dunia. Ini adalah pernyataan yang mengarah kepada kematian-Nya di kayu salib untuk menebus dosa dan memberikan hidup kekal bagi orang yang percaya kepada-Nya.

Konteks sejarah ini menunjukkan bahwa ajaran Yesus dalam Yohanes 6 berkaitan dengan klaim-Nya sebagai sumber kehidupan yang sejati, dan bagaimana reaksi orang-orang pada waktu itu terhadap pengajaran dan mukjizat-Nya. Ia menyajikan diri-Nya sebagai jawaban atas kebutuhan rohaniah dan kekal manusia, tetapi tidak semua orang dapat menerima dan memahami ajaran ini.

Benang Merah Tiga Bacaan:
Berikut adalah beberapa tema utama yang dapat ditemukan dalam ketiga bacaan ini:

  1. Kehidupan Rohaniah dan Ketekunan dalam Kesulitan
    Kisah Elia yang putus asa dan ingin mati, tetapi Tuhan memberinya kekuatan melalui makanan yang diberikan oleh malaikat. Ini menunjukkan bahwa dalam kesulitan dan kelelahan, Tuhan memberikan kekuatan dan dukungan bagi hamba-hamba-Nya. Paulus memberikan ajaran etika dan moral kepada jemaat Efesus, menekankan pentingnya hidup jujur, berdamai, dan hidup dalam kasih. Hal ini mencerminkan panggilan untuk menjalani kehidupan rohaniah dengan terus-menerus memperbaiki diri dan hidup dalam kesetiaan kepada Kristus. Yesus menyatakan diri-Nya sebagai “roti hidup” yang memberikan kehidupan kekal. Pesannya menunjukkan ketika kita datang kepada-Nya dengan iman, kita akan diberikan hidup yang sejati dan memuaskan. Ia juga mengajarkan tentang pentingnya menerima-Nya dan hidup dalam persekutuan yang erat dengan-Nya.
  2. Transformasi Hati dan Karakter
    Elia mengalami transformasi dari putus asa menjadi kekuatan melalui intervensi Tuhan. Ini mencerminkan kemampuan Tuhan untuk mengubah hati dan memberdayakan hamba-hamba-Nya. Paulus menekankan transformasi hati dengan menyingkirkan sifat-sifat yang tidak pantas dan mengenakan sifat-sifat baru yang mencerminkan karakter Kristus. Ini adalah panggilan untuk hidup dalam transformasi rohaniah. Yesus berbicara tentang penerimaan-Nya sebagai “roti hidup” yang memberikan hidup kekal. Ini melibatkan transformasi hati dan hidup yang baru dalam persekutuan dengan-Nya.
  3. Hidup dalam Kasih dan Kepercayaan
    Elia mengalami kasih dan perawatan Tuhan dalam saat-saat sulitnya. Paulus menekankan hidup dalam kasih, mengampuni, dan meniru Kristus. Hidup ini mencerminkan kepercayaan kepada Tuhan. Yesus menawarkan diri-Nya sebagai tindakan kasih dan hidup yang memberikan kepercayaan yang penuh arti.

Dengan memahami benang merah ini, dapat dilihat ketiga bacaan tersebut memberikan perspektif yang kaya tentang perjalanan rohaniah, transformasi hati, dan hidup dalam kasih dan kepercayaan kepada Tuhan.

Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)

Pendahuluan
Untuk pertama kalinya seorang bapak, sebut saja namanya Pak Epes, pergi memancing di tepi danau. Ia menunggu di situ lama sekali dengan hati berdebar-debar, namun tak juga kelihatan ada seekor ikan pun yang terkail. Seorang pengail yang duduk di sebelahnya berkata, “Umpan yang kamu berikan tak benar, ikan-ikan di sini hanya menyukai umpan yang baunya harum.”
Pak Epes segera pergi membeli umpan itu di toko peralatan pancing yang letaknya tak seberapa jauh dari situ. Ia membeli dan memasang umpan itu seperti yang disebut pengail tadi, tetapi hasilnya tetap nihil, tiada seekor ikan pun yang makan umpan dan terpancing. Seorang kakek mengatakan kepadanya, “Mengail ikan harus menggunakan umpan hidup!” Pak Epes pun segera pergi membeli cacing, namun sampai matahari turun pada senja hari masih juga tak kelihatan ada seekor ikan pun yang tertangkap kailnya. Maka itu, Pak Epes akhirnya dengan geram mengeluarkan uang sebesar Rp. 20 ribu dari sakunya, lalu langsung melemparkannya ke dalam kolam itu sambil berkata, “Aku benar-benar sudah tak ada jalan lainnya lagi, kalian ingin makan apa, ya belilah sendiri menurut selera masing-masing!”

Isi
Hari ini kita akan merenungkan tiga bacaan Alkitab yang mengajarkan kepada kita tentang hidup rohaniah yang kuat di tengah-tengah tantangan kehidupan. Melalui kisah Elia, ajaran Paulus kepada jemaat Efesus, dan pengajaran Yesus tentang diri-Nya sebagai “roti hidup”. Kita akan belajar bagaimana kita dapat menghadapi keputusasaan, hidup dalam transformasi rohaniah, dan menjalani kehidupan yang penuh kasih dan kepercayaan kepada Tuhan.

  1. Mengatasi Keputusasaan (1 Raja-raja 19:4-8):
    Kehidupan pelayanan Elia yang mulia diikuti oleh keputusasaan dan kelelahan. Tuhan hadir dalam saat-saat sulit kita, memberikan kekuatan melalui malaikat-Nya. Dalam keputus-asaan kita dapat menemukan kekuatan dan dukungan di hadapan Tuhan.
  2. Transformasi Hati dan Karakter (Efesus 4:25-5:2):
    Paulus menyerukan perubahan dalam perilaku dan karakter kita. Hidup dalam kebenaran, mencintai dengan kasih yang tulus, dan meniru Kristus. Hidup rohaniah melibatkan transformasi hati yang terus-menerus.
  3. Hidup dalam Kasih dan Kepercayaan (Yohanes 6:35, 41-51):
    Yesus sebagai “roti hidup” memberikan hidup yang kekal. Panggilan untuk setiap orang percaya datang kepada-Nya dengan iman dan hidup dalam persekutuan yang erat. Hidup rohaniah yang kuat adalah hidup dalam kasih dan kepercayaan kepada Kristus.

Bagaimana penerapan praktis dari ketiga pengajaran tersebut di atas dalam kehidupan sehari-hari kita?

  1. Berdoa di tengah kesulitan: Dalam keputusasaan, kita harus berdoa dan mencari kehadiran Tuhan Allah.
  2. Transformasi hati: Kita mau mengevaluasi karakter dan sikap kita, bersedia untuk berubah sesuai dengan kehendak Tuhan.
  3. Kasih dan kepercayaan: kita mau membangun hidup rohaniah yang kuat dengan hidup dalam kasih terhadap sesama dan kepercayaan yang dalam kepada Yesus Kristus.

Penutup
Belajar dari ilustrasi Pak Epes di atas, kadang kala kita juga pernah ada dalam situasi keputusasaan yang berujung pada tindakan yang tidak masuk akal dan sia-sia. Namun melalui ketiga bacaan tersebut di atas, kita diingatkan agar memiliki hidup rohaniah yang kuat, yang melibatkan penguatan Tuhan dalam keputusasaan, melakukan transformasi hati, dan hidup dalam kasih serta kepercayaan kepada Yesus Kristus.

Masih dalam kerangka Bulan Pembangunan GKJW, dengan kenyataan berbagai tantangan yang ada pada pelayanan di lingkup jemaat kita masing-masing, Majelis Daerah, maupun Majelis Agung. Pertanyaan yang wajib kita renungkan bersama maupun pribadi: “Masihkah kita nyaman hidup berpelayanan dalam keputusasaan, saat masalah terus datang dan seakan tidak mampu kita selesaikan?” Mari kita ubah putus asa menjadi kasih! Marilah kita bersama-sama meresapi firman-Nya dan membiarkan Roh Kudus membimbing kita menuju hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya. Amin. [tes].

 

Pujian: PKJ. 105  Gereja Bagai Bahtera

 

Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)

Pambuka
Wonten ing wekdal ingkang nembe sepisan, pak Epes mekaten dipun sebat asmanipun, tindak mancing ing pinggiring blumbang. Piyambakipun ngrantos dangu sanget klayan manah ingkang was-was, nanging mboten ketingal ulam ingkang kenging pancingipun. Priyantun ingkang lenggah ing sisihanipun paring atur: “Umpan panjenengan kangge mancing ulam ing ngriki klintu pak, ulam-ulam ing ngriki remen umpan ingkang wangi gandanipun.” Pak Epes enggal tindak tumbas umpan ing bedag piranti pancing ingkang mboten tebih saking panggenanipun mancing kalawau. Piyambakipun tumbas lan masang umpan kados ingkang dipun aturaken priyantun kalawau. Nanging kasunyatanipun tetap mboten wonten asilipun, mboten wonten satunggal ulam punapa kemawon ingkang marani pancingipun. Ing sakcelakipun pak Epes, wonten si mbah Kakung dawuh dhateng pak Epes: “Mancing iwak kuwi kudu nganggo umpan sing urip, Le!”. Pak Epes enggal tumbas cacing, nanging ngantos srengenge angslup, dereng wonten satunggal ulam punapa kemawon ingkang kecepeng pancingipun. Pramila pak Epes gemes, piyambakipun lajeng ngedalaken arta kalih dasa ewu saking kesakipun, nguncalaken arta kalawau dhateng blumbang lan paring ujar: “Aku wis satemene ora duwe dalan liya, nek kowe arep mangan, ya wis tukua dewe saksenengmu kono ya …!”

Isi
Dinten punika kita badhe reraos tigang waosan Kitab Suci ingkang mratelakan dhateng kita sami bab gesang karohanen ingkang kiyat ing satengahing pakewed pigesangan punika. Lumantar cariyos nabi Elia, piwucal rasul Paulus dhateng pasamuwan Efesus, saha piwucalipun Gusti Yesus bab “Roti Panguripan”, kita badhe sinau kadospundi kita saged tatag, mboten semplah, gesang ing salebeting transformasi (ewah-ewahing) karohanen, lan nglampahi gesang kebak katresnan lan kapitadosan dhumateng Gusti Allah.

  1. Uwal saking Manah ingkang Semplah (1 Para Raja 19:4-8):
    Gesang peladosan nabi Elia ingkang mulya, mboten saged uwal saking manah ingkang semplah saha sayah. Gusti Allah rawuh ing satengahing pakewed kita, maringaken kakiyatan miyos malaikatipun. Ing salebeting semplahing manah, kita saged manggihaken kakiyatan dan karosan ing ngarsanipun Gusti.
  2. Transformasi (Ewah-ewahing) Manah lan Patrap (Efesus 4:25-5:2):
    Rasul Paulus paring piweling tumrap ewah-ewahing tumindak lan patrap kita. Gesang ing salebeting bebener, nresnani kanthi tresna ingkang tulus, nuladha Kristus. Gesang karohanen tansah ing pangewahing manah salaminipun.
  3. Gesang Salebeting Katresnan lan Kapitadosan (Yokanan 6:35, 41-51):
    Gusti Yesus minangka “Roti Panguripan” maringi kita gesang langgeng. Timbalan kangge kita dumugi ing ngarsan-Ipun kanthi iman, gesang ing salebeting patunggilan ingkang raket. Gesang karohanen ingkang kiyat punika gesang ing salebeting katresnan lan kapitadosan ing Sang Kristus.

Kadospundi anggenipun kita nindakaken tigang piwucal punika ing salebeting gesang padintenan kita?

  1. Ndedonga ing sajroning pakewed: salebeting manah ingkang semplah, kita tansah ndedonga lan pinanggihan ing ngarsanipun Gusti.
  2. Pangewahing manah: kita purun evaluasi (titi priksa) patrap lan tumindak kita, tansah sedya ngewahi punika cunduk kaliyan karsanipun Gusti.
  3. Katresnan lan kapitadosan: kita tansah nindakaken gesang karohanen ingkang kiyat kanthi gesang ing katresnan tumrap sesami lan kapitadosan dhumateng Sang Kristus kanthi setya tuhu.

 

Panutup
Sinau saking cariyos pak Epes ing inggil, sawetara wekdal kita ugi nate wonten ing kahanan manah ingkang semplah, ingkang ndadosaken kita nindakaken tumindak ingkang mboten bener lan muspra. Nanging saking tigang waosan punika, kita mangertos gesang karohanen ingkang kiyat, inggih punika tansah gumantung kaliyan kakiyatan saking Gusti. Ing salebeting manah ingkang semplah, pangewahing manah, kita tetep gesang ing katresnan lan kapitadosan dhumateng Gusti Yesus.

Taksih ing salebeting sasi Pambangunan GKJW kanthi kasunyatan sakathahing reribeting ing peladosan lingkup pasamuwan kita piyambak-piyambak, Majelis Daerah, Majelis Agung. Ingkang dados pitakenan ingkang kedah kita wangsuli ing manah kita sesarengan saha pribadi: “Punapa kita taksih ngraosaken tentrem rahayu ing peladosan salebeting manah ingkang semplah, rikala prekawis tansah dugi lan kadosipun kita mboten sagah ngrampungaken?”

Sumangga kita ngewahi manah ingkang sempah dados katresnan! Sumangga kita sesarengan ngresepi Sabdanipun Gusti saha mapanaken Sang Roh Suci ing salebeting gesang kita miturut pangrehipun Gusti. Amin. [tes].

 

Pamuji: KPJ. 338 : 1, 2  Greja Prasasat Baita

Renungan Harian

Renungan Harian Anak