Hut Ke-79 RI
Stola Putih
Bacaan 1: Ayub 13 : 1 – 19
Mazmur: Mazmur 34 : 9 – 15
Bacaan 2: Yohanes 4 : 7 – 26
Bacaan 3: –
Tema Liturgis: GKJW Bersatu Membangun Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema Khotbah: Merdeka dari Tekanan
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Ayub 13 : 1 – 19
Ayub mengalami tekanan berat dari para sahabatnya. Konsep orang yang dihukum Allah adalah orang yang bersalah dan berdosa ada dalam pikiran para sahabat Ayub. Karena pandangan ini, Ayub ditekan agar dia bertobat dan mengakui kesalahannya di hadapan Tuhan. Karena merasa tidak bersalah, Ayub membela dirinya dan berani mengatakan, “Berapa besar kesalahan dan dosaku?” (Ay. 23 ). la berani bertanya kepada Tuhan, agar Tuhan melihat dengan adil dan benar masalah Ayub. Ayub berani berkata demikian karena ia telah hidup benar dan saleh di hadapan Tuhan. Ia marah kepada teman-temannya yang telah memojokkan dan menuduhnya telah melakukan dosa tersembunyi. Ayub berani mempertanggungjawabkan hidupnya secara terbuka di hadapan Tuhan.
Kemarahan Ayub dilontarkan dengan mengatakan bahwa teman-temannya sebagai tabib palsu yang tidak mau menolong sakitnya, tuduhan mereka adalah dusta (Ay. 4), sebaliknya jika mereka tidak tahu kebenaran sesungguhnya, sebaiknya mereka tutup mulut saja (Ay. 5). Ayub berharap agar mereka jangan mencatut nama Allah untuk meneguhkan pandangan akan keberdosaan dirinya (Ay. 7-8). Pada akhirnya Ayub balik mengingatkan kepada para sahabatnya bahwa Allah tidak bisa ditipu. Ia berharap keadilan Allah. Seperti seorang pengacara yang baik, Ayub menyiapkan pembelaannya (Ay. 18a), dan yakin bisa memenangkan perkaranya (Ay. 18b).
Yohanes 4 : 7 – 26
Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang samaria, hal ini disebabkan sejarah kelam masa lalu yang terus disimpan turun-temurun. Perseteruan itu dimulai tahun 720 SM ketika Asyur berhasil merebut Kerajaan Israel Utara dengan ibu kota Samaria. Sebagian besar penduduk Samaria diangkut ke tempat lain, sedangkan wilayah Samaria didatangkan orang-orang dari luar Samaria. Orang-orang yang tertinggal berbaur dan saling kawin mengawinkan. Itulah pelanggaran yang tak terampuni menurut orang Yahudi. Ada pandangan yang ekstrim jika ada orang Yahudi yang kawin dengan orang non Yahudi, keluarga akan segera mengadakan upacara penguburan yang menandakan orang itu dianggap sudah mati.
Berbeda dengan Kerajaan Israel Selatan dengan ibukota Yerusalem, Kerajaan itu juga kalah perang melawan Babel dan penduduknya juga diangkut ke sana, namun mereka bisa mempertahankan kemurnian keyahudiannya. Setelah 70 tahun di bawah tekanan Babel dan Persia, orang Yahudi bisa kembali ke negaranya di bawah pimpinan Ezra dan Nehemia. Ketika orang buangan sampai ke Yerusalem dan akan membangun Bait Suci yang hancur, orang Samaria menawarkan bantuan namun ditolak, karena orang Samaria sudah dianggap kehilangan warisan keyahudiannya. Dan menurut orang Samaria, hal ini adalah suatu penghinaan berat. Kemarahan orang Samaria dilampiaskan dengan melawan orang Yahudi, yang terjadi pada tahun 450 SM sampai dengan zaman Yesus.
Jarak antara Israel Utara dan Israel Selatan kurang lebih 200 Km, dari antara jarak itu, daerah Galilea berada di sebelah utara dan Yudea berada di sebelah selatan, sedangkan Samaria berada di tengah-tengahnya. Yesus dari Yudea akan ke Galilea. Orang Yahudi tidak mau lewat Samaria, mereka lebih suka memilih jalan memutar menyeberangi sungai Yordan, lalu menyeberang lagi sampai ke Galilea. Jarak tempuhnya 6 hari, namun jika melewati Samaria hanya membutuhkan waktu 3 hari. Peristiwa dialog Yesus dengan perempuan Samaria tersebut tidak hanya dialog teologis, tetapi juga mempersatukan bangsa Israel yang terkoyak selama beratus-ratus tahun. Perempuan itu tidak disukai oleh orang Yahudi dan masyarakat sekitarnya. Pertemuan perempuan itu dengan Yesus mengubah cara pandang semua orang.
Yesus orang Yahudi mau berbincang dengan perempuan Samaria yang sebenarnya merupakan pantangan berat. Biasanya kaum perempuan mengambil air pada pagi hari atau sore hari secara bersama-sama, tetapi perempuan itu mengambil air pada siang hari dan ia sendirian untuk menghindari orang lain (Ay. 6 ). Ia menyadari bahwa banyak orang tidak menyukainya, karena kehidupan moralnya. Ia hidup dengan laki-laki lain tanpa ikatan perkawinan (Ay. 18). Tekanan hidupnya ganda, sebagai perempuan Samaria, ia tidak disukai oleh orang Yahudi. Karena moralnya, ia juga tidak disukai masyarakatnya sendiri. Tetapi Yesus tidak membencinya, walaupun juga tidak berkompromi dengan dosa yang ia lakukan. Yesus memberi kesempatan kedua pada perempuan Samaria itu. Yesus dengan sengaja melintasi daerah Samaria untuk menemui perempuan yang sesungguhnya membutuhkan air hidup lebih dari air untuk kelangsungan hidup jasmaninya (Ay. 4, 7).
Benang Merah Dua Bacaan:
Tekanan hidup menjadikan seseorang tidak nyaman hidupnya. Tekanan hidup bisa terjadi dari dalam maupun dari luar diri. Dari dalam diri, misalnya kesalahannya sendiri sehingga orang lain menghukumnya secara sosial. Sedangkan dari luar adalah tekanan dan kebencian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar karena tidak menyukai orang tersebut berdasarkan warna kulit, ras, golongan maupun agama. Selain tidak nyaman, tekanan hidup menjadikan hidup tidak bebas, tidak merdeka. Ayub dan perempuan Samaria memperoleh kemerdekaan mereka karena percaya kepada Tuhan Sang pemberi kehidupan sejati.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(İni hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Hari ini Sabtu, 17 Agustus 2024, terlebih dahulu saya mengucapkan selamat memperingati hari kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia. Untuk menyemangati ibadah kita hari ini marilah kita pekikkan: Merdeka… Merdeka… Merdeka… Tentu kita bersyukur atas anugerah kemerdekaan yang diberikan Tuhan kepada bangsa Indonesia. Pertanyaan esensial, apakah kita sudah benar-benar sudah merdeka? Apakah kita sudah terbebas dari penjajahan?
Ada seorang yang mempunyai seekor burung Beo. Burung tersebut dilatih dalam berbagai ucapan manusia, salah satunya adalah mengucapkan Merdeka… merdeka… merdeka. Karena si pemilik burung Beo itu mengajarinya maka setiap bulan Agustus, burung Beo itu bisa mengeluarkan ucapan itu. Banyak orang kagum atas kepandaian burung Beo itu, dan banyak orang yang tertawa karena lucu. Tetapi mereka tidak sadar bahwa burung beo itu tidak merdeka karena ia tetap berada dalam sangkar. Ia berada dalam kungkungan sangkar. Ia tidak bisa menikmati alam sebagai habitatnya. Berada dalam sangkar seindah apapun pasti tidak nyaman jika hidup dalam tekanan. Semoga kita tidak seperti burung Beo tersebut.
Isi
Dalam bacaan yang kedua, dikisahkan perempuan Samaria yang mengalami tekanan batin yang mendalam. Hidupnya tidak merdeka karena ada dosa yang disembunyikan. Ada dua tekanan hidup yang dialaminya: Pertama, sebagai perempuan yang moralnya cacat, dia tidak disukai oleh masyarakat di sekitarnya. Kedua, sebagai orang Samaria, dia dibenci oleh orang Yahudi. Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria. Hal ini disebabkan sejarah kelam masa lalu yang terus disimpan turun-temurun. Perseteruan itu di mulai tahun 720 SM ketika Asyur berhasil merebut Kerajaan Israel Utara dengan ibu kota Samaria. Sebagian besar penduduk Samaria diangkut ke tempat lain, sedangkan wilayah Samaria didatangkan orang-orang dari luar Samaria. Orang-orang yang tertinggal berbaur dan saling kawin mengawinkan. Itu merupakan pelanggaran yang tak terampuni menurut orang Yahudi. Ada pandangan yang ekstrim jika ada orang Yahudi yang kawin dengan orang non Yahudi, maka keluarga orang itu akan segera mengadakan upacara penguburan yang menandakan orang itu sudah dianggap mati.
Berbeda dengan Kerajaan Israel Selatan dengan ibukota Yerusalem. Kerajaan itu juga kalah perang melawan Babel dan penduduknya juga diangkut ke sana, namun mereka bisa mempertahankan kemurnian keyahudiannya. Setelah 70 tahun di bawah tekanan Babel dan Persia orang Yahudi bisa kembali ke negaranya di bawah pimpinan Ezra dan Nehemia. Ketika orang buangan sampai ke Yerusalem dan akan membangun Bait Suci yang hancur, orang Samaria menawarkan bantuan namun ditolak, karena orang Samaria sudah dianggap kehilangan warisan keyahudiannya. Menurut orang Samaria, hal ini adalah suatu penghinaan berat. Kemarahan orang Samaria dilampiaskan dengan melawan orang Yahudi, yang terjadi pada tahun 450 SM sampai dengan zaman Yesus.
Bagian bacaan pertama: Kemarahan Ayub dilontarkan dengan mengatakan bahwa teman-temannya sebagai tabib palsu yang tidak mau menolong sakitnya, tuduhan mereka adalah dusta. Sebaliknya jika tidak tahu kebenaran sesungguhnya sebaiknya mereka tutup mulut saja. Ayub berharap agar mereka jangan mencatut nama Allah untuk meneguhkan pandangan mereka akan keberdosaan dirinya. Pada akhirnya, Ayub balik mengingatkan para sahabatnya bahwa Allah tidak bisa ditipu. Ayub berharap keadilan Allah. Seperti seorang pengacara yang baik, Ayub menyiapkan pembelaannya dan yakin bisa memenangkan perkaranya.
Penutup
Secara yuridis Indonesia sudah merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945, sudah cukup lama Indonesia merdeka, 79 tahun. Kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan para pendahulu kita yang harus memanggul senjata, berperang melawan penjajah, kehilangan harta benda, keringat, air mata bahkan darah harus tercurah demi pertiwi yang dicintainya. Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun dan Jepang 3,5 tahun. Sadar akan semua ini, para pejuang kita berjuang dengan pengorbanan yang tinggi, yang dilakukan tanpa pamrih, tulus, ikhlas agar rakyat Indonesia bisa merdeka, bebas dari tekanan hidup, dan bebas dari penderitaan berkepanjangan.
Sekarang kita berjuang untuk mengisi kemerdekaan ini dengan membebaskan diri dari kemiskinan, kebodohan, sakit penyakit, sehingga di Indonesia tercipta perdamaian, keadilan, kemakmuran. Kebebasan dan kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari penjajah tetapi diraih dengan perjuangan dan pertumpahan darah, karena itu hendaknya kebebasan tidak kita isi dengan hal-hal negatif, sehingga menjadi kebablasan dalam laku hidup kita.
Di dalam Kristus kita sudah dimerdekakan, sebagai orang kemerdekaan itu, kita harus membuang tabiat-tabiat buruk dan belenggu dosa. Memang kuasa kegelapan tidak menginginkan agar kita hidup bahagia. Iblis menginginkan hidup kita terpuruk, maka dengan berbagai cara Iblis akan terus menghancurkan hidup kita. Disinilah dibutuhkan kekuatan iman, kita harus terus bersandar dan berfokus kepada Kristus. Marilah saat ini, kita mengisi kemerdekaan ini dengan sungguh-sungguh hidup berkenan dihadapan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama kita. Tuhan memberkati. Amin. [Djian].
Pujian: PKJ. 97 : 1 – 2 Roh Kudus Kuatkanlah Kami
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuan piyambak)
Pambuka
Dinten punika Sabtu, 17 Agustus 2024, kita pengeti minangka dinten pahargyan Kamardikan Indonesia. Langkung rumiyen kula ngaturaken sugeng mahargya dinten Kamardikan kaping 79 Republik Indonesia. Kangge nyemangati anggen kita mangun pangibadah ing dinten punika, sumangga kita sami ngucapaken: Merdika… merdika… merdika. Tamtu kita sedaya sami saos sokur awit kanugrahan arupi kamardikan ingkang dipun paringaken Gusti Allah dhumateng bangsa Indonesia punika. Ing ngriki wonten pitakenan ingkang wigati: “Punapa kita sampun saestu mardika? Punapa kita sampun bebas saking pangawulan?”
Wonten salah satunggaling tiyang ingkang gadhah peksi Menco dipun latih ngantos saget ngucapaken sawernining tembung kalebet ngucapaken Merdika… merdika… merdika. Kathah tiyang ingkang sami kagum awit kaprigelan peksi kalawau, malah kathah ingkang gumujeng awit lucu, ananging tiyang punika kalawau mboten sadar bilih peksi punika mboten mardika, awit peksi punika kakunjara wonten ing kurungan. Piyambakipun mboten bebas gesang ing alam ingkang sejatosipun papan panggenanipun. Mapan wonten ing kurungan, endah kadosa pundi kemawon, punika mboten nyaman awit gesanganipun mboten mardika. Mugi-mugi nasib kita mboten kados nasibipun peksi Menco kalawau.
Isi
Wonten ing waosan kaping kalih, pawestri Samaria nampi tekanan batin ingkang saestu lebet, gesangipun mboten mardika awit wonten dosa ingkang dipun singitaken. Wonten kalih tekanan gesang ingkang dipun alami: Sepisan awit dados pawestri ingkang cacat moralipun, pawestri kalawau mboten dipun remeni kaliyan masyarakat ing sakupengipun. Kaping kalih, karana piyambakipun tiyang Samaria, mila dipun gethingi kaliyan tiyang Yahudi. Sesambetanipun tiyang Yahudi kaliyan tiyang Samaria mboten sae, punika awit sejarah awon ingkang terus kasimpen atusan tahun ngantos turun-temurun. Sesatron punika dipun wiwiti tahun 720 SM nalika Asyur kasil ngrebat Kraton Israel sisih Ler kanthi ibukota Samaria. Sawetawis penduduk saking Israel Ler kaangkut dhateng papan sanes, tiyang-tiyang saking sakjawining Israel dipun dhatengaken saperlu mapan ing Israel Ler. Tiyang-tiyang ingkang kentun sami kawin campur, prekawis punika miturut tiyang Yahudi salah satunggaling panerak angger-angger ingkang mboten saged dipun apunten. Malah wonten pemanggih menawi wonten tiyang Yahudi ingkang kawin kaliyan tiyang ing sakjawinipun Yahudi, keluarga nyiapaken upacara pamethaking layon ingkang mratandani bilih anggota brayat kalawau sampun tilar donya.
Benten kalian Kraton Israel sisih Kidul kanthi ibukota Yerusalem, kraton punika kawon perang kaliyan Babel lan pendudukipun ugi dipun angkut dhateng mrika, ananging piyambakipun saged nglampahi pranatan lan angger-angger Yahudi kanthi jejeg lan murni. Saksampunikan 70 tahun ing tanah pangawulanipun Babel lan Persia, tiyang Yahudi sisih Kidul saged wangsul malih dhateng negarinipun kapimpin dening Ezra lan Nehemia. Nalika tiyang-tiyang Yahudi saking tlatah pambucalan sampun dumugi Yerusalem lan badhe yasa Padaleman Suci, tiyang-tiyang Israel sisih Ler badhe paring pambiyantu ananging dipun tampik dening tiyang-tiyang Yahudi sisih Kidul punika, awit dipun anggep tiyang-tiyang kalawau sampun kecalan warisan kayahudianipun. Mireng tembung punika tiyang-tiyang Israel sisih Ler duka sanget lajeng ngawontenaken pambrontakan ing tahun 450 SM, lan terus wonten paprangan, mboten akur ngantos jamanipun Gusti Yesus.
Jarak antawisipun Israel sisih Ler lan sisih Kidul watawis 200 Km, saking antawisipun jarak punika wilayah Galilea wonten ing sisih Ler lan Yudea wonten ing sisih kidul, sawetawis Samaria wonten ing tengah-tengahipun. Gusti Yesus saking Yudea badhe tindak dhateng Galilea. Tiyang Yahudi menawi badhe kesah dhateng Galilea mboten langkung Samaria, piyambakipun langkung remen milih margi mubeng nyabrang bengawan Yarden, lajeng nyabrang malih ngantos dumugi Galilea. Jarak tempuhipun 6 dinten, sejatosipun menawi purun nglangkungi Samaria namung 3 dinten. Gusti Yesus kersa tindak nglangkungi Samaria lan kersa pinanggih kaliyan pawestri Samaria, ingkang saweg pados toya. Prastawa wawanrembag punika mboten namung wawanrembag sacara teologis, ananging ugi wonten prekawis wigati inggih punika nyatunggilaken bangsa Israel ingkang matahun-tahun crah lan sesatron. Pawestri punika dipun gething dening lingkunganipun awit cacat moralipun, lan dipun gethingi dening tiyang Yahudi awit piyambakipun tiyang Samaria. Pepanggihan kaliyan Gusti Yesus ngribah cara pikir tiyang kathah, Gusti Yesus tiyang Yahudi kersa wawanrembag kaliyan pawestri Samaria ingkang sejatosipun saestu awrat. Sampun dados padatan, para pawestri mundut toya ing wekdal injing utawi sonten lan mundut toya sesarengan kaliyan pawestri sanesipun, ananging pawestri kalawau mundut toya piyambakan lan wekdal siang saperlu nyingkiri tiyang kathah (Ay. 6). Pawestri kalawau sadar bilih kathah tiyang ingkang gething awit moralipun cacat, piyambakipun gesang kaliyan tiyang jaler tanpa ikatan perkawinan (Ay. 18). Tekanan gesangipun dobel, dipun gething tiyang Yahudi lan masyarakat sakupengipun. Ananging Gusti Yesus mboten nggething piyambakipun, senaosa ugi mboten kompromi kaliyan dosanipun. Gusti Yesus paring kesempatan ingkang kaping kalih dhateng pawestri punika. Gusti Yesus kanthi sengaja tindak nglangkungi Samaria manggihi pawestri Samaria ingkang sejatosipun mbetahaken mboten namung toya gesang kangge kalajenganing gesang sacara kajasmanen, ananging ugi karohanenipun (Ay. 4,7).
Tekanan gesang ugi dipun alami dening Ayub. Ayub nampi tekanan awrat saking para rencangipun. Konsep tiyang Yahudi bilih wonten tiyang ingkang nandhang sangsara, punika awit tumindak dosanipun, lajeng piyambakipun dipun ukum dening Allah. Konsep punika ingkang ngrasuk pikiran lan penggalihipun para rencangipun Ayub. Awit saking pemanggih ingkang mekaten punika, Ayub dipun tekan supados mratobat ngakeni kalepatanipun wonten ing ngarsanipun Gusti Allah. Awit rumaos mboten lepat, Ayub wicanten. “Sapinten to agenging kalepatan saha dosa kawula?” (Ay. 23). Piyambakipun wantun atur pitaken dhumateng Gusti Allah kados mekaten, supados Gusti Allah mirsani kanthi leres lan adil prekawis ingkang dipun sanggi piyambakipun. Ayub nepsu dhateng para rencangipun ingkang sampun mojokaken lan nuduh piyambakipun sampun nglampahi lan nyingitaken dosanipun. Ayub wantun nanggeljawabaken gesangipun secara tinarbuka wonten ngarsanipun Gusti Allah. Nepsunipun Ayub dipun aturaken kanthi wicanten bilih para rencangipun dados dhukun palsu ingkang mboten purun paring pitulungan nalika Ayub nandhang sakit, tuduhan para rencangipun namung apuskrama (Ay. 4). Kosokwangsulipun miturut Ayub menawi mboten mangertos kaleresan sak leresipun langkung prayogi menawi mendhel kemawon (Ay. 5). Ayub nyuwun dhateng para rencangipun sampun ngantos nyatut asmanipun Gusti Allah kangge nglepataken bilih piyambakipun nglampahi dosa (Ay. 7-8). Pungkasanipun Ayub lajeng ngengetaken dhateng para rencangipun bilih Gusti Allah mboten saged dipun apusi. Ayub ngajeng-ajeng kaadilanipun Gusti Allah, kadosdene pengacara ingkang sae Ayub nyawisaken pambela tumrap prekawis ingkang dipun adhepi (Ay. 18a). Ayub ugi pitados bilih piyambakipun badhe menangaken prekawisipun (Ay. 18b).
Panutup
Sacara Yuridis Bangsa Indonesia sampun mardika nalika tanggal 17 Agustus 1945, sampun cekap lami Indonesia mardika, 79 tahun. Kamardikan punika kasil perjuanganipun para pahlawan ingkang awrat sanget karana kedah manggul sanjata, kedah perang nglawan penjajah, korban donya brana, kringet, luh malah mboten sekedik ingkang tiwas belapati ibu pertiwi ingkang sanget dipun tresnani. Bangsa Indonesia dipun jajah dening Welandi 350 tahun lan Jepang 3,5 tahun. Sadar saking sedaya punika para pejuang kita sami nglawan penjajah kanthi pangorbanan ingkang inggil dipun lampahi kanthi tulus, ikhlas, tanpa pamrih supados bangsa punika uwal saking pangawulan, mardika, bebas saking tekanan lan kasangsaran tanpa winates.
Samangke kita saweg berjuang kangge ngisi kamardikan mboten manggul sanjata ananging berjuang bebasaken saking kamlaratan, kabodhohan, sakit penyakit saengga ayem tentrem, kaadilan, kamakmuran saestu dipun raosaken dening masyarakat kita punika. Kamardikan kabebasan sanes saking peparingipun penjajah ananging dipun tampi saking perjuangan lan tumetesing ludira, mila sumangga kita ngginakaken kamardikan punika kanthi sae, kita mboten ngginakaken kabebasan punika kanthi sakpikajeng kita ngantos kita ngalami kanisthan.
Wonten ing Sang Kristus kita sampun mardika saking dosa, sumangga kita bucal patrap gesang candala, culika, lan tabiat-tabiat gesang ingkang mboten cunduk kaliyan piwucalipun Gusti Yesus. Kita sami enget bilih panguwaos pepeteng mboten remen menawi kita gesang ayem tentrem. Iblis kepingin kita gesang sangsara, mila kanthi pacobenipun tansah ngudi supados gesang kita nistha. Ing kawontenan ingkang mekaten punika dipun betahaken iman ingkang jejeg, kiyat, lan terus sumendhe dhumateng Sang Kristus. Sumangga kita ngisi kamardikan punika kanthi saestu supados gesang kita tansah migunani kagem Gusti lan sesami. Gusti mberkahi kita. Amin. [Djian].
Pamuji: KPJ. 351 : 1, 2 Samangkya Kita Mardika