Minggu Biasa | Perjamuan Kudus Ekumene
Stola Putih
Bacaan 1: Yehezkiel 18 : 1 – 4, 25 – 32
Bacaan 2: Filipi 2 : 1 – 13
Bacaan 3: Matius 21 : 23 – 32
Tema Liturgis: GKJW Bersama Umat Lain Terlibat Mewujudkan Tanda-tanda Kerajaan Allah
Tema Khotbah: Perbedaan: Bukan Kompetisi Melainkan Kolaborasi
Penjelasan Teks Bacaan :
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yehezkiel 18 : 1 – 4, 25 – 32
Konteks penulisan Kitab Yehezkiel terjadi pada masa pembuangan di Babel. Tentunya disadari dengan jelas bahwa kondisi Israel pada waktu itu tidak dalam kondisi bebas karena Israel ada sebagai tawanan. Kondisi ini kecenderungan membawa mereka pada beban berat yang tidak menutup kemungkinan saling menyalahkan. Yehezkiel memulai pasal ini dengan sebuah kutipan Yeremia. Kutipan itu berkata bahwa dosa nenek moyang mereka (bukan dosa mereka) yang membuat mereka menderita di dalam pembuangan. Yehezkiel berusaha meluruskan pemahaman yang melenceng dan terlanjur mengakar dalam kehidupan umat saat itu. Yehezkiel menekankan bahwa kebenaran adalah semua orang bertanggungjawab atas dirinya sendiri – tanggungjawab akan dibalaskan sesuai perbuatannya. Yehezkiel menjelaskan maksud Allah itu melalui ilustrasi (lih. Yeh. 18:5-18).
Secara sederhana, Yehezkiel dalam pasal ini menekankan beberapa hal: (a) Setiap orang bertanggungjawab atas apapun yang ia lakukan dalam perjalanan kehidupannya. (b) Pertanggungjawaban itu berlaku karena ada hubungan secara langsung antara umat dengan Allah sehingga ada pertanggungjawaban secara langsung. (c) Perlu ada kesadaran untuk melakukan pertobatan atas segala keberdosaan yang mereka alami, sehingga mereka beroleh keselamatan.
Filipi 2 : 1 – 13
Tulisan Paulus dalam suratnya kepada Jemaat Filipi merupakan surat penguatan kepada jemaat yang pernah memiliki pengalaman bersama dengannya. Jika dilihat secara seksama, ada beberapa pesan Paulus dalam menyikapi masalah yang ada dalam jemaat tersebut, yaitu:
- Kehidupan keseharian diupayakan dalam ikatan kasih-mesra. Hal ini mengarah pada pengajaran Kristus yang berorientasi pada kasih mesra, yang merupakan nasihat hidup kasih.
- Kehidupan keseharian yang terus mencerminkan kasih-mesra, tidak serta merta langsung terjadi begitu saja, perlu adanya pola hidup sehati-sepikir, tidak berpikir kepentingan sendiri, melainkan berpikir tentang orang lain. Paulus menulis ini sekali lagi juga mengarah pada penghayatannya kepada laku hidup Kristus, yang dalam rupa Allah telah mengosongkan Diri dan mengambil rupa sebagai seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Teladan Yesus inilah yang diambil oleh Paulus untuk menjadi pondasi, untuk mewujudkan hidup yang sehati-sepikir.
- Ketika laku hidup yang terus mengarah pada Kristus itu diupayakan, maka keselamatan itu akan nyata. Dan yang menarik adalah laku hidup yang mengarah pada keselamatan itu dilakukan dengan kesadaran dan ketaatan, bukan dengan pengawasan atau keterpaksaan, sehingga laku hidup yang demikian itu dilakukan dalam segala kesempatan dan keadaan.
Filipi 2:1-13 merupakan luapan pesan Paulus agar jemaat saat itu tidak mengalami ketakutan ketika mereka menjadi rendah, tidak dianggap, kecil dan rendah. Justru dalam keadaan kecil, rendah, dan tidak dianggap itu, mereka tidak kehilangan perjuangan untuk perwujudan karya Allah.
Matius 21 : 23 – 32
Matius adalah Injil Sinoptik yang kental dengan latar-belakang budaya serta kebiasaan-kebiasaan yang ada di Yahudi, sehingga mekanisme-mekanisme serta aturan-aturan begitu kuat nampak dalam rentetan tulisan Injil Matius. Matius 21:23-27 merupakan perbincangan antara Yesus bersama dengan tua-tua Yahudi, khususnya tentang pengajaran Yesus di Bait Suci. Pertanyaan imam-imam kepala dan para tua Yahudi pada waktu itu adalah sesuatu yang sangat wajar tentang siapa yang memberikan wewenang kepada Yesus untuk memberikan pengajaran di sana. Hal ini dikarenakan Yesus bukan seorang Imam, Lewi, ahli Taurat ataupun sosok yang memiliki hak untuk memberikan pengajaran di Bait Suci menurut mekanisme dan tatanan Yahudi.
Kehadiran Yesus untuk memberikan pengajaran itu, tentu dirasa sesuatu yang asing dan tidak umum dilakukan di kalayak umum saat itu. Karena kecenderungan orang menjalani kehidupan dengan mekanisme, aturan tertentu. Yesus pada saat itu memberikan kehadiran bahwa segala sesuatu tidak hanya tepaku pada hal yang bersifat makanistik! Dia merespon pertanyaan para imam kepala dan tua-tua Yahudi dengan peristiwa Baptisan Yohanes. Yohanes bukan dari golongan yang memiliki hak untuk melakukan baptisan, namun secara kehidupan personal banyak pribadi yang pada saat itu mengalami perubahan kehidupan dan semakin mengenal Allah dalam pertobatan mereka. Secara kehidupan oraganisasi-makanisme Yohanes tidak memiliki posisi apapun, namun dari pengajaran yang dilakukan, dia dikenal orang sebagai seorang nabi. Hal itu terjadi karena ada perlakuan konkret yang dilakukan.
Matius 21:28-32 – Pernyataan Yesus sebelumnya semakin jelas tertuang dalam teks ini bahwa secara adat dan tatanan mekanisme Yahudi memang apa yang dilakukan oleh Yesus dan Yohanes adalah sesuatu yang tidak memiliki dasar, namun mereka melakukan semua itu atas dasar ingin terjadi perubahan kehidupan yang menuju pada hal kebaikan dan ketaatan yang dilakukan secara nyata. Yesus memberikan gambaran tentang anak sulung yang diutus untuk menerima pengutusan dari orang tua, dia memahami tugas pengutusan itu, namun tidak melakukan. Berbeda dengan anak yang bungsu, ketika dia menerima tugas pengutusan itu pada awalnya menolak, namun kemudian dia menyesal dan pada akhirnya dia melakukan. Hal ini dibawa Yesus sebagai bentuk pengajaran bahwa segala sesuatu yang baik, konsep ketaatan, dan kesadaran akan laku hidup bersama Allah bukan sekedar diam dan berhenti pada tataran pemikiran dan teori, namun semuanya itu perlu dilakukan secara nyata. Dan orang-orang yang mau melakukan itu dianggap lebih baik daripada orang yang tahu, namun tidak melakukan apapun.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Pemberlakuan kehendak Allah seharusnya dilakukan bukan atas dasar sebuah kompetisi, melainkan dengan sebuah kolaborasi. Dasar pengajaran Kristus menjadi sebuah teladan agar perbedaan yang ada tidak menjadi ancaman atau musuh bersama, melainkan menjadi komponen yang saling melengkapi. Keterbukaan dengan yang lain untuk mendengar dan menghargai adalah langkah awal perwujudan kehendak Allah terjadi.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Bapak: “Nak, coba lihat mereka … kasihan ya mereka …”
Anak: “Kasihan kenapa pak?”
Bapak: “Mereka pasti tidak merasakan keselamatan dalam hidupnya.”
Anak: “Lha kenapa kok seperti itu?”
Bapak: “Karena gereja mereka berbeda dengan gereja kita.”
Anak: “???????”
Perbedaan adalah hal yang selalu ada dan tidak bisa dipungkiri dalam kehidupan menjadi hal yang sangat memprihatinkan, ketika pengajaran untuk membenci dan merendahkan karena perbedaan menjadi pengajaran yang mendominasi dalam kehidupan. Mari sejenak membayangkan bagaimana pola pikir seorang anak di atas yang terus menerus dibentuk dan diajari bahwa keselamatan tidak terjadi karena berbeda gereja. Pada akhirnya sesuatu yang berbeda tidak lagi dilihat sebagai warna yang saling melengkapi, namun tidak lebih sebagai sesuatu yang membahayakan, yang lantas harus dengan segera diberantas dan dimusnahkan. Hari-hari ini pola pikir untuk tidak lagi menghargai yang berbeda seakan menjadi sesuatu yang wajar yang perlu dilestarikan.
Isi
Perbedaan antara Yesus dengan para Imam dan tua-tua Yahudi dipertontonkan dengan jelas dan syarat akan permusuhan! Hal ini ditengarai karena Yesus bukan berasal dari kelompok mereka dan Yesus berani mengajar di Bait Allah yang merupakan wilayah mereka. Perbedaan yang berujung pada permusuhan itu semakin meruncing karena Yesus identik dengan selisih paham dengan para imam dan tua-tua Yahudi. Satu hal yang menjadi menarik adalah perbedaan itu menjadi sesuatu yang kentara jika di dalamnya sudah ada konflik dan pada akhirnya ada sesuatu yang diusik dan menjadi ancaman.
Israel yang pada saat itu sedang mengalami tidak nyaman dalam masa pembuangan pun demikian juga. Ketika keadaan menindas mereka, bukan langkah untuk instropeksi diri atau melihat kesadaran diri yang dilakukan mereka, namun mereka malah membandingkan hidup mereka dengan para nenek moyang, yang pada akhirnya mereka menyalahkan para nenek moyang ketika mereka ada dalam situasi yang berat saat itu. Kecenderungan manusia nampaknya demikian, ketika ada dalam situasi krisis dan ada perbedaan yang dialami, maka pembelaan akan diberikan kepada kelompoknya sendiri ataupun diri pribadi. Bagian-bagian yang berbeda dari dirinya akan dianggap sebagai musuh mereka! Upaya untuk mencari pembenaran diri itulah yang dianggap sebagai kebenaran.
Mari sejenak membayangkan ketika pada saat itu para imam dan tua-tua Yahudi mau duduk bersama dengan Yesus untuk berbicara tentang kebaikan bersama. Mari sejenak membayangkan ketika umat Israel mau melihat diri mereka dengan segala keberadaan ketidaksempurnaan hidup mereka tanpa harus menyalahkan para nenek moyang mereka. Mari sejenak membayangkan ketika segala denominasi gereja berpikir bahwa mereka dipanggil untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah, sehingga kemiskinan, kerusakan alam, kesenjangan sosial semakin lama akan semakin teratasi. Mari sejenak membayangkan jika gereja bersama dengan komunitas yang lain duduk bersama berkaitan masalah toleransi dan kesejahteraan dunia. Ketika tujuan yang demikian ini yang menjadi fokus dari setiap manusia yang ada, maka kemungkinan besar perbedaan yang mengarah pada kebencian, yang meniadakan satu dengan yang lain perlahan akan semakin memudar dan tidak berbekas. Justru perbedaan yang ada menjadi salah satu sarana untuk saling melengkapi demi terjadinya kehendak Allah yang penuh kedamaian.
Berpijak dari hal di atas Paulus menegaskan tentang ‘sehati-sepikir’ terutama ketika ada perbedaan dan masalah terjadi. Perihal sehati-sepikir tentunya akan menghilangkan pola pikir untuk mengejar kepentingan diri. Paulus mengajak satu dengan yang lain untuk ‘duduk bersama’ merendahkan diri agar konflik dan pertengkaran tidak terjadi, sehingga muncul kebaikan bersama di tengah perbedaan yang dialami. Sungguh indah jika itu terjadi.
Penutup
Pembukaan bulan Ekumene yang ditandai dengan Perjamuan Kudus Ekumene merupakan pijakan gereja sebagai tubuh Kristus untuk menyadari bahwa di dalam kehidupan ini tidak akan lepas dari yang namanya persekutuan. Harus disadari dengan dengan jelas bahwa di dalam persekutuan itu pasti disusun oleh ragam bagian yang berbeda. Ekumene mengingatkan kita agar tubuh Kristus ini bisa saling menopang, menyemangati, mendukung, dan melengkapi satu dengan yang lain, yang semuanya bertujuan agar tanda-tanda Kerajaan Allah itu terjadi dalam dunia. Greja Kristen Jawi Wetan yang ada di dalamnya sudah saatnya tidak lagi berpikir tentang dirinya, sudah tidak lagi berebut siapa yang paling benar didalamnya, namun saatnya untuk berelasi bersama dengan yang lain demi kebaikan bersama. Perbedaan tercipta bukan untuk sebuah kompetisi, namun dia ada untuk sebuah kolaborasi. Amin. [gus].
Pujian: Kj. 257 Aku Gereja, Kau Pun Gereja
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Bapak: “Le, coba delengen para wong kae … mesakne banget …”
Anak: “Kenging punapa ta pak kok mesakne?”
Bapak: “Para wong kae ora bakal nampeni kawilujengan ing uripe“
Anak: “Lha kok ngaten pak?”
Bapak: “Amarga grejane wong-wong iku beda karo grejane awakedhewe.”
Anak: “???????”
Babagan ingkang benten punika tansah wonten lan boten saged dipun selaki ing salebeting gesang kita. Tamtu dados prihatosan nalika anak dipun wucal bab sengit lan ngasoraken tiyang sanes. Kita ugi prihatos karana babagan ingkang benten punika tuwuh ngrembaka ing salebeting gesang. Mangga kita galih sawetawis, kados pundi pamanggih saking anak kalawau nalika kanthi ajeg dipun wucal bilih kawilujengan punika boten saged dipun tampeni tiyang sanes namung karana kahanan greja ingkang benten. Ing pungkasan babagan ingkang benten boten saged malih dipun pirsani kanthi warna ingkang njangkepi satunggal-satunggalipun, babagan ingkang benten, winates bab ingkang nggegirisi, ingkang kedah ngalami sirna. Ing dinten punika, pemanggih selak kaliyan bab ingkang benten punika limrah dipun wujudaken.
Isi
Kahanan ingkang benten antawisipun Gusti Yesus kaliyan Para Imam ugi para sesepuhipun tiyang Yahudi kapirsanan kanthi cetha-ngegla, lan sadaya punika tumuju ing sesengitan! Bab punika karana Gusti Yesus boten kalebet ing kelompokipun para Imam kalawau lan karana Gusti Yesus mucal ing padaleman suci ingkang dados wilayahipun para imam lan sesepuhipun tiyang Yahudi. Babagan ing sesengitan tan saya nyata, awit Gusti Yesus asring ngalami benten pamanggih kaliyan para imam lan sesepuhipun tiyang Yahudi punika. Bab wigati ingkang prelu dipun gatosaken nggih punika: babagan ingkang benten badhe kapirsanan tansaya nyata, nalika ing salebeting sesambetan kalawau sampun wonten prekawis ingkang dados ancaman.
Bangsa Israel ingkang ngalami kahanan awrat awit ngalami gesang wonten ing pangawulan ugi nggadhahi pemanggih ingkang mekaten. Nalika kahanan karaos sarwan nampi panindhes, bangsa Israel boten enggal nelangsani dhiri kanthi sadar, ananging bangsa Israel malah mbandhingaken lampahing gesangipun kaliyan para leluhuring Israel. Ing pungkasan bangsa Israel nggugat, awit tumindak ingkang kalampahan, bangsa Israel nandhang sangsara. Mbok bilih pamanggihing manungsa asring kalampahan kados mekaten, nalika kita nandhang babagan ingkang awrat lan wonten panemu benten ingkang kalampahan, pambela badhe kaparingaken dhateng kelompok utawi dhiri kita pribadi. Bab-bab ingkang benten kaliyan pemanggih kita badhe kaanggep dados musuh!
Mangga sesarengan nggalih nalika ing wekdal punika para imam dan sesepuhipun tiyang Yahudi sumadya pinarak sesarengan kaliyan Gusti Yesus saperlu mujudaken kasaenan kagem sadaya. Mangga sesarengan nggalih nalika bangsa Israel sumadya mirsani lan nelangsani dhirinipun sesambetan kaliyan kahanan ingkang kalampahan, lan boten nggugat para leluhuripun Israel. Mangga sesarengan nggalih nalika sadaya greja ngraosaken timbalan, bilih sadaya punika nampi timbalan saperlu mujudaken tandha-tandha kratoning Allah kababar, satemah kasangsaran, alam ingkang rusak, ugi kahanan sosial ingkang boten sami, tan saya saged nampi pangluwaran. Mangga sesarengan nggalih nalika greja-greja kagungane Gusti punika sesarengan kaliyan kelompok-kelompok sanes pinarak sesarengan, sesambetan bab toleran dan tentreming alam-donya. Nalika pangangkah ingkang mekaten punika dados punjer saking sadaya manungsa, babagan ingkang benten ingkang ngarah ing sesengitan, punika tan saya boten kapirsanan. Kosokwangsulipun babagan ingkang benten saestu dados salah satunggaling sarana kagem jangkep-injangkepi lan karsanipun Gusti Allah ingkang kebag katentreman saestu kalaksanan.
Lumantar babagan ingkang sampun kaserat, Paulus paring pangatag bab ‘saiyeg saeka praya’ mliginipun nalika ngalami babagan ingkang benten ugi prekawis-prekawis gesang. Babagan saiyeg saeka praya tamtunipun badhe nyirnakaken pamanggih ingkang nggayuh kapentingan dhiri pribadi. Paulus ngatag satunggal lan satunggalipun sageda lenggah sesarengan, ngasoraken dhiri temah prekawis ingkang kalampahan punika boten ndadosaken bubrah, nanging saged sesarengan nuwuhaken kasaenan ing satengahing kahanan ingkang benten. Saestu nengsemaken nalika sadaya kalawau kalampahan.
Panutup
Pambukaning sasi Ekumene ingkang dipun tandhani kaliyan Bujana Suci Ekumene saestu dados pangeling-eling kagem sadaya greja minangka Sariraning Kristus supados saestu sadar bilih lampah gesang punika boten saged uwal saking patunggilan. Lan ugi kanthi kasadaran ingkang cetha bilih patunggilan punika kawujud kanthi babagan ingkang maneka warni. Ekumene ngemutaken supados kita minangka Sariranipun Sang Kristus sageda tulung-tinulung, emong-ingemong, njangkepi satunggal lan satunggalipun lan sadaya kalawau namung kagem kratoning Allah kababar ing alam donya. Greja Kristen Jawi Wetan pun dumugi ing titi wancinipun, boten malih nggalih babagan dhirinipun piyambak, boten rerebut sinten ingkang paling bener, ananging sampun titi wancinipun GKJW sesarengan mujudaken sasambetan kaliyan liyan saperlu mujudaken tentrem rahayu ing satengahing gesang. Babagan ingkang benten punika boten ateges dados kompetisi, ananging benten punika sageda dados bab kolaborasi. Amin. [gus].
Pamuji: Kpj. 357 Endahing Saduluran