Jumat Agung – Perjamuan Kudus Masa Paskah
Stola Merah
Bacaan 1: Yesaya 52 : 13 – 53 : 12
Mazmur: Mazmur 22
Bacaan 2: Ibrani 10 : 16 – 25
Bacaan 3: Yohanes 18 : 1 – 19 : 42 (Yohanes 18 : 38b – 19 : 16a)
Tema Liturgis: Memandang Salib Rajaku
Tema Khotbah: Salib itu Tanda Cinta-Nya
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yesaya 52 : 13 – 53 : 12
Hal yang seringkali dianggap sebagai kewajaran di mata manusia, seringkali jauh berbeda bagi Tuhan. Pandangan yang nampaknya normal dan biasa seringkali juga dijungkir-balikkan. Hal yang wajar bagi umat adalah berusaha mendekat Allah yang kudus dengan membawa kurban. Umat yang penuh dengan salah berharap mendapat anugerah dengan mempersembahkan kurban kepada Allah. Sampai pada saatnya, umat disadarkan bahwa cinta Allah terlampau murah untuk umat yang bersalah. Allahlah yang justru mendekat kepada umat berdosa dengan membawa kurban. Itulah yang digambarkan oleh Yesaya tentang hamba yang menderita dalam bacaan kita. Ia dihina, dianiaya dan bahkan orang yang melihatpun menutup mukanya.
Hamba TUHAN yang menderita ini digambarkan sebagai sosok yang menyambut dan mewujudkan rencana kasih Allah dengan tuntas walau derita yang diterima. Rencana kasih Allah adalah menyelamatkan manusia dari kegelapan hidup, dosa, dan pemberontakannya kepada Allah. Penderitaan berat diterimanya demi tujuan yang jauh besar dan mulia, yaitu mencintai hidup dengan sempurna. Jalan terjal penuh derita tidak selalu bermakna kekalahan dan kehinaan, namun bisa jadi adalah jalan kemenangan dan kemuliaan. Penderitaan yang biasanya dikaitkan dengan dosa mendapatkan makna yang positif. Demi memenuhi tugas perutusannya, seorang utusan yang setia terkadang harus berada dalam penderitaan.
Ibrani 10 : 16 – 25
Daripada sebuah surat, tulisan Ibrani ini lebih dekat dengan sebuah khotbah yang kemungkinan besar ditujukan kepada orang-orang Kristen dengan latar belakang Yahudi. Mereka adalah orang-orang yang berada dalam bahaya kehilangan pengharapan mereka dalam Kristus dan kembali lagi ke dalam ajaran Yahudi. Melalui bacaan kali ini, umat diajak terus berpegang teguh dalam pengharapan dan bergerak maju dalam iman kepada Allah yang memberikan keselamatan melalui Yesus Kristus.
Di tengah penderitaan yang akrab dengan kehidupan manusia, Penulis Surat Ibrani memberikan penghiburan dan kekuatan bahwa orang yang percaya pada Tuhan Yesus tak perlu khawatir. Tuhan Yesus yang digambarkan sebagai Imam Besar itu terus bersama-sama dengan perjuangan umat. Ia adalah raja besar yang mengosongkan diri untuk turut merasakan kelemahan dan penderitaan manusia. Sebagai Imam Besar, Yesus menghantar kita kepada Allah untuk mendapatkan keselamatan sejati melalui pengorbanan diri-Nya. Kesetiaan Sang Kristus sampai akhir itu memang bukan hal yang mudah, namun dengan laku nyata itu, cinta-Nya sempurna melalui salib yang diterima-Nya. Karenanya, Penulis Surat Ibrani memberikan dorongan semangat bagi orang Kristen untuk tetap setia dan taat mengarahkan diri pada kesalehan hidup, termasuk tidak menjauhkan diri dari pertemuan ibadah yang menjadi kesempatan untuk saling menumbuhkan. Itulah panggilan umat untuk meneladan Kristus.
Yohanes 18 : 1 – 19 : 42 (Yohanes 18 : 38b – 19 : 16a)
(Karena bacaan cukup panjang, ayat yang berada dalam kurung menjadi saran untuk dibacakan)
Kisah perjalanan Yesus dalam penderitaan ketika dibawa ke gedung pengadilan dan bertemu dengan Pilatus menggambarkan berbagai macam kisah menarik. Ada orang-orang Yahudi yang begitu dengki terhadap Yesus, sampai harus menempuh segala cara supaya Yesus disingkirkan dan dibunuh, mati dengan cara disalibkan. Sementara kita tahu, mereka ini adalah orang-orang Yahudi yang paham Taurat dan segala ajaran Yahudi. Orang yang disebut saleh dan menjaga perintah Allah turun temurun. Salah satu contohnya adalah, mereka ini ingin hidup kudus di hadapan Tuhan, sampai demi itu, mereka rela tidak masuk ke gedung pengadilan Pilatus dimana Yesus dibawa. Mereka rela hanya berdiri di luar demi tidak menajiskan diri menjelang perayaan paskah, sehingga Pilatuslah yang beberapa kali justru keluar masuk untuk berdiskusi dengan orang-orang Yahudi itu. Mereka berupaya menjaga diri tetap suci, namun di saat yang sama meneriakkan supaya Yesus disalibkan.
Pilatus sendiri digambarkan sebagai seorang yang masih memiliki nurani dan mungkin cinta. Ia berusaha jujur dengan mengatakan sebanyak tiga kali “Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya” (Ay. 38b, 4 dan 6). Namun kejujuran itu tidak membuatnya aman. Posisinya sebagai wali negeri terancam, karena orang banyak itu bisa mendemonya, melaporkannya kepada Kaisar bahwa ia membiarkan seorang yang akan makar. Namun, jika ia menuruti kemauan orang banyak, untuk menghukum mati Yesus, ia sendiri mengalami ketakutan. Ia diadili oleh hati nuraninya sendiri, bahwa Yesus ini tidak bersalah. Apalagi ketika kemudian orang Yahudi mengatakan mengenai kesaksian Yesus adaah Anak Allah, Pilatus semakin ketakutan (Ay. 7-8). Pilatus berharap Yesus yang telah disesah, berlumuran darah karena mahkota duri ini akan menghentikan orang Yahudi untuk menuntut kematian seorang yang didapati tidak bersalah. Namun, nyatanya tidak. “Salibkan Dia, Salibkan Dia!” terus menggaung di luar gedung pengadilan itu.
Sisi lain adalah Yesus yang nampak tetap tenang menghadapi Pilatus dan teriakan orang Yahudi. Penderitaan yang Ia alami tidak membuat-Nya kacau. Yesus nampak begitu sadar akan apa yang terjadi, bahwa salib yang akan diterima-Nya adalah tanda cinta yang sejak awal Dia hidupi dalam pelayanan-Nya. Menghadapi serangan yang bertubi-tubi, Ia justru lebih banyak diam.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Cinta yang besar dan mulia telah dianugerahkan dengan sempurna oleh Allah kepada manusia berdosa melalui Yesus Kristus yang disalibkan. Sengsara dan derita rela ditanggung-Nya dengan setia demi cinta-Nya pada manusia. Meskipun tidak mudah, sebagai umat yang dikasihi-Nya, kita dipanggil untuk tetap berpengharapan di dalam cinta Kristus dan setia meneladani-Nya di tengah kehidupan.
Rancangan Kotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Saat kapan biasanya kita merayakan cinta dan kasih sayang? (beri kesempatan umat untuk menjawab. Mungkin saat Valentine, atau perkawinan, ulang tahun perkawinan). Ucapan yang mengikuti perayaan itu adalah “selamat berbahagia; selamat berkasih sayang; selamat mencinta, dsb. Hari dimana orang sungguh mensyukuri akan cinta yang tumbuh di hati dan mewujud dalam beragam laku yang membuat bahagia. Orang yang sedang jatuh cinta, pasti bahagia. Mereka kadang rela melakukan apapun demi cinta. Yang mencinta bahagia, yang dicintapun demikian juga. Merasakan bahagia yang sama!
Bagaimana dengan Jumat Agung? Tidakkah hari ini juga kita lihat sebagai hari perayaan akan cinta dan kasih sayang? Ya, hari dimana cinta yang besar, utuh dan sungguh dinyatakan. Tapi bukankah di Jumat itu Yesus tersalib? Ya, salib telah menjadi panggilan dan pilihan Yesus, jalan cinta Yesus kepada dunia.
Isi
Sejak awal, jika kita memperhatikan Yohanes 3:16 mengungkapkan, bahwa alasan Yesus datang ke dunia itu semata-mata karena kasih yang begitu besar. Untuk apa? Supaya orang yang percaya kepada-Nya, yang menerima cinta-Nya beroleh hidup yang kekal bukan kebinasaan. Sungguh membahagiakan jalan cinta ini, namun apakah jalan ini mudah? Ataukah perjalanan orang-orang yang hidup di jalan cinta itu berat? (kira-kira apa jawabnya? Mudah atau tidak? Berat atau ringan?) Untuk mencari jawab atas pertanyaan itu, kita akan langsung melihat bagaimana Sang Kristus, sumber segala cinta dan kasih itu menghayati, menjalani, dan menghidupi perjalanan cinta-Nya.
Yohanes mengungkapkan bagaimana orang Yahudi yang begitu dengki terhadap Yesus menempuh segala cara supaya Yesus disingkirkan dan dibunuh, mati dengan cara disalibkan. Mereka tentu orang-orang yang percaya kepada Allah dan setia menjaga Taurat, namun keputusan mereka bisa berdampak sangat mengerikan berupa siksaan, kesengsaraan, dan penderitaan. Mereka ini orang-orang yang ingin hidup kudus dihadapan Tuhan, sampai demi itu, mereka rela tidak masuk ke gedung pengadilan Pilatus dimana Yesus dibawa. Mereka rela hanya berdiri di luar demi tidak menajiskan diri menjelang perayaan paskah, sehingga Pilatuslah yang beberapa kali justru keluar untuk berdiskusi dengan orang-orang Yahudi itu. Nampak sekali, secara tampilan, mereka sangat rohani dan saleh. Namun, di dalam diri begitu kosong, tidak ada cinta. Menjaga diri supaya suci, namun di saat yang sama meneriakkan supaya Yesus disalibkan dan dihukum mati.
Rasa cinta itu nampaknya tersisa pada diri Pilatus, saat ia berusaha jujur dengan mengatakan “Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya”, 3 kali ia mengatakannya (Ay. 38b, 4 dan 6). Namun, berpihak pada kejujuran itu tidak membuatnya aman. Posisinya sebagai wali negeri terancam, karena orang banyak itu bisa mendemonya, melaporkannya kepada Kaisar bahwa ia membiarkan seorang yang akan makar. Namun, jika ia menuruti kemauan orang banyak, untuk menghukum mati Yesus, ia sendiri mengalami ketakutan. Ia diadili oleh hati nuraninya sendiri, bahwa Yesus ini tidak bersalah. Apalagi ketika kemudian orang Yahudi mengatakan mengenai kesaksian Yesus adaah Anak Allah, Pilatus semakin ketakutan (Ay. 7-8). Namun, sikap benar Pilatus akhirnya tumbang juga, tantangan yang besar membuatnya ikut memerintahkan prajuritnya untuk menyesah Yesus bahkan mereka memperlakukan Yesus seperti raja dengan menaruh mahkota, namun mahkota duri dan memakaikan jubah ungu dan menampar muka-Nya.
Sesahan, tamparan muka, duri di kepala rasanya menjadi penggenapan nubuatan Yesaya tentang hamba Tuhan yang menderita, yang buruk rupa dan sarat dengan hinaan. Pilatus berharap rupa Yesus yang demikian akan menghentikan orang Yahudi untuk menuntut kematian seorang yang didapati tidak bersalah. Namun, nyatanya tidak. Teriakan “Salibkan Dia, Salibkan Dia!” terus menggaung di luar gedung pengadilan itu. Itulah tantangan yang dihadapi Yesus di jalan cinta. Menghadapi serangan yang bertubi-tubi, Ia justru lebih banyak diam. Adakah Yesus berhenti berjalan, urung mengungkapkan cinta-Nya kepada manusia? Tidak. Sebesar apapun badai itu menghadang-Nya, Yesus terus melangkah menempuh jalan cinta itu, meski salib yang akan diterima-Nya. Tantangan yang besar dan jalan rumit yang harus ia tempuh sendiri, tetap membuat-Nya yakin bahwa Ia sudah ada di jalan yang benar. Jalan derita yang ditempuhnya demi cinta yang besar kepada manusia, yang tak mungkin selamat hanya dengan usaha-Nya.
Salib adalah jalan cinta-Nya. Perjalanan yang tak pernah mudah dan tak pernah murah! Namun, Yesus menempuhnya sampai akhir dengan setia, sekalipun jalan ini sepi, karena tidak banyak yang bersedia mengikut-Nya. Yesus adalah sosok Hamba TUHAN yang menderita karena menyambut dan mewujudkan rencana kasih Allah dengan tuntas walau derita yang diterima. Rencana kasih Allah adalah menyelamatkan manusia dari kegelapan hidup, dosa, dan pemberontakannya kepada Allah. Penderitaan berat diterima-Nya demi tujuan yang jauh besar dan mulia, yaitu mencintai hidup dengan sempurna.
Maka sebagai orang yang sudah menerima cinta-Nya, Penulis Surat Ibrani mengingatkan bahwa kita dipanggil untuk memandang Salib Kristus Sang Raja. Di tengah penderitaan yang akrab dengan kehidupan manusia, Penulis Surat Ibrani memberikan penghiburan dan kekuatan bahwa orang yang percaya pada Tuhan Yesus tak perlu kuatir. Tuhan Yesus yang digambarkan sebagai Imam Besar itu terus bersama-sama dengan perjuangan umat. Ia yang juga adalah Raja itu mengosongkan diri untuk turut merasakan kelemahan dan penderitaan manusia. Sebagai Imam Besar, Yesus menghantar kita pada Allah untuk mendapatkan keselamatan sejati melalui pengorbanan diri-Nya. Karenanya, umat Kristen didorong untuk tetap setia dan taat mengarahkan diri pada kesalehan hidup. Itulah panggilan umat untuk meneladan Kristus.
Penutup
Bagaimana dengan hidup kita saat ini? Adakah pergumulan dan kerumitan yang kita sebut sebagai salib itu tengah kita hadapi? Perayaan cinta di Jumat Agung ini mengingatkan kita, bahwa Kristus Sang Raja mencintai kita dengan utuh melalui salib. Salib itu tanda cinta-Nya. Maka mari memandang salib-Nya dan merasakan cinta-Nya. Kekuatan manusiawi kita seringkali tidak mampu menopang langkah kita menghadapi derita. Dengan memandang Salib itu, kita akan merasakan hidup yang tidak lagi sendiri. Tubuh dan Darah Yesus yang diberikan kepada kita dan kita hayati melalui Perjamuan kudus itu memberikan harapan dan kekuatan yang membuat kita menyatu dengan kekuatan Sang Kristus. Maka, sekalipun tidak mudah hidup setia dan benar ditengah terpaan badai dan tantangan, kita melangkah bersama Kristus. Dia yang pernah melewati jalan sengsara dan memikul salib, selalu setia sampai akhir. Dia juga yang akan menolong kita memikul salib dan derita kita.
Hidup di hari-hari ini mungkin tidak mudah bagi orang yang hidup meneladan Sang Kristus. Pesannya, jangan undur dan menyerah. Tetaplah melangkah maju dan berdiri tegak dalam ketenangan batin. Pandanglah selalu salib-Nya. Dia yang mati disalib pada Jumat yang agung itu, bersama setiap orang yang setia. Yakinlah, sekalipun ini jalan yang sepi, kita tidak sendiri di jalan cinta ini. Mari meneladani-Nya dengan tetap berjalan di jalan cinta itu dengan setia dan bahagia, dan dengan cinta serta rasa bahagia setiap orang akan didorong untuk berbagi cinta dalam hidup bersama. Amin. [KRW].
Pujian: KJ. 169 “Memandang Salib Rajaku”
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Nalika punapa kita mahargya katresnan? Nalika pahargyan punika, kita asring matur “ndherek bingah; sugeng mbangun katresnan; lan sanes-sanesipun. Punika dinten tuwuhipun raos sokur ingkang mawujud ing lampah ingkang murugaken kabingahan. Tiyang ingkang saweg “jatuh cinta”, mesthi bingah. Tiyang ingkang saestu tresna, limrahipun badhe nindakaken punapa kemawon demi tresna punika. Ingkang nresnani rumaos bingah, ingkang dipun tresnani mekaten ugi. Ngraosaken kabingahan ingkang sami.
Kadospundi kaliyan Jumat Agung? Punapa miturut kita dinten punika saged kawastanan minangka dinten pahargyan katresnan? Inggih, punika dinten kebak katresnan, ageng, lan wetah. Nanging, punika dinten Gusti Yesus sinalib lan seda? Inggih, salib punika dados timbalan lan pilihan Gusti Yesus, margi tresnanipun Gusti Yesus dhumateng donya.
Isi
Milai wiwitan, menawi kita nggatosaken Yokanan 3:16, kita mangertos bilih rawuhipun Gusti ing ndonya punika karana agenging sih katresnanipun. Kangge punapa? Supados tiyang ingkang pitados dhumateng Panjenenganipun, ingkang nampi katresnanipun Gusti kaparingan gesang langgeng, sanes karisakan. Saestu mbingahaken margi katresnan punika. Nanging, punapa punika margi ingkang gampil? Utawi punika lampah ingkang awrat? Kangge mangsuli pitakenan punika, sumangga ningali gesangipun Sang Kristus, Sang sumber katresnan anggenipun lumampah ing margi katresnanipun punika.
Yokanan nedahaken bilih tiyang Yahudi ingkang saestu drengki dhumateng Gusti Yesus, nempuh maneka warni cara supados Gusti Yesus saged kasingkiraken lan dipun sedani kanthi kasalib. Tamtunipun, punika tiyang ingkang pitados dhumateng Yehuwah lan setya nindakaken Toret, nanging tumindakipun arupi paniksa lan sangsara punika saestu nggegirisi. Tiyang punika kepengin gesang suci ing ngarsanipun Gusti, ngantos rila mboten mlebet ing gedhong pangadilan, nalika Gusti Yesus kaladosaken. Piyambakipun rila wonten ing njawi supados mboten najis mapag riyadin Paskah, saengga Pilatus ingkang wongsal wangsul medal rembagan kaliyan tiyang Yahudi punika. Ketingalipun saestu mursid, nanging tanpa katresnan. Njagi dhiri supados suci, nanging malah mbengok supados Sang Kristus kasalib.
Ketingalipun, wonten sekedhik raos tresna ing Pilatus, nalika piyambakipun blaka kanthi dhawuh kaping tiga “yen miturut panemuku, wong kuwi ora salah apa-apa” (Ay. 38b, 4 dan 6). Nanging, tumindak blaka punika murugaken raos mboten aman minangka wali negeri karana kathah tiyang saged matur dhateng Kaisar karana Pilatus nguwalaken tiyang ingkang badhe makar. Menawi piyambakipun manut pepenginanipun tiyang kathah ingkang mbengok supados Sang Kristus kasedani, piyambakipun inggih ajrih. Kados kaadili dening batinipun piyambak, bilih Gusti Yesus punika mboten lepat. Punapa malih, tiyang Yadusi paring paseksi bilih Yesus punika Putraning Allah, Pilatus tansaya ajrih (Ay. 7-8). Nanging, tumindak leres Pilatus punika ngadhepi tantangan ageng ingkang murugaken piyambakipun ndhawuhi para prajuritipun kangge mecuti Gusti Yesus lan mapanaken Yesus kadosdene ratu kanthi ngagemaken makutha eri, jubah wungu nuli Gusti Yesus dipun kamplengi.
Punapa ingkang katampi dening Gusti Yesus punika wujudaken pamecanipun Nabi Yesaya bab abdi ingkang nistha kanthi rupa kang risak. Pangangkahipun Pilatus, menawi wedananipun Gusti Yesus sampun kados mekaten badhe ngendheg tiyang Yahudi supados mboten nuntut sedanipun tiyang ingkang mboten lepat punika. Pranyatanipun mboten, para tiyang Yahudi punika malah mbengok “Kasaliba, Kasaliba!” ing saknjawinipun gedhong pangadilan. Punika tantangan ingkang dipun adhepi dening Gusti Yesus ing margi katresnan. Ngadhepi serangan punika, Panjenenganipun mendel. Punapa Gusti Yesus kendel lumampah, mboten siyos nandukaken katresnanipun dhumateng manungsa? Mboten. Kadosa pundi agengipun prahara ingkang tinempuh, Gusti Yesus mantep lumampah ing margi katresnan punika senaosa salib ingkang badhe katampi. Panjenenganipun ngadhepi piyambakan, nanging kanthi manah ingkang yakin estu bilih punika margi ingkang yekti. Margi kasangsaran ingkang kaadhepi demi agenging katresnan-Ipun dhateng manungsa, ingkang mokal saged wilujeng karana pambudidayanipun piyambak.
Salib punika margi katresnan, senaosa dados lelampahan ingkang mboten gampil dan saestu rumpil. Nanging, Gusti Yesus ngadhepi kanthi setya tuhu ngantos paripurna. Senadyan punika margi ingkang sepi karana kathah tiyang ingkang mboten sumadya tut wingking Panjenenganipun. Gusti Yesus punika sosok abdinipun Gusti ingkang sangsara karana mujudaken rancanganipun Allah kanthi paripurna senadyan sangsara ingkang katampi. Rancangan katresnanipun Allah ngentas manungsa saking gesang ingkang peteng, kebak dosa, lan nyingkur Gusti Allah. Kasangsaran ingkang katampi dening Gusti Yesus demi ancasan ingkang langkung ageng lan mulya, inggih punika nresnani gesang kanthi sampurna.
Mila, minangka tiyang ingkang sampun kaparingan katresnan mulya, panyerat kitab Ibrani ngengetaken bilih kita katimbalan mandeng salibipun Sang Kristus, Sang Ratu. Ing satengahipun panandhang, piyambakipun paring panglipuran lan kakiyatan bilih tiyang ingkang pitados Gusti punika mboten perlu kuwatos. Panjenenganipun minangka Imam Agung saestu nyarengi gesangipun tiyang pitados. Panjenenganipun ugi Sang Ratu ingkang ngosongaken dhiri kanthi ngraosaken karingkihan lan panandhangipun manungsa. Minangka Imam Agung, Gusti Yesus mbereg kita dhumateng Gusti Allah ingkang paring kawilujengan sejati lumantar Sariranipun ingkang kinorbanken. Pramila, umat Kristen kaatag tansah semangat lan setya tuhu ngeneraken dhiri tumuju ing kamursidan nulad Sang Kristus.
Panutup
Kadospundi kaliyan gesang kita samangke? Punapa wonten momotan, karibedan lan margi rumpil ingkang kita sebat minangka salib punika saweg kita alami? Pahargyan katresnan ing Jumat Agung punika ngengetaken kita, bilih Kristus Sang Ratuning jagad punika saestu nresnani kita kanthi wetah lumantar salib. Salib punika tanda tresnan-Ipun. Mila, sumangga mandeng salibipun Gusti lan ngraosaken lumubering katresnanipun Gusti. Kamanungsan kita asring mboten saged kuwagang ngadhepi karibedan. Kanthi mandeng Salib punika, kita badhe ngraosaken gesang ingkang mboten ijenan. Sarira lan Rahipun Gusti Yesus ingkang kaparingaken dhumateng kita lumantar bujana suci punika minangka pangajeng-ajeng lan kakiyatan ingkang nyatunggilaken kita kaliyan Sang Kristus. Pramila, senadyan mboten gampil lumampah kanthi setya tuhu ing satengahipun prahara, kita lumampah sinarengan Sang Kristus. Panjenenganipun sampun nglangkungi margi kasangsaran lan manggul salib kanthi setya, Panjenenganipun ugi ingkang badhe nulungi kita manggul salib lan momotan kita.
Gesang samangke mbokmenawi ewet lan awrat kangge tiyang ingkang nulad Sang Kristus. Sampun kendel lan nglokro. Tansah lumampah mengajeng kanthi jejeg lan batos ingkang tenang. Tansah mandeng salibipun Gusti. Panjenenganipun ingkang kasalib ing Jumat ingkang agung punika, sinarengan sadaya tiyang ingkang setya. Mangga kita tansah yakin, kita mboten piyambakan ing margi katresnan punika. Mangga kita tansah nulad Panjenenganipun kanthi setya lan bingah, kanthi andum katresnan lan kabingahan ing gesang. Amin. [KRW].
Pamuji: KPJ. 275 Srana Mandeng Ing Salib