Bacaan : Keluaran 32 : 1 – 14 | Pujian: KJ 381 : 1 ,9
Nats: “Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkanNya atas umat-Nya.” [ayat 14]
Apa reaksi saudara ketika ada orang yang bersalah kepada saudara? Reaksi yang paling umum tentu marah. Bagaimana kalau orang yang bersalah kepada saudara tersebut adalah orang yang sangat saudara kasihi? Mungkin saudara akan marah lebih hebat lagi karena kadar perasaan yang dilibatkan di dalam persoalan itu lebih besar. Bagaimana kalau TUHAN yang dikecewakan dan dikhianati oleh bangsa yang amat dikasihiNya?
Gambaran manusiawi tentang TUHAN melukiskan bagaimana reaksi TUHAN ketika mengetahui umat yang dikasihiNya berkhianat dengan menyembah illah lain yaitu patung lembu emas. TUHAN marah besar! Dalam kemarahanNya, TUHAN merancangkan hukuman „bumi hangus“. TUHAN berencana menumpas habis umat yang bersalah tersebut dan hanya akan menyisakan Musa saja. Musa yang mendengar rencana malapetaka tersebut berusaha untuk menggagalkannya. Musa berinisiatif melunakkan hati Tuhan dan ia berhasil. Ia membuat TUHAN kembali ingat janjiNya kepada Abraham, Ishak dan Yakub/ Israel. Tuhan tidak jadi menjalankan rencana „bumi hangus“ tersebut. TUHAN menyesal atas rencana yang sempat dirancangNya itu sehingga malapetaka bagi umat yang bersalah itu sedikit diperingan.
TUHAN yang digambarkan secara manusiawi bisa marah mungkin tidak asing bagi pemahaman kita. Tetapi TUHAN yang digambarkan bisa menyesali rancanganNya sangatlah menarik. Mungkin tidak terbayangkan bagi kita bahwa TUHAN yang Maha pengasih dan penyayang itu ternyata digambarkan bisa menyesali dan mengevaluasi rencana hukuman yang dirancangNya.
Marah memanglah reaksi normal manusia ketika ada yang melakukan kesalahan besar. Kesalahan bisa dilakukan oleh siapapun termasuk oleh orang-orang yang tidak kita duga akan menyakiti hati kita. Dalam situasi kemarahan, pilihan yang terbaik adalah berusaha meredam hati dan mendengarkan masukan yang menyejukkan. TUHAN yang Maha Segalanya saja mau melunakkan hati bahkan bisa menyesali rancangan malapetaka yang dibuatNya, maka semestinya manusia juga bersedia melakukannya. [Dn]
“Jangan keraskan hati! Biarkan dia luluh!”