Bacaan: Mazmur 50:1-6 I Pujain: KJ 401:1,2,3,4.
Nats: “Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri, di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-Nya bertiup badai yang dahsyat.” (ayat 3)
Marah artinya sangat tidak senang, mungkin karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, dsb. Tuhan Allah mengadili umat yang meremehkan-Nya. Pertama, Ia berbicara kepada umat yang dangkal hidup keagamaannya, yang mempersembahkan korban mereka tetapi hanya sebagai kegiatan rutin saja (50:1-15). Mereka tidak menghormati Allah dengan nyanyian dan syukur yang benar. Kedua, Ia mencaci kejahatan, orang yang bersikeras melakukan kejahatan, dan kehidupan yang amoral (50:16-22). Tuhan Allah meminta mereka untuk mengubah hidup keagamaan yang dangkal menjadi ibadah syukur yang tulus dan penuh dengan keyakinan. Tuhan Allah memperingatkan umat yang berbuat dosa untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi kelakuan mereka, sebelum Ia membinasakan mereka dalam kemarahan-Nya.
Mazmur ini mulai dengan pendapat final Allah, yang siap untuk mengadili umat-Nya yang berdosa atau melakukan kejahatan di bumi. Mengherankan, sebab kita membaca bahwa kemarahan Allah ditujukan bagi umat-Nya sendiri. Ya, pengadilan Allah harus mulai dengan umat-Nya sendiri (I Petrus 4:17).
Allah yang sempurna memberikan hukuman mati bagi pendosa. Seseorang dapat mempersembahkan binatang korban di hadirat Allah, sebagai pengganti dirinya bagi penebusan dosa. Hal itu merupakan simbol iman seseorang yang hidup dalam anugerah pengampunan Allah. Tetapi sebagian umat, mempersembahkan korban namun melupakan arti korban itu sendiri. Mempersembahkan korban, sebenarnya menunjukkan bahwa mereka setuju mengikut Allah dengan sepenuh hati, tetapi pada waktu itu hati mereka tidak sepenuhnya di dalamnya.
Kita bisa jatuh pada kebiasaan seperti itu, di saat kita ambil bagian dalam kegiatan ritual keagamaan, membawa persembahan persepuluhan, atau saat menghadiri ibadah di gereja, yang kita lakukan karena kebiasaan dan bukan karena kasih sepenuh hati dan kepatuhan kepada Allah. Allah menghendaki kita melakukannya dalam kebenaran, bukan ritual kosong. Amin. (Esha).
“Buatlah tangga-Mu tampak jelas, agar diriku makin dekat kepada-Mu”