Autentik Renungan Harian 8 Juli 2018

8 July 2018

Bacaan: 2 Korintus 12: 2-10 |  Pujian: KJ.446a: 1, 3
Nats: Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang menghitungkan kepadaku lebih daripada yang mereka lihat padaku atau yang mereka dengar dari padaku.” (ayat 6b)

Teori sosial dramaturgi menyebut bahwa lingkungan masyarakat ibarat sebuah panggung. Manusia merupakan pemain peran di sebuah panggung. Apa yang ditampilkan di depan panggung, pasti berbeda dengan apa yang di belakang panggung.

Media sosial adalah panggung bagi orang-orang yang ingin tampil mencitrakan sesuatu. Ada yang ingin menampilkan diri kaya, cantik/tampan, berpendidikan, pintar, keren dan sebagainya. Untuk bisa menampilkan citra yang diinginkan harus dilakukan upaya-upaya. Ada yang membuat foto berkali-kali untuk mendapatkan sudut foto yang paling disukai. Ada pula yang mengunjungi tempat-tempat mahal untuk berfoto agar terlihat kaya, dsb. Usaha untuk menampilkan citra seperti yang diinginkan tak jarang membuat si penampil menderita, meskipun sebagian penampil menikmatinya.

Citra yang ditampilkan bisa dikritik, dipuji, bahkan dirundung. Hal tersebut bergantung bagaimana netizen memahami realitas media dan masyarakat.

Rasul Paulus sadar sekali akan bahaya yang mengintainya ketika ia sampai pada level tinggi pelayanan. Siapa yang tidak pernah mendengar sepak terjangnya yang luar biasa dalam pelayanan?  Siapa yang belum pernah mendengar pengalaman rohaninya yang ajaib? Pasti telah banyak yang mendengar tentang Paulus. Namun Paulus tidak ingin orang-orang yang belum pernah bertemu dengannya menangkap citra yang keliru tentang dirinya. Oleh karena itu ia berusaha menahan diri untuk tidak memegahkan diri atas berbagai karunia yang telah ia dapatkan. Ia berusaha keras  menjadi autentik, tulen, tanpa riasan. Biarlah kenyataan apa adanya dirinya yang ditangkap oleh orang lain.

Menjadi autentik berarti menahan diri untuk tidak “merias” diri berlebihan. Tampil tidak melebih-lebihkan dan membiarkan orang melihat diri kita sesuai dengan apa yang ada. Orang yang autentik, tidak memusingkan penilaian. Ia membiarkan semua hal berjalan apa adanya, tidak melebihkan dan tidak mengurangi. Ia ikhlas terhadap apapun. (dn)

 “Sesuatu yang asli pasti sesuatu yang berharga.”

Renungan Harian

Renungan Harian Anak