Bacaan: Yeremia 17 : 5 – 18 | Pujian: KJ. 426
Nats: “Sesungguhnya, mereka berkata kepadaku: “Di manakah firman TUHAN itu? Biarlah ia sampai!” (Ayat 15)
Menyampaikan sebuah berita seringkali dianggap sebagai sesuatu yang mudah. Mudah karena seseorang tidak perlu mencari-cari apa yang hendak dikatakan, tinggal berita yang didengar itu disampaikan selugas-lugasnya kepada seseorang yang dituju. Namun nyatanya kita tahu bahwa menyampaikan berita tidaklah semudah itu. Ada begitu banyak pertimbangan yang harus kita pikirkan, yaitu kepada siapa kita menyampaikan berita itu? Apakah bahasa yang kita gunakan mudah dimengerti? Apakah orang yang kita tuju bisa menerima berita yang kita sampaikan? Dan tidak semua orang memiliki sikap yang sama dalam menerima berita. Kadang seseorang menolak dengan halus, namun bisa saja menolak dengan kasar, seperti yang dialami oleh Yeremia.
Ketika Yeremia mendapatkan tugas menyampaikan nubuatan kepada bangsa Yehuda, bukannya menerima dengan gemetar dan takut akan Tuhan, bangsa Yehuda justru menertawakan dan mengolok-olok Yeremia. Mereka tidak takut dengan nubuatan tentang hukuman yang akan mereka terima. Mereka justru menantang Tuhan dengan mempertanyakan kapan nubuatan itu akan terjadi dan biarkan saja terjadi. Mereka bahkan mengancam keselamatan Yeremia. Bangsa Yehuda mengandalkan kekuatannya sendiri dan meragukan kuasa Tuhan. Mereka tidak memiliki rasa bersalah sama sekali, apalagi memohon pengampunan kepada Tuhan. Yeremia menggambarkan mereka seperti semak bulus yang selalu kekeringan. Berbeda dengan orang yang mengandalkan kuasa Tuhan, yang digambarkan seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, mereka akan tetap beroleh kehidupan. Yeremia percaya bahwa di dalam Tuhan, ia tidak akan dipermalukan.
Di bulan Kitab Suci saat ini, mari kita sejenak mengingat firman Tuhan yang telah kita terima sepanjang hidup kita. Ada begitu banyak cara ketika Tuhan menyampaikan kehendak-Nya kepada kita, yaitu melalui ajakan, larangan, dan perintah-Nya. Apakah respon kita atas firman Tuhan itu? Mulut kita dapat dengan mudah mengatakan “saya menaati Firman Tuhan dengan sepenuh hati”, namun bagaimana dengan hati kita, “Apakah sungguh taat?” Kiranya kita dimampukan seperti Yeremia, yang taat dan setia dengan firman Tuhan atas dirinya. Dan kita dapat mengatakan, “Tuhanlah yang harus kita andalkan.” Amin. [dvd].
“Firman Tuhan telah dinyatakan bagi kita, kini taat dan setialah dalam mewujudnyatakannya.”