Bacaan: Maleakhi 3 : 13 – 18 | Pujian: KJ. 269
Nats: “Maka kamu akan kembali melihat perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah
kepada-Nya.” (Ayat 18)
Dalam hubungan dagang, dikatakan adil ketika pembeli memperoleh barang/jasa sesuai nominal yang dibayarkan. Jika hubungan Tuhan dengan manusia diibaratkan hubungan dagang, maka benarkah Tuhan adil? Mengapa seringkali orang baik menderita sedangkan orang jahat hidup bahagia dan berkelimpahan? Jika Tuhan baik, mengapa orang jujur malah hancur, sedangkan orang yang tidak jujur malah mujur? Mengapa orang benar banyak yang tertindas sementara orang jahat berlenggang bebas?
Bangsa Israel memandang hubungannya dengan Tuhan, dengan perhitungan untung rugi. Percuma beribadah kepada Allah, mempersembahkan korban, memelihara serta melakukan hukum dan mengenakan kain kabung simbol penyesalan dan pertobatan, jika tetap menderita. Sedangkan yang tidak mengindahkan Tuhan, hidupnya aman-aman saja. Kenyataan itu membuat bangsa Israel meragukan keadilan Tuhan. Sehingga bangsa Israel enggan hidup beribadah kepada Tuhan dengan tulus hati. Pelanggaran moral umat dan para imam merajalela. Peribadatan di Bait Suci hanya formalitas, tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Namun sebagian orang Israel yang masih memelihara kesetiaan dan menghormati Tuhan percaya bahwa Tuhan akan bertindak adil. Ia akan menyatakan kasih setia dan keadilan-Nya pada hari penghakiman. Sehingga mereka tahu meskipun orang benar dan fasik dibiarkan tumbuh bersama, tetapi perjuangan iman orang benar tidak akan berakhir sia-sia.
Ada pengharapan bagi setiap orang yang berjuang hidup dalam kekudusan dan takut akan Tuhan. Meski seringkali orang benar menderita, penderitaannya adalah proses pemurnian iman. Meski orang jahat bersuka ria di dunia, apakah kebahagiaan itu selamanya? Bukankah akhirnya semua akan dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan? Relasi kita dengan Tuhan bukan hubungan dagang yang memperhitungkan untung rugi. Justru kesetiaan, kasih dan berkat Tuhan selalu dinyatakan melampaui kerapuhan manusia, lebih dari yang pantas kita terima. Tanpa rahmat Tuhan, kita tidak berarti apapun. Maka bentangan jalan penuh kesukaran kiranya tidak menyurutkan perjuangan iman kita sampai pada kesudahannya. Amin. [wdp].
“Lalang dan gandum tampak serupa dan dibiarkan tumbuh bersama, tapi bukankah hanya gandum yang berbulir yang dituai sedangkan lalang dibuang?”