Bacaan : Wahyu 18 : 1 – 10 | Pujian: KJ 392
Nats: “Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya.” [ayat 4]
Semalam bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Aku pun sadari, ku segera berlari
Reff: Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi lagi.
Firasatku ingin kau ‘tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi.
Ini adalah penggalan lirik dari lagu berjudul Firasat, yang diciptakan oleh Dewi Lestari dan dinyanyikan oleh Marcell. Lagu ini menggambarkan rasa kesendirian dan kesepian syahdu yang bermuara pada kerinduan yang dalam kepada sang kekasih hati. Hanya satu hal yang diinginkan, kekasihnya pulang dan tak pergi lagi.
Pulang selalu menjadi sesuatu yang membuat nyaman, baik bagi orang yang ditunggu maupun yang menunggu. Namun, hal yang berbeda disampaikan Yohanes si Pelihat dalam bacaan kita. Dalam penglihatan apokaliptisnya, ia justru menasehatkan para orang percaya untuk pergi dan bukannya pulang. “Pergi” selalu mengandung dimensi keluar dari zona aman dan nyaman kita. “Pergi” selalu bermakna meninggalkan sesuatu yang sudah biasa dan sudah akrab. Karena itulah, “pergi” menjadi lebih sulit ketimbang “pulang”. Tapi sekali lagi, Tuhan justru meminta kita untuk “pergi”. Itu berarti bahwa kita diminta untuk keluar dari zona nyaman dan aman yang selama ini kita nikmati. Perintah untuk pergi berarti kita diminta untuk tak cukup puas berkutat pada diri sendiri. Kita diperintahkan untuk hidup dengan dinamis dan hidup dengan memberi dampak positi bagi lebih banyak orang. Kita dikehendaki untuk pergi menjadi berkatNya bagi semua ciptaanNya.
Pulang selalu menyenangkan. Tapi hari ini mari kita ingat, bahwa sebelum benar-benar “pulang” pada saatnya nanti (meninggal dunia), kita diutus untuk pergi. Pergi untuk menjadi berkat dan membawa maslahat. Jadi, pergilaaahhh…. [Rhe]
“Segala sesuatu tak akan kembali, jika tak pernah pergi.”