Bacaan : Galatia 4 : 4 – 7 | Pujian: KJ 441
Nats: “Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.” [ayat 7]
Banyak manusia berpikir tentang apa yang bisa ia terima dari orang lain saat melakukan sesuatu. Misalnya saja, karyawan selalu menantikan terima gaji. Anak-anak selalu menantikan uang jajan. Pensiunan selalu menanti tanggal pencairan uang pensiun. Pria menyenangkan hati wanita pujaannya supaya cintanya diterima. Seseorang memberi senyuman kepada sesamanya supaya juga diperlakukan baik. Ya, banyak orang melakukan sesuatu karena ia ingin menerima sesuatu juga dari orang lain. Tapi, hari ini adalah jatuh tempo! Saatnya kita tidak lagi memikirkan apa yang bisa kita dapatkan dari orang lain, tetapi apa yang bisa kita berikan kepada Tuhan dan kepada sesama?
Aaah, bukankah memberi itu bermodal? Ya, benar! Bukankah kita ini adalah anak-anak Allah dan menjadi ahli-ahli waris Allah? Mengapa harus cemas dan bimbang untuk bisa memberikan segala apa yang ada pada kita untuk Tuhan melalui sesama?
Puji Tuhan, besok sudah 2018. Kapan lagi kita akan mengubah cara pandang kita untuk tidak selalu meminta bayaran, untuk tidak selalu minta balasan? Kalau kita terus memikirkan keuntungan apa yang kita dapatkan ketika melakukan sesuatu, berarti kita ini tidak layak disebut ahli waris. Karena ahli waris sudah punya segalanya, maka ia hanya memikirkan tentang apa yang bisa dibagikan kepada sesamanya. “Aku hanya punya senyuman”, maka teruslah untuk lebih dulu memberikan senyuman kepada sesama. “Aku hanya punya waktu luang yang banyak”, maka teruslah memberi diri untuk mengunjungi sesama. “Aku hanya punya kemampuan untuk bercocok tanam”, maka teruslah melakukan penghijauan bumi ini. “Aku hanya punya gaji sebagai karyawan”, maka berikanlah sebagian untuk mendukung pelayanan gereja. Kita, adalah ahli waris, punya kesempatan untuk memberi yang terbaik bagi sesama untuk kemuliaan Tuhan. [dee]
Berlaku anak Allah adalah memikirkan apa yang bisa diberikan untuk sesama.