Bacaan: Yakobus 5 : 1 – 6 | Pujian: KJ. 324
Nats: “Sesungguhnya, upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, berteriak terhadap kamu, dan keluhan mereka yang menyabit panenmu sampai ke telinga Tuhan Semesta Alam.” (Ayat 4)
Di era modern, kemajuan teknologi dan industrialisasi membawa perubahan besar dalam pola pikir manusia. Gaya hidup serba cepat, persaingan tanpa batas, dan keinginan akan kenyamanan sering kali membuat manusia menganggap materi sebagai ukuran utama keberhasilan. Media sosial dipenuhi gambaran kehidupan mewah, seolah kebahagiaan sejati hanya bisa diperoleh melalui kepemilikan harta benda yang melimpah. Namun, apakah benar demikian? Apakah materi satu-satunya ukuran kebahagiaan, ataukah ini sekadar ilusi yang diciptakan oleh sistem dunia?
Sang Roh Suci berilham kepada rasul Yakobus untuk memberikan peringatan keras kepada orang-orang kaya yang menimbun hartanya dengan cara yang tidak benar. Ia menyatakan bahwa kekayaan yang dikumpulkan secara tidak adil akan membusuk, emas dan perak mereka akan berkarat, dan mereka akan menghadapi penghakiman Tuhan. Yakobus mengkritik mereka yang menindas kaum yang lemah demi keuntungan pribadi. Sebuah realitas yang juga masih kita lihat dalam dunia sekarang. Kekayaan yang tidak dipergunakan dengan benar hanya akan membawa kebinasaan bagi pemiliknya.
Jika dibandingkan dengan ajaran Tuhan Yesus, kita melihat bahwa Tuhan Yesus tidak menentang kekayaan itu sendiri, tetapi Ia menegaskan bahwa kekayaan dapat menjadi penghalang bagi seseorang untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah (Mat. 19:23-24). Tuhan Yesus mengajarkan bahwa hidup yang sejati bukan terletak pada kelimpahan harta, melainkan pada kesediaan untuk mengasihi dan berbagi kepada sesama. Maka orang yang berlebih harus memanfaatkan hak istimewanya untuk mendukung yang berkekurangan. Maka pertanyaannya, “Apakah kekayaan adalah tujuan, ataukah sekadar alat?” Jika kita hanya mengejar harta tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kasih, keadilan, dan kebenaran, kita jatuh dalam perangkap materialisme yang sia-sia. Marilah kita menata ulang prioritas hidup kita, menjadikan Tuhan dan kehendak-Nya sebagai pusat, bukan sekadar mengejar harta yang akan tetap di bumi sedangkan tubuh kita menua, melemah, dan lenyap bersama waktu. Renungkan ini baik-baik! Amin. [yopi].
“Hidup manusia hanya puluhan tahun saja, jangan semua dihabiskan hanya untuk mengumpulkan materi saja.”