Bacaan: 2 Korintus 7 : 2 – 12 | Pujian: PKJ. 200
Nats: “… namun sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah dibuat bersedih, melainkan karena kesedihanmu membuat kamu bertobat. Sebab, kesedihanmu itu adalah menurut kehendak Allah.” (Ayat 9)
Pernahkah saudara berpikir ketika kanak-kanak dahulu orang tua kita memberikan nasihat, menyuruh ini dan itu lalu kita merasa hal tersebut membuat kita marah dan merasa tidak penting? Dan pernahkah saat saudara dewasa berpikir bahwa apa yang disampaikan oleh orang tua kita dahulu, sebenarnya bukan marah tetapi memberikan kita ilmu hidup? Memang ketika masih anak-anak perasaan kita dan apa yang ada dalam pikiran orang tua kita tidak “sama”, dalam artian untuk kita mengerti maksud orang tua menyampaikan naisihatnya kadang tidak sesuai dengan psikologi perkembangan anak. Namun, seiring dengan perkembangan pikiran kita, kita akan merasakan bahwa semua nasihat itu ada maksud dan tujuannya.
Relasi Paulus dan Jemaat di Korintus selayaknya relasi orang tua dengan anak. Pada bacaan kita rasul Paulus memberi nasihat kepada jemaat Korintus, akan tetapi nasihat itu mengalami penolakan. Oleh karena itu, muncul surat 2 Korintus ini. Melalui suratnya ini, rasul Paulus tetap memberikan nasihat kepada Jemaat. Ia menunjukkan mengapa dia memberikan nasihat-nasihat itu, yaitu agar Jemaat di Korintus dapat bertumbuh menjadi jemaat yang dewasa secara iman dan hidup dalam kekudusan bersama Tuhan. Melalui Titus, Paulus mengetahui bahwa nasihatnya membawa pertobatan dan perubahan pada tubuh jemaat di Korintus.
Dalam sebuah relasi, kita akan menjumpai konflik di dalamnya, begitu juga dalam relasi Paulus dengan orang-orang percaya di Korintus. Dalam hidup, kita juga akan menjumpai ketegangan dalam berelasi, maka jangan takut dengan konflik yang ada. Melalui perjalanan jemaat Korintus, konflik dan ketegangan bahkan kesedihan yang terjadi dapat membawa perubahan. Jika dalam konflik, kita tidak mau saling mendengarkan dan membawa ego kita masing-masing tanpa mendahulukan kehendak Tuhan, maka konflik itu terjadi. Karena itu, konflik haruslah diakhiri dengan kerukunan. Dalam semangat bulan penciptaan ini, konflik kita tidak hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam. Marilah kita mengupayakan hidup rukun dengan sesama dan ciptaan yang lain. Amin. [BWP].
“Ribut itu boleh, asalkan mendahulukan kehendak Allah.”