Bacaan: Yesaya 33 : 10 – 16 | Pujian: KJ. 436
Nats: “Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara jujur, yang menolak laba hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya tidak menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya supaya jangan melihat kejahatan.” (Ayat 15)
Dalam gurauan yang diucapkan Abdurrahman Wahid alias Gusdus, Presiden ke-4 RI, mengungkapkan bahwa hanya ada 3 polisi jujur di negara Indonesia ini, yaitu: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng. Hoegeng dikenal sebagai polisi yang memiliki keberanian dan kejujuran. Ia tidak mau menerima suap sepeser pun, dan dia tidak melakukan kejahatan yang merugikan orang lain, sehingga ia terselamatkan dan tidak terjerat dalam suatu kasus apapun.
Pada bagian bacaan kita pada hari ini, nabi Yesaya menggambarkan orang-orang yang akan lolos dari api hukuman Tuhan Allah, yakni mereka yang dapat menjalankan kehidupan dengan saleh, rendah hati, dan benar di hadapan Allah. Orang yang saleh ini digambarkan oleh Yesaya sebagai orang yang : (1) Memenuhi tuntutan-tuntutan kebenaran hukum Allah. (2) Berbicara dengan tulus hati tanpa penipuan. (3) Menolak mencari uang dengan cara tidak adil. (4) Menolak untuk terlibat dalam tindakan-tindakan kejahatan. (5) Menolak untuk menyenangi kejahatan atau bergembira dengan kejahatan orang lain. Orang yang hidup saleh dan benar ini diibaratkan sebagai orang yang tinggal di tempat yang aman, di tempat yang tinggi, yang bentengnya di atas bukit batu (Ay. 16). Dia merasa dilindungi dari kekhawatiran dan bahaya. Dan dia selamat dari murka Allah dan api hukuman yang menghanguskan.
Pada saat ini, kita masih menghayati bulan pembangunan GKJW, melalui seruan Yesaya kita sebagai warga GKJW diajak untuk hidup dalam kebenaran. Hidup dalam kebenaran ini dapat kita lakukan dengan memulai hidup jujur, tidak menyakiti orang lain, dan hidup seturut kehendak Allah. Menjadi panggilan bagi kita untuk bersaksi dan mewartakan kebenaran Injil Tuhan. Di bulan pembangunan saat ini, mari kita hidup benar dalam lingkup keluarga, gereja dan masyarakat. Bersama-sama kita menumbuhkembangkan nilai-nilai kebenaran yang sejati, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri di dalam hidup kita. Sebab dengan hidup dalam kebenaran inilah, maka kita dapat bertahan dan diselamatkan. Amin. [Ber].
“Kebenaran dalam hidup adalah melakukan kehendak Allah dalam hidup kita.”