Bacaan: Yesaya 6: 1-8 I Pujian: KJ. 429: 1,3
Nats: “Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku? Maka sahutku: “ Ini aku, utuslah aku!” (ayat 8)
Menjalankan sebuah tugas membutuhkan nyali yang cukup. Ada banyak orang menolak sebuah tugas karena tidak punya nyali untuk menjalankan tugas tersebut. Mengapa nyali itu tidak dimiliki? Karena telah ciut dan habis oleh berbagai perasaan khawatir. Khawatir kalau tidak bisa menjalankan tugas dengan sukses, khawatir kalau tugas tersebut akan membuat hidupnya justru tidak lebih nyaman daripada sebelumnya, khawatir kalau harus bekerja keras untuk menyelesaikan tugas itu, khawatir jika karena tugas tersebut ia akan dituntut berbuat lebih banyak oleh orang-orang di sekitarnya.
Perasaan khawatir sebelum benar-benar menjalani suatu tugas itu perasaan yang normal. Hanya saja kadarnya harus terukur. Jika tidak ada sedikitpun kekhawatiran, bisa jadi orang akan menyepelekan suatu tugas dan tidak benar-benar mempersiapkan diri dengan baik sehingga hasil pekerjaannya menjadi kurang maksimal. Jika kekhawatiran itu terlalu besar, maka orang tidak akan punya cukup nyali untuk menjalankan tugas itu sehingga tugas itu terbengkalai.
Yesaya termasuk orang yang punya nyali. Ia memutuskan bersedia menjadi utusan Tuhan dengan nada yang sangat optimis: „ Ini aku, utuslah aku!” Ia memang berangkat dari keraguan soal kelayakan dirinya karena merasa sebagai orang yang najis bibir (ucapannya penuh dosa). Perasaan itu membuat nyalinya ciut sehingga beranggapan bahwa ia tidak layak untuk tugas apapun. Namun nyali itu datang kembali setelah seraphim menempelkan bara api di lidahnya. Ia telah ditahirkan. Ia merasa dilayakkan oleh Tuhan sehingga siap menjadi utusan Tuhan.
Kita adalah orang-orang yang telah ditebus oleh darah Yesus Kristus. Artinya kita telah dilayakkan oleh Sang Kristus. Karena itu, dalam setiap tugas gereja yang diberikan kepada kita semestinya kita seperti Yesaya yang dengan optimis berkata: “ Ini aku, utuslah aku!”? (dn)
“ Tanpa keberanian semua kebajikan kehilangan makna.” (Winston Churchill)