Bacaan: Amos 8:11-13 | Pujian: KJ. 178
Nats: “Aku akan mengirimkan kelaparan ke negeri ini, bukan kelaparan akan makanan dan bukan kehausan akan air, melainkan akan mendengarkan firman TUHAN.” (ay.11b)
Kata “bebal”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: sukar mengerti, tidak cepat menanggapi sesuatu. Maka orang yang bebal terkadang menjadi sangat menyulitkan bahkan menyebalkan bagi lawan bicaranya. Saya hanya menduga-duga saja, apakah kebebalan itu erat dengan kebodohan seseorang, atau sikap tegar tengkuknya? Biasanya seseorang akan sulit menerima masukan dari orang lain bila ia merasa yakin bahwa apa yang menjadi pendapatnya adalah sebagai hal yang mutlak kebenarannya, padahal yang terjadi bisa saja sebaliknya, bahwa apa yang diyakininya belum tentu benar dan tepat. Bahkan ketika sesuatu yang buruk terjadi karena kebebalannya, ia-pun masih belum menyadarinya.
Kehidupan bangsa Israel yang tegar tengkuk, rupanya merupakan sebuah gambaran riil dalam kehidupan manusia. Kebebalan manusia seringkali menjadi penghalang bagi Firman Tuhan yang akan menjadi sumber hikmat dan menuntun umat dalam menjalani arus kehidupan yang semakin lama menjadi semakin tidak mudah ini.
Setidaknya secara pribadi, sayapun pernah merasa “tertampar” oleh Firman Tuhan. Saya merasa bersyukur bisa merasakannya dan berubah karenanya. Akan tetapi entah apa yang terjadi dengan diri anda? Mungkin saja seseorang merasa perlu ke gereja hanya untuk mendengarkan Firman Tuhan “yang ingin didengarkannya” (baca: menyenangkan hatinya saja), misalnya tentang berkat yang berkelimpahan dan hal yang semacam itu. Tetapi orang menjadi tidak suka dan mengambil sikap defensif, dan bahkan kemudian memusuhi Pendeta yang menyampaikan Firman Tuhan dan khotbah yang bersifat menegur sikap hidupnya yang tidak baik, misalnya: suka mabuk-mabukan, judi, perselingkuhan atau hal-hal negatif lainnya.
Bila situasi itu yang terjadi, maka seseorang akan jatuh dalam pencobaan dan masalah yang sulit. Biasanya, setelah itu mereka baru merasa perlu untuk memperhatikan dan kembali kepada Firman Tuhan. Persis seperti Israel, yang merasakan kelaparan akan Firman Tuhan, namun tidak menemukannya. [DK]
“Jangan biarkan nasi menjadi bubur”