Bacaan: Yohanes 3 : 1 – 17 | Pujian: PKJ. 198 : 1, 3
Nats: “Yesus menjawab, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” (Ayat 3)
Alkisah ada seorang pemuda datang kepada pendeta meminta wejangan hikmat. Sejak ia datang, ia terus bercerita tentang dirinya dan persoalan hidupnya tanpa henti. Sang pendeta mendengarkannya sambil menuang air teh ke dalam cangkir. Ia terus menuang air teh itu hingga air teh itu meluap keluar dari cangkir. Melihat hal tersebut, si pemuda itu segera menghentikan dan mengingatkan bahwa cangkirnya sudah penuh. Pendeta itu kemudian berkata, “Itulah pula yang terjadi dengan dirimu, anakku. Hati dan pikiranmu sudah begitu penuh terisi dengan dirimu sendiri hingga tidak ada lagi ruang kosong. Oleh karena itu, aku tidak mungkin memberikan wejangan hikmat kepadamu karena pasti akan tumpah keluar.” Mendengar perkataan dari pendeta tersebut, pemuda itu tertegun dan menyadari bahwa di dalam hidupnya, ia tidak pernah menyediakan ruang kosong dalam hatinya untuk mengerti setiap rancangan Tuhan. Ia selalu disibukkan bergumul dengan permasalahan dalam hidupnya.
Nikodemus adalah seorang Farisi dan pemimpin agama Yahudi. Dia memiliki status dan kedudukan yang tinggi di masyarakat. Status dan kedudukan yang dimilikinya dapat membuatnya menjadi sombong dan angkuh. Selama kesombongan itu ada, maka sulit bagi Nikodemus untuk mendapatkan hikmat dari Yesus. Karena itu, Nikodemus harus bersedia mengosongkan isi cangkirnya terlebih dahulu, yaitu hati dan pikirannya yang masih berisi doktrin agama atau rancangan pikirannya sendiri
Kecenderungan hidup saat ini, dapat membuat kita yang memiliki jabatan, kekayaan, kedudukan menjadi sombong dalam hidup. Kita mulai melupakan waktu untuk bersekutu dengan Tuhan. Sulit bagi kita untuk menyisihkan waktu dan tenaga kita untuk berdoa dan merenungkan firman Allah, karena kita lebih mementingkan mencari uang, karir dibandingkan bersekutu dengan Tuhan. Dalam hal ini, kita harus lahir kembali. Kita meninggalkan kehidupan lama kita untuk masuk ke dalam kehidupan baru bersama Kristus. Kita bersedia mengosongkan diri kita, hati dan pikiran kita, agar ada ruang bagi Tuhan untuk mengisinya dengan hikmat-Nya. Sehingga kita mengerti dan memahami kehendak Allah bagi hidup kita. Mari kita menyediakan waktu dan ruang bagi Tuhan dalam hidup kita. Amin. [Jojo].
“Ketika hati dan pikiran kita penuh dengan diri kita sendiri, maka tidak ada lagi ruang kosong yang tersisa untuk Tuhan.”