Bacaan: Markus 10 : 35 – 45 | Pujian: KJ. 383
Nats: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Ayat 45)
Pada saat kita datang ke sebuah restoran, di situ kita akan disambut oleh para pelayan restoran. Mereka akan menyambut kita dengan ramah. Mulai dari kita masuk, duduk untuk menentukan menu, saat menyajikan makanan atau minuman bahkan saat kita pulang, mereka dengan ramah mengucapkan terimakasih atas kunjungan kita. Hal inilah yang pada umumnya dilakukan oleh seorang pelayan restoran. Apakah semua pelayan restoran memiliki sikap seperti itu? Jawabannya belum tentu. Mungkin kita pernah datang ke sebuah restoran yang lain dimana kita tidak dilayani dengan ramah, bahkan pelayannya terlihat angkuh dan ketus.
Bacaan kita saat ini menampilkan permohonan Yakobus dan Yohanes kepada Tuhan Yesus. Dengan cara mendekati Tuhan Yesus, mereka meminta agar kelak mereka bisa “duduk dalam kemuliaan-Nya”, yang seorang di sebelah kanan dan yang seorang di sebelah kiri (Ay. 35-37). Istilah kemuliaan (Yunani: δοχα; doxa) dapat berarti kemegahan, kehormatan atau sifat yang menonjol. Hal ini menunjukkan bahwa Yakobus dan Yohanes ingin diberi kehormatan, kedudukan, jabatan atau kuasa yang tinggi dibandingkan para murid yang lain. Permintaan tersebut juga menegaskan bahwa mereka hanya mengingat kepentingan atau ambisi diri sendiri. Menanggapi permintaan tersebut Tuhan Yesus menyatakan bahwa pada dasarnya mereka tidak tahu apa yang sebenarnya mereka minta. Dia sendiri juga tidak memiliki hak memberikan kemuliaan-Nya itu (Ay. 38-40). Lebih lanjut, Tuhan Yesus memberikan pengajaran kepada mereka bahwa barangsiapa ingin menjadi besar hendaklah ia menjadi pelayan dan barangsiapa ingin terkemuka hendaklah ia menjadi hamba. (Ay. 41-45).
Sebagai orang Kristen, istilah melayani tentu tidak asing bagi kita semua. Melayani bisa dilakukan dimana dan kapan saja, baik dalam kehidupan keluarga, gereja, dan masyarakat. Namun, kita juga perlu merefleksikan kembali setiap bentuk pelayanan yang telah kita lakukan selama ini, “Apakah kita sungguh-sungguh melayani orang lain atau justru melayani diri sendiri kita?” Ada kalanya orang terlibat dalam pelayanan, tetapi sebenarnya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, bukan untuk kepentingan orang yang ia layani. Hal itu bisa terjadi apabila dalam pelayanan dilandasi motivasi ingin mencari nama, kehormatan, kedudukan, jabatan, dan kekuasaan. Marilah kita melayani dengan dasar ketulusan hati, bukan ambisi maupun kepentingan pribadi. Amin. [G-mbul]
“Melayani dengan setulus hati bukan ambisi maupun kepentingan pribadi.”