Bacaan: Kejadian 25 : 19 – 28 ǀ Pujian: KJ. 91
Nats: “Tetapi anak-anaknya bertolak-tolakan di dalam rahimnya dan ia berkata: “Jika demikian halnya, mengapa aku hidup?” Dan ia pergi meminta petunjuk kepada TUHAN.” (Ayat 22).
Trias Kuncahyono dalam bukunya berjudul “Jerusalem, Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir” menuliskan kalimat: “Perdamaian adalah keindahan hidup. Ia laksana sinar mentari. Perdamaian adalah senyum seorang anak kecil, cinta seorang ibu, kebahagiaan seorang ayah, kebersamaan sebuah keluarga. Perdamaian adalah kemajuan manusia, kemenangan keadilan, kemenangan kebenaran. Perdamaian adalah semua itu, dan lebih dan lebih dari semua itu.” (Perdana Menteri Israel Menachem Begin. 1978)
Terlepas dari beragam kepentingan yang muncul berkenaan atas kota Yerusalem, Kuncahyono menyampaikan refleksinya atas kenyataan kota Yerusalem yang belum menikmati suasana damai. Disadari bahwa situasi tidak damai merupakan keadaan yang bisa dikatakan seusia dengan hadirnya manusia di muka bumi. Hal ini tidak saja dalam lingkup antar bangsa, bahkan mungkin bisa muncul di lingkup kecil keluarga.
Bacaan hari ini menceritakan keluarga Ishak dan Ribka yang menyadari keberadaan anak-anak mereka yang akan lahir. Anak kembar mereka, yang kemudian diberi nama Esau dan Yakub, yang sejak di dalam rahim dikisahkan “bertolak-tolakan” (ay. 22a). Betapa tidak damainya suasana yang dialami oleh Ishak dan Ribka serta juga nantinya, Esau dan Yakub. Ia menyikapi dengan mengedepankan suara Tuhan terlebih dahulu, “… dan ia pergi meminta petunjuk kepada Tuhan …” (ay. 22b). Meski disayangkan, pada akhirnya ternyata Ishak dan Ribka menjadi lemah dan tidak meneruskan doa untuk tumbuhnya kerukunan bagi kedua anaknya. Malahan tidak bisa berlaku adil kepada kedua anaknya (ay. 28). Akibatnya situasi perselisihan terus berlanjut dalam keluarga.
Pengalaman Ishak dan Ribka menjadi pembelajaran untuk kita. Kita perlu peka dengan situasi yang menciptakan ketidak-damaian. Termasuk juga perlunya terus berusaha meminta petunjuk Tuhan dalam situasi seperti itu. Minggu Adven keempat ini kiranya membuat kita ingat untuk membangun kedamaian. Peristiwa kelahiran Yesus yang kita imani sebagai Raja Damai menjadi penanda semangat dan pengharapan baru tumbuhnya kedamaian. Mari kita mulai dari keluarga, dengan membangun kerukunan di antara anggota keluarga. Landasannya adalah sikap orang tua yang selalu meminta petunjuk Allah, memohonkan perdamaian dan kerukunan serta konsisten memperjuangkannya. Amin. [WdK].
“Berbahagialah orang yang membawa damai.”