Bacaan : Imamat 24 : 5-9 l Pujian: KJ. 446
Nats: “Engkau harus mengambil tepung yang terbaik dan membakar dua belas roti bundar dari padanya, setiap roti bundar harus dibuat dari dua persepuluh efa..” (ayat 5)
Teman saya memiliki definisi kesuksesan yang tidak biasa. Baginya, sukses adalah ketika ia mampu menawar barang dan membelinya dengan harga yang lebih murah dari pasaran pada umumnya. Saya pernah sekali waktu takjub, ketika melihatnya menawar. Ia menguasai seluruh teknik menawar : sok kenal, menggoda, jual mahal, sampai memelas. Entah bagaimana, namun ia tahu cara mana yang harus digunakan ketika melihat penjual yang diincarnya. Luar biasa! Tabik!
Tentu bukan hanya teman saya yang suka menawar untuk mendapatkan harga murah. Setiap orang normal jika bisa memilih, tentu akan melakukan penawaran untuk menekan pengeluaran. Hal demikian wajar, sebagai cara kita untuk mengatur keuangan.
Namun, ada kalanya kita kebablasan dalam mempraktekkan penawaran. Bukan hanya barang yang kita tawar, tetapi segala sesuatu termasuk ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan. Coba kita ingat-ingat, jangan-jangan kita suka menawar dan minta potongan besar-besaran ketika diberi kesempatan untuk membuktikan ketaatan dan kesetiaan kita kepada Tuhan? – “Ah sekali- sekali mengambil sedikit tidak apa ya, Tuhan? Aku masih mending, kan? Toh yang lain mencuri lebih banyak dan lebih sering.”
Dalam perikop di kitab Imamat ini, Tuhan memberikan segala hukum dan ketetapan kepada bangsa Israel dengan amat detil. Tepat ukuran. Tepat tujuan. Tepat penghayatan. Bukankah hal ini menunjukkan bahwa penghormatan, kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhan itu harus senantiasa yang terbaik dan diusahakan dengan sungguh-sungguh? Jelas tidak untuk ditawar. Jadi, bayangkan saja ketika kita menawar Tuhan, mungkin Ia akan tersenyum kecut sambil menyahut : “Maaf, harga pas!”
Jadi, bila memiliki hobi menawar, kita harus berhati-hati. Sebab kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhan itu harga mati. (vin)
“Jangan ditawar, sebab kesetiaan dan ketaatan itu harganya mahal!”