Rendah Hati Menyambut Cinta-Nya Pancaran Air Hidup 2 Februari 2025

2 February 2025

Bacaan: Lukas 4 : 22 – 30  |  Pujian: KJ. 246
Nats: “Namun, Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang janda di Sarfat, di tanah Sidon.” (Ayat 26)

Alan adalah anak terakhir dari lima bersaudara. Ia menuntaskan pendidikan psikologinya dengan nilai memuaskan dan menjadi konselor yang digemari banyak orang. Tetapi ia merasa hidupnya tidak berarti bagi keluarganya. Karena setiap mereka menghadapi persoalan, nasihat dan pertimbangan-pertimbangannya tidak pernah didengarkan. Bagi mereka, Alan tetaplah anak bungsu yang belum mengerti apa-apa. Apalagi di masa kanak-kanak sampai remajanya, ia dicap bandel dan paling sering membuat masalah. Meskipun telah berusaha memperbaharui citra dirinya, stigma yang dilekatkan keluarganya tidak berubah.

Hal serupa dialami Yesus di hadapan orang-orang Nazaret. Meskipun Yesus mengajar dengan hikmat luar biasa, mereka memilih tidak percaya. Identitas Yesus sebagai anak tukang kayu dianggap remeh. Alih-alih mempercayai-Nya sebagai Mesias, Yesus justru dicemooh bahkan hendak dianiaya. Meskipun berita tentang-Nya telah tersiar, pengajaran dan mujizat-Nya membuat kagum banyak orang, tetapi di tempat asal-Nya, Yesus tidak diindahkan. Yesus mengkritik kebebalan dan kelambanan Israel untuk menerima kebenaran. Para nabi tidak dihargai bahkan dianiaya di tempat asalnya. Karya Allah tidak dinyatakan karena mereka mengeraskan hati dan enggan percaya. Berita pembebasan bagi orang-orang miskin dan tertindas akhirnya dinyatakan kepada siapapun yang percaya. Sama seperti Elia yang di tengah bencana kelaparan justru diutus Tuhan kepada janda Sarfat yang bukan bagian dari umat pilihan.

Bela rasa dan belas kasih Allah bersifat inklusif atau terbuka bagi setiap orang. Diberikan semata karena karunia dan rahmat-Nya, bukan berdasarkan identitas seseorang. Pekerjaan Tuhan dinyatakan kepada umat yang rendah hati dan sungguh-sungguh percaya serta mempercayakan diri kepada-Nya. Mereka yang menyadari kebutuhan akan karunia dan pertolongan Tuhan dalam kerapuhan dan keterbatasannya, menyambut rengkuhan cinta Tuhan dalam sukacita dan pengharapan. Seperti janda Sarfat, dengan kerendahan hati, ketulusan, dan keyakinannya akan pemeliharaan Tuhan, memungkinkan ia menerima karunia dan pemeliharaan Ilahi yang tidak terputus. Maka hati dan pikiran yang terbuka untuk menyambut cinta Kristus, membuka kesempatan bagi terwujudnya karya Tuhan dalam hidup kita. Amin. [wdp].

“Menyambut cinta Tuhan dalam kerendahan hati dan keterbukaan pikiran, membuka peluang terjadinya pembaharuan hidup.”

Renungan Harian

Renungan Harian Anak