Bacaan : 2 Yohanes 1 : 4-11 l Pujian: KJ. 379
Nats: “Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan antikristus” (ayat 7)
Pernah suatu hari saya berniat mengajak seorang teman ke sebuah tempat makan yang unik. Tempat makan ini sekaligus museum yang memajang beberapa barang antik. Teman saya amatlah tertarik. Saya pernah beberapa kali ke sana, sedangkan teman saya belum sama sekali. Karena itu, ketika saya menawarkan diri untuk menjadi penunjuk arah, dia pasrah.
Bermodalkan ingatan, sayapun memberi arahan dengan percaya diri. Namun, arahan saya ternyata justru membawa kami tersesat ke sebuah perkebunan sepi yang menakutkan. Hari semakin gelap, kamipun semakin lapar. Akhirnya, kami mencari pemukiman terdekat,bertanya kepada warga, mengikuti arahannya, dan berhasil menemukan rumah makan tersebut. Dalam perjalanan itu teman saya mengomel dengan kesal : “Dasar kamu sesat! Keliatannya aja meyakinkan, ehh ternyata malah bikin nyasar!”
Bacaan kita menceritakan bahwa jemaat mula-mula saat itu menghadapi ancaman penyesatan. Menurut para penyesat (yang terpengaruh ajaran gnostik), Allah yang suci dan sempurna tidak mungkin mengambil rupa menjadi manusia yang penuh kekurangan, dalam daging yang fana. Allah yang abadi tidak mungkin menderita dan mati. Maka penyaliban dan kematian Yesus hanya bualan semata. Dengan demikian, mereka menjelaskan kebangkitan Yesus tidak pernah ada.
Padahal sebagai orang Kristen, peristiwa kebangkitan (yang diawali dengan penyaliban dan kematian) Yesus justru menjadi inti serta pusat perayaan iman kita. Oleh sebab itu, penulis surat ini berpesan dengan tegas kepada jemaat untuk menolak siapapun yang menyangkal kebangkitan Kristus (meski mereka menggunakan logika yang nampak meyakinkan).
Demikianlah permainan logika. Bisa menjadi amat menarik, tapi tak jarang juga menyesatkan. Maka berhati-hatilah! Jangan sampai akal budi pemberian Tuhan, justru mengkerdilkan iman. (vin)
“Akal budi dan iman berkelindan, menuntun kita menjalani kehidupan”