Bacaan: Mazmur 16 : 1 – 11 | Pujian: KJ. 314
Nats: “Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” (Ayat 11)
“Wong urip sing dienteni apa, sugiha, duwea drajat pangkat, bandane sak tumpuk seprapat jagad, … ning wong urip kuwi mung antri mati.” Kalimat ini diucapkan Bagong kepada Petruk dalam pentas pewayangan Ki Seno Nugroho ini ingin menunjukkan bahwa harta benda, derajat, dan pangkat menjadi tidak berarti jika dihadapkan dengan kematian. Artinya apa yang ada di bawah langit, di atas bumi adalah sementara. Tidak ada satupun yang kekal dan abadi, selain daripada Tuhan Allah Sang Pemberi Hidup itu sendiri. Karenanya, kita diajak untuk lebih bergantung pada Sang Pemberi Hidup itu daripada hal-hal sementara yang ditawarkan dunia untuk kita nikmati. Mengagungkan kesementaraan hanya akan membawa kita pada kebinasaan.
Di dalam bacaan kita, Pemazmur mengajak para pendengarnya untuk memuji-muji Allah. Bagi Pemazmur, Allah adalah pelindung. Ia baik dan berada di sebelah kanannya. Allah yang seperti itulah yang membuat kehidupan Pemazmur menjadi penuh sukacita, beroleh keselamatan dan hidup. Sedangkan ilah, digambarkan sebagai pribadi yang masih membutuhkan korban-korban darah untuk bisa melindungi mereka yang memujanya. Jika mengikuti ilah, Pemazmur yakin, ia akan hidup dalam kesedihan dan pada akhirnya binasa. Di sini, Pemazmur mengajak para pendengarnya untuk menentukan pilihan mereka. Dari kesaksiannya, Pemazmur mengatakan orang percaya akan selalu diperhadapkan dengan pilihan mengikuti Allah atau mengikuti ilah.
Dalam keseharian kita, ilah-ilah dapat berupa macam-macam hal yang nampak menarik tetapi membawa kita jauh dari Allah. Derajat, pangkat, harta benda, dan kekayaan, bisa menjadi ilah yang menarik dalam kehidupan kita, karena di tengah dunia, mereka dibutuhkan. Dengan memilikinya, seolah-olah kita bisa melakukan segalanya (rumangsa bisa). Tetapi firman Tuhan mengatakan “dimana hartamu berada, di situ hatimu berada.” Jika hati kita berada hanya pada harta benda, dan tidak mengingat siapa yang memberikannya, maka binasalah kita. Sebab itu, mari mulai saat ini, kita menjadi umat Tuhan yang bisa rumangsa. Kita akui bahwa tanpa kebergantungan diri kita kepada Tuhan, kita tidak mungkin bisa melakukan dan mendapatkan kehidupan. Sebaliknya, jika kita bergantung dan berserah kepada Tuhan, maka Ia akan menyelamatkan kita dari ilah-ilah dunia dan maut sekalipun. Amin. [mar].
“Aja rumangsa bisa, ning bisaa rumangsa!”