Bacaan: Kisah Para Rasul 8 : 18 – 24 | Pujian: KJ. 385
Nats: “Jadi, bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan semoga Ia mengampuni niat hatimu ini.” (Ayat 22)
“Bumi adalah rumah bersama” merupakan ungkapan yang memberi pengertian bahwa bumi yang manusia diami ini adalah milik bersama. Oleh karena itu, manusia harus bertanggung jawab menata, merawat, serta melestarikannya. Selain itu, kita juga diajak untuk mengusahakan dan memelihara bumi dan segala ciptaan Allah sebagai bentuk tanggung jawab kita. Akan tetapi di sisi lain, masih ada manusia yang tidak menyadari tanggung jawabnya tersebut. Mereka terus menerus mengeksploitasi alam, demi kepentingannya pribadi maupun kelompoknya. Keegoisan mereka merusak alam lingkungan merupakan dampak dari pemahaman yang salah tentang perintah Allah kepada manusia dalam hal “taklukkanlah dan kuasailah.”
Kisah Para Rasul 8:18-24 menceritakan tentang Simon, seorang penyihir yang mencari kuasa dan karunia dari Roh Kudus. Ketika Simon melihat para rasul menumpangkan tangan pada orang-orang dan Roh Kudus diberikan, ia menawarkan uang kepada mereka untuk membeli kuasa itu. Namun, Allah menolak Simon karena hatinya tidak lurus di hadapan Allah. Petrus menegur Simon dengan mengatakan, “Engkau tidak dapat mengambil bagian dalam hal ini, karena hatimu tidak benar di hadapan Allah. Bertobatlah dari kejahatan ini dan berdoalah! Barangkali Allah masih bersedia mengampunkan pikiranmu yang jahat itu, sebab aku melihat adanya perasaan iri dan dosa di dalam hatimu.” Simon menjadi takut dan memohon kepada Petrus untuk berdoa baginya.
Keegoisan dan keserakahan manusialah yang menjadi pemicu rusaknya alam di bumi ini. Sehingga bumi tidak lagi memberikan kesejahteraan sebagai rumah bersama. Oleh karena itu, dalam mengawali bulan penciptaan ini marilah kita merenungkan dan menyadari tanggung jawab kita sebagai pengelola ciptaan Tuhan. Dalam setiap tindakan kita, baik itu besar maupun kecil, kita dipanggil untuk menjaga dan memelihara bumi yang telah Tuhan percayakan kepada kita. Eksploitasi alam bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengabaikan kasih dan keadilan yang Tuhan ajarkan kepada kita. Kini saatnya bagi kita untuk bertobat dan berkomitmen kembali pada panggilan kita sebagai penjaga bumi. Dengan iman dan tekad, mari kita mencari cara-cara yang lebih bijak dan berkelanjutan dalam berinteraksi dengan alam lingkungan di sekitar kita. Amin. [WAY].
“Rawatlah alam ciptaan Tuhan, agar keutuhan dan kesejahteraan alam selalu nyata!”