Bacaan : Kisah Para Rasul 7 : 35 – 43 | Pujian : KJ. 426
Nats: “Musa ini juga telah diutus oleh Allah sebagai pemimpin dan penyelamat oleh malaikat, yang telah menampakkan diri kepadanya di semak duri itu” (Ay.35)
Cerita tentang kehidupan seorang martir saat akhir hidupnya demi membela Kristus sangatlah menarik untuk disimak. Salah seorang martir yang sangat terkenal ialah Stevanus. Dia dilempari batu sampai tidak bernyawa karena keteguhan hati dan imannya dalam membela Kristus membuat namanya dikenang. Semangatnya pun banyak diteladani oleh orang-orang masa kini. Meskipun mungkin dapat dikatakan bahwa jaman sekarang ini mungkin sudah jarang kita temui orang yang memiliki militansi yang begitu tinggi hingga mau mengorbankan dirinya untuk Kristus.
Pada kisah Stefanus hari ini kita melihat bahwa dia beberapa kali menyebut nama Musa dan kisahnya selama berada bersama bangsa Israel. Nampak bahwa Stefanus mencermati apa yang menjadi tugas dan panggilan Musa saat itu. Yang menarik di sini adalah dengan berani Stefanus membukakan sebuah kenyataan meskipun Musa telah dipilih oleh Allah tetapi ternyata para nenek moyang bangsa Israel tidak mau taat pada perintah dan pesan yang disampaikan. Penolakan dan tindakan pembantahan Bangsa Israel terhadap Musa diungkapkan Stefanus untuk mencelikkan suatu kesalahan. Sebab mereka malah menuruti keinginannya dan mencari Allah lain sesuai dengan kehendak mereka. Apa yang dilakukan Stefanus ini adalah langkah yang berani dan sebenarnya malah membawanya masuk ke dalam resiko yang lebih besar.
Terkadang ketika seseorang diminta untuk membela diri dan mengungkapkan sebuah kesaksian yang benar pasti yang diungkapkan adalah hal-hal yang menunjukkan kebenaran dirinya dan hal yang membuat dirinya semakin kuat dalam suatu sidang pengadilan. Jarang sekali ada seorang saksi yang malah membeberkan kebenaran yang menyakitkan atau tidak enak didengar oleh orang-orang yang mendengar kesaksiannya. Dari bagian kisah Stefanus hari ini kita diajak untuk melihat bahwa sebuah kesaksian kadang harus dipertegas dengan sebuah kritikan dan peringatan yang walau mungkin tidak enak didengar tetapi justru meneguhkan kesaksian itu. Pertanyaannya: beranikah kita? (ASN)
“Ketidaktaatan dan kesalahan di masa lalu adalah sebuah keutuhan dari kisah pertobatan yang sangat layak untuk diakui dan disaksikan”