Bacaan: 1 Raja-Raja 17 : 1 – 16 | Pujian: KJ. 433
Nats: “Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang disampaikan-Nya dengan perantaraan Elia.” (Ayat 16)
Tepatnya bulan Desember tahun lalu, di dalam kereta, saat perjalanan pulang ke Jember, saya melihat dua anak duduk di seberang kursi yang saya duduki. Seorang anak memegang sebungkus roti yang hendak ia makan. Namun seorang anak yang lain merengek ke ibunya dengan menunjuk roti yang hendak dimakan oleh temannya itu. Dengan senyum di wajahnya, anak yang memiliki roti ini memotong rotinya lalu diberikan kepada teman yang baru saja ia temui itu. Dengan wajah bahagia, temannya memberi ucapan terima kasih karena sudah menerima roti yang diberikan kepadanya. Ternyata berbuat kebaikan tidak hanya dalam hal yang besar, dalam hal sederhana dan terbatas pun kebaikan dapat dilakukan.
Hal serupa juga terjadi dalam bacaan kita hari ini. Meskipun dalam keterbatasan, janda di Sarfat tetap membuktikan kualitas dirinya melalui tindakannya yang penuh dengan kemurahan hati. Dalam keadaan kekurangan makanan, bisa saja ia menolak permintaan Elia untuk memberinya makan. Secara normatif jika seseorang dalam keterbatasan makanan maka ia akan cari aman. Artinya lebih mengutamakan diri sendiri atau kebutuhannya terlebih dahulu. Tetapi berbeda dengan janda di Sarfat, setelah mendengar perkataan firman yang disampaikan Elia, tumbuh benih iman dalam diri janda tersebut. Akhirnya ia memberikan roti kepada abdi Allah itu. Tentu ini adalah suatu pilihan yang beresiko, tetapi mengandung sebuah harapan. Akhirnya janda beserta anaknya, dan juga Elia mendapatkan makanan dalam beberapa waktu lamanya. Ini menjadi bukti nyata bahwa Tuhan tidak pernah mengingkari janji-Nya (Ay. 9).
Setiap manusia diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk berbuat kebaikan. Tuhan menghadirkan kita di dunia untuk menjadi rekan sekerja-Nya, mengasihi, menolong, memberikan bantuan kepada orang lain. Perihal memberi tidak harus menunggu berkelimpahan, justru melalui kesederhanaan pun akan menjadi berkat. Mari kita mulai dari hal-hal sederhana, seperti seorang anak yang berbagi sepotong roti dengan temannya. Nampak kecil tetapi berdampak besar bagi orang lain. Menjadi berkat untuk orang lain adalah bentuk rasa syukur kita atas segala berkat yang Tuhan berikan kepada kita. Selamat membangun iman dengan terus mempraktikkan firman Tuhan. Amin. [EPCM].
“Berbagi berkat tidak akan membuat kekurangan, karena Tuhan pasti akan mencukupkan bahkan memberi kelimpahan.”