Bacaan : Kejadian 4 : 1 – 16 | Pujian: KJ 338
Nats: “Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?” [ayat 7]
Ketika melewati salah satu jalan pertigaan di daerah kami, seorang warga memberikan komentar kepada “polisi cepek” yang saat itu sedang menjalankan tugasnya. “Kalau posisi cepek yang ini ramah, Bu, beda dengan yang lainnya. Kalau yang lain, ndak diberi uang biasanya mereka menunjukkan wajah manyun. Kalau orang yang ini, diberi uang atau tidak dia selalu tersenyum dan menyapa ramah.”
“Polisi cepek” adalah suatu kegiatan yang menawarkan jasa, sehingga yang menjadi tolok ukur kepuasan adalah bagaimana jasa mereka dirasakan dengan baik dan puas oleh para pengguna jasa mereka. Dan dari ungkapan warga tadi, rupanya kepuasan pengguna jasa tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh ekspresi tubuh dan raut wajah ketika menyapa kami sebagai pengguna jasa. Melakukan kebaikan di dalam hidup tanpa imbalan yang pasti bukan merupakan hal yang biasa, melainkan hal yang luar biasa. Alangkah indahnya apabila kebaikan itu dirasakan dengan lebih lengkap dengan ketulusan kita yang terpancar melalui raut wajah.
Tuhan mempertanyakan muka muram dan hati panas (ayat 5) yang ditunjukkan oleh Kain ketika melakukan perbuatan baik (melalui pemberian korban persembahan kepada Tuhan). Kita membayangkan tentu persembahan tersebut adalah persembahan yang sempurna ketika Kain memberikanya dengan tidak bermuka muram dan berhati panas. Muka muram dan hati panas juga tidak menyenangkan hati Tuhan, sekalipun sedang menyerahkan persembahan kepadaNya.
Karena itu, ajakan yang kembali diserukan kepada setiap kita yang rindu melakukan kebaikan di dalam setiap segi kehidupan, mari melakukannya dengan wajah berseri yang lahir dari hati. Terlepas kebaikan kita akan diterima dengan baik atau tidak, itu bukan ranah kita. Namun kebaikan itu akan sempurna apabila setiap tubuh kita bekerjasama dengan hati kita. [Ardien]
“Damai sejahtera adalah penyesuaian hidup kepada kehendak Allah dengan sengaja.”