Bacaan : Kejadian 6 : 1 – 6 | Pujian: KJ 446
Nats: “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memiluka hati-Nya.” [ayat 5-6]
“Seorang gadis menangis dengan sangat pilu karena pria yang akan menjadi suaminya, ternyata tiba-tiba memilih menikah dengan wanita lain.”
Bagaimanakah tanggapan kita ketika membaca kalimat di atas?
* “Ah, itu kisah biasa saja! Itu sudah sering terjadi di sekitar kita!”
* “Makanya, libatkan Tuhan dong dalam proses memilih pasangan!”
* “Begitu saja kok ditangisi, mending cari pria lain yang lebih baik!”
* “Dasar wanita lemah, gampang dikadalin!”
* “Dasar laki-laki itu penjahat hati!”
Terkadang ungkapan-ungkapan itu yang tanpa kita sadari muncul secara spontan dari pikiran kita. Itulah tandanya bahwa manusia itu punya bibit jadi penjahat hati. Betapa tidak, ketika membaca kalimat di atas, tidak lagi belas kasihan yang muncul atau bahkan spontan mendoakan permasalahan mereka. Tapi umpatan-umpatan yang lebih kejam kadang keluar sebagai pendapat kita yang kadang makin menyakiti orang-orang yang mengalaminya.
Demikianlah kita pun sangat berpotensi berkali-kali menyakiti hati TUHAN. Hari ini menyesal dan bertobat karena membuat hati Allah sedih, tetapi bulan depan melakukan kesalahan lagi. Memang mungkin saja tidak mengulangi kesalahan yang sama, tetapi berbuat kesalahan lainnya, dan berkali-kali mengecewakan Tuhan. Dalam hening, teduh, dan tenang, mari kita baca kembali Kejadian 6:1-6.! Masuklah ke dalam ruangan yang tenang, fokuslah kepada Tuhan, baca firman Tuhan hari ini dengan sungguh-sungguh. Jika kita mau bertobat sebagai penjahat hati, kita akan menemukan kedalaman makna betapa pedihnya hati Tuhan dengan tingkah laku kita di dunia ini.
Bersediakah pensiun saja sebagai penjahat hati? Kapankah kita mulai sungguh-sungguh hidup untuk menjadi berkat bagi sesama dan menyenangkan hati Tuhan? [Dee]
“Pelayanan terbesar yang dapat kita berikan kepada Allah adalah memenuhi panggilan rohani kita.” (Gresham)