Bacaan : Matius 5 : 43 – 48 | Pujian: KJ 376
Nats: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” [ayat 48]
Setiap orang yang membaca perkataan Tuhan Yesus dalam Matius 5:48 mungkin segera bertanya, “Apa? Menjadi sempurna seperti Allah? Ah, yang bener aja! Bagaimana mungkin kita yang adalah manusia lemah dan penuh dosa menjadi sempurna sepertiNya? Ah, impossible!” Memang, deretan perkataan Yesus dalam bacaan kita hari ini sungguh-sungguh tidak mudah untuk dipahami. Misalnya saja dalam ayat 44, dimana kita diminta untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita. Bukankah di mana-mana musuh itu adalah untuk dikalahkan dan dhancurkan? Dan, apa ya mungkin dengan penuh kesungguhan kita berdoa, “Tuhan, berkatilah si A, karena seharian ini sudah menganiaya saya”? Lalu, bagaimana juga kita dituntut menjadi sempurna seperti Bapa di sorga yang adalah sempurna? Wah, apa sih yang dimaui Tuhan Yesus ini?
Jawabnya sederhana, yaitu bahwa Kristus justru memberikan kepada kita kemungkinan yang baru untuk menyelesaikan perseteruan. Coba, kalau musuh itu kita kasihi, apakah dia masih kita lihat sebagai musuh? Tentu tidak. Sebab dinding permusuhan justru akan ambruk, berganti dinding persahabatan. Sebaliknya, ketika kita bernafsu untuk mengalahkan dan menghancurkan musuh, tanpa sadar kita akan membangun dinding permusuhan, dinding penolakan dan dinding pemisah kita dengannya menjadi semakin tinggi. Hati yang diciptakan Tuhan berselaputkan ketulusan dan kasih menjadi terkoyak, berganti dengan selaput kemarahan dan dendam. Sedangkan kata “sempurna” pada ayat 48, menggunakan bahasa asli “tamim” yang berarti mengarahkan tujuan [baca: kasih] dengan sepenuh hati. Bapa mengarahkan hati kasihNya secara penuh kepada semua orang, termasuk yang jahat.
Sama halnya dengan Tuhan yang mengasihi mereka yang jahat dengan yang baik, begitu jugalah seharusnya kita. Bukannya bersikap baik hanya kepada mereka yang bersikap baik juga kepada kita. Tetapi baik mereka yang bersikap baik maupun jahat, kita tetap mengasihi mereka. Mungkinkah itu? Mungkin, kalau kita mau. Amin. [cahyo s]
“Menjadi sempurna adalah panggilan kita sebagai umat percaya.”