Bacaan : Mikha 3 : 5 – 12 | Pujian: KJ 436
Nats: “Tetapi aku ini penuh dengan kekuatan, dengan Roh Tuhan, dengan keadilan dan keperkasaan, untuk memberitakan kepada Yakub pelanggarannya dan kepada Israel dosanya.“ [ayat 8]
Sejarawan Katolik terkemuka, Lord Acton (1837-1902), dalam cuplikan suratnya kepada Uskup Mandell Creighton mengatakan bahwa kekuasaan itu berkorelasi positif dengan korupsi. Kekuasaan cenderung korup. Sehingga hal paling realistis untuk menguji seseorang adalah ketika dia diberi kekuasaan. Faktanya memang hampir setiap hari headline media massa berisi berita tentang para pemimpin yang mencederai amanatnya dan terjerat skandal korupsi. Korupsi seperti siklus kehidupan yang tak pernah mati dalam sejarah kehidupan manusia.
Itulah sebabnya nabi Mikha menyampaikan kritik pedas terhadap para pemimpin negara dan agama yang menyalahgunakan kekuasaan pada masa itu. Mereka digambarkannya sebagai kanibal dan penerima suap. Ia meratap karena sedih melihat perilaku bangsanya yang mendukakan hati Tuhan dan mengajak semua orang turut gelisah dengan kondisi itu. Dengan penuh emosi ia memberitahu semua orang untuk berduka karena masa penghukuman Tuhan akan segera tiba.
Bagaimana dengan kita, jika kita yang diberi kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin baik di bidang sekular maupun spiritual?
Roh Tuhan tidak berubah dari dulu hingga sekarang. Dia memberikan pengertian akan kebenaran dan -dengan terang-terangan- menunjukkan pelanggaran. Mungkin hari ini Dia juga sedang menegur kita, menggelisahkan kita karena hidup tenang-tenang saja di tengah kubangan dosa. Mungkin Dia menghendaki kita bertindak dan mengupayakan sebuah perubahan. Bersediakah kita dengan rendah hati memohon pengampunan dan tuntunan-Nya, baik bagi diri sendiri maupun komunitas kita? Dan bersediakah kita meladani Mikha yang menyampaikan kebenaran secara konsisten, meskipun kebenaran itu berisi teguran yang tidak enak didengar? [Retno]
“Demikian cepat dan fananya kekuasaan, betapa suap dan godaan uang telah menghinakan.” (Najwa Shihab)