Pemahaman Alkitab (PA) September 2024 (I)
Bulan Kitab Suci
Bacaan: Ulangan 4 : 9 – 14
Tema Liturgis: Kitab Suci Menguatkan Umat Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema PA: Firman Tuhan sebagai Warisan Abadi
Pengantar:
J.P Morgan merupakan salah satu orang terkaya dan pelaku usaha paling kuat di dunia melalui pendirian bank swasta dan konsolidasi industri pada akhir 1800-an. Ia juga pernah memimpin koalisi perbankan untuk menghentikan krisis keuangan yang dikenal sebagai kepanikan 1907. Bahkan ia dianggap berdedikasi terhadap modernisasi bisnis di Amerika Serikat.
Setelah J.P Morgan meninggal dunia pada bulan Maret 1913, seluruh keluarganya berkumpul untuk membuka surat wasiat yang ditinggalkannya. Orang mengira sebagian besar isinya mengenai harta atau saham kepunyaannya. Rupanya bukanlah demikian. Berikut petikan surat wasiat yang dibuatnya: “Saya menyerahkan jiwa saya ke tangan Sang Juru Selamat. Saya telah ditebus dan disucikan oleh darah-Nya, sehingga Dia akan membawa jiwa saya tanpa cacat cela kepada Bapa surgawi. Karena itu, saya minta agar anak-anak terus mempertahankan dan menjalankan pengajaran mengenai penebusan sempurna oleh darah Kristus yang tercurah, dengan segala tantangan, risiko, maupun pengorbanan pribadi yang menyertainya.”
Kita dapat melihat pandangan J.P Morgan yang berbeda dan jarang ditemukan dari keberadaan orang percaya kebanyakan. Morgan memilih untuk mewariskan iman dan keturunannya harus mempertahankan iman mereka di dalam Yesus Kristus. Bukan itu saja, nampak dari wasiat tersebut Morgan meminta agar iman kepada Yesus Kristus bisa diterapkan dengan setia dalam dinamika kehidupan yang dilalui oleh keluarganya. Tentunya penghayatan iman kepada Allah di dalam Yesus Kristus yang menjadi dasar kehidupan Morgan dan keturunannya didapat melalui firman Allah yang tertulis di Kitab Suci.
Penjelasan Teks:
Kitab Ulangan merupakan kitab yang berisi mengenai amanat perpisahan Musa. Di mana di dalam kitab tersebut mencoba mengulang dan mengajarkan tentang perjanjian Allah dengan bangsa Israel, hukum-hukum Allah untuk generasi Israel yang baru, yang akan memasuki tanah perjanjian. Sebab generasi kedua Israel tidak mengalami langsung peristiwa pembebasan dari Mesir dan pemberian hukum di Gunung Horeb, sehingga mereka kurang memahami tentang asal usul perintah dan hukum-hukum Tuhan serta bagaimana menerapkannya.
Secara umum di pasal 4, Musa mengingatkan agar bangsa Israel tidak melupakan kebaikan dan kasih Tuhan apalagi mengkhianati Tuhan dengan menyembah berhala. Hal itu perlu dianggap sebagai perintah yang harus ditaati dan dilakukan tanpa syarat kepada Allah. Pula dalam hal apapun bangsa Israel diperingatkan untuk melakukan kewajiban mereka kepada Allah. Adapun kewajiban-kewajiban bangsa Israel diberitahukan dengan cara yang sederhana supaya mereka dapat mengerti dengan jelas. Harapannya, mereka menjadi sadar bahwa kelangsungan keberadaan mereka sebagai umat pilihan Allah itu bergantung pada ketaatan mereka secara teliti akan peraturan-peraturan/ hukum-hukum yang telah tertata dengan baik.
Ayat 9 – 10, 13 – 14 : Musa memerintahkan mereka (generasi pertama bangsa Israel) untuk secara khusus selalu mengajari anak, cucu, cicit mereka untuk tidak melupakan karya besar Tuhan kepada bangsa Israel. Begitu juga agar keturunannya melaksanakan Firman Tuhan (kesepuluh perintah Allah yang tertulis pada dua loh batu) yang memuat hukum-hukum dan ketetapan Allah supaya warisan agama di antara mereka tetap terjaga. Ini adalah bagian yang penting bagi generasi bangsa Israel, yaitu supaya ketetapan Tuhan Allah itu berlangsung secara turun-temurun dalam kehidupan bangsa Israel. Mereka harus tahu bahwa Tuhan Allahlah yang membebaskan mereka dari perbudakan di tanah Mesir dan yang menuntun mereka selama 40 tahun dalam perjalanan di padang gurun menuju ke tanah Kanaan. Perintah itu ditujukan kepada semua umat Tuhan, bangsa Israel tanpa kecuali, dan mereka harus mematuhinya.
Upaya itu nyata dalam kehidupan orang Yahudi. Anak-anak mereka yang berusia 5 tahun, diajak untuk mempelajari Kitab Suci. Saat usia 10 tahun mempelajari Mishnah (catatan tulisan dari hukum lisan Taurat). Usia 13 tahun mempelajari perintah-perintah dan usia 15 tahun mempelajari Talmud (terdiri dari Mishnah dan Gemara).
Ayat 11 – 12 , 15 – 16 : menjelaskan tentang Allah yang menyatakan diri-Nya kepada bangsa Israel di gunung Horeb, tanpa menampakkan rupa kepada mereka. Justru yang mereka saksikan hanyalah terang dan api. Berbeda dengan Musa yang diizinkan memandang rupa Tuhan (Bil. 12:8). Hal itu dikarenakan Musa yang tidak akan tergoda untuk menyembah berhala. Sebaliknya bangsa Israel tidak diperkenankan melihat rupa Tuhan karena ada kecenderungan ketika mereka melihat rupa Allah, mereka akan membuat patung yang dianggap menyerupai Allah dan memujanya.
Relevansi:
Kehidupan di dunia yang tidak mudah sering menjerat manusia untuk mewariskan gelar akademik, harta benda, dan jabatan bagi anak, cucu, dan keturunannya. Warisan yang demikian diupayakan bukannya tanpa alasan. Tentunya dengan sebuah harapan akan kehidupan mendatang yang lebih baik. Di sisi lain, peliknya hidup membuat mereka harus sukses dan berhasil secara materi/ duniawi, lantas mengesampingkan soal warisan rohani. Seolah-olah tanggung jawab orang tua terhadap anak, cucu, dan keturunannya sebatas materi semata. Pengajaran tentang Firman Tuhan dan iman kesetiaan kepada Allah menjadi prioritas yang tidak lagi utama. Tentunya masih ada keluarga-keluarga Kristen yang jarang bahkan tidak pernah membaca dan mempelajari Firman Tuhan. Bahkan untuk pergi beribadah ke gereja pun tidak pernah. Sehingga jangan ditanya soal warisan iman, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Morgan. Oleh sebab itu, Kitab Suci memiliki kedudukan yang sentral dalam kehidupan agama orang Kristen. Sebagaimana Kitab Suci memuat nasihat, didikan, ajaran, bahkan teguran Allah yang dapat menumbuhkan iman sekaligus menghadirkan nilai-nilai positif dalam kehidupan keseharian manusia. Maka penting menjadikan Kitab Suci yang berisi Firman Tuhan sebagai warisan abadi orang percaya yang harus diturunkan dan diajarkan kepada anak cucunya untuk menjadi pandu, penolong, dan pengajar dalam kehidupan yang dijalaninya.
Pertanyaan Diskusi:
- Mengapa bangsa Israel perlu memberitahukan kepada anak, cucu, cicit mereka tentang Tuhan Allah?
- Sejauhmana peran Kitab Suci digunakan dalam membangun diri, keluarga dan gereja? Mengapa bisa demikian?
- Bagaimana seharusnya peran keluarga dan gereja agar iman kepada Yesus Kristus dapat menunjukkan peningkatan secara kualitas dan kuantitas? [garlic].
Pemahaman Alkitab (PA) September 2024 (II)
Bulan Kitab Suci
Bacaan: Yakobus 2 : 17 – 26
Tema Liturgis: Kitab Suci Menguatkan Umat Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan Sosial
Tema PA: Nyatakanlah Imanmu!
Pengantar:
Sebagaimana dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal istilah NATO (No Action, Talk Only). Ungkapan “NATO” ini kita tujukan kepada orang-orang yang sulit untuk merealisasikan kata-katanya dalam tindakan nyata. Mengapa pada kenyataannya ada banyak orang bersikap “NATO” di sekeliling kita? Salah satu alasannya adalah karena orang lebih mudah berkata-kata atau berteori daripada mewujudnyatakan perkataan ke dalam tindakan. Bagi kebanyakan orang, kata-kata sudah cukup untuk mewakili semuanya.
Bersoal tentang iman, tentu tidak sesederhana itu. John Calvin menegaskan jika iman yang sejati selalu menghasilkan perbuatan baik. Artinya seseorang yang mengaku memiliki iman, maka ia harus membuktikan imannya dalam perbuatan yang selaras dengan apa dan kepada siapan dia beriman.
Penjelasan Teks:
Surat Yakobus ditujukan kepada orang-orang Kristen yang telah menyingkir dari Yerusalem karena penolakan yang mereka terima dari orang-orang Yahudi yang tidak menyukai kekristenan saat itu. Oleh sebab itu, Yakobus menuliskan surat ini untuk menjawab kebutuhan jemaat. Melalui tulisan suratnya, Yakobus memberikan semangat bagi orang Kristen Yahudi yang mengalami penderitaan karena iman kepercayaannya kepada Yesus Kristus, meluruskan pengertian akan sifat iman yang menyelamatkan serta menuntun orang percaya untuk hidup secara bertanggungjawab dalam kepercayaan iman mereka yang benar di dalam Yesus Kristus.
Dalam ayat 17, Yakobus mengatakan iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati. Makna mati di sini, yaitu tidak dapat berbuah atau menghasilkan buah. Sehingga iman yang mati tidak bisa menghasilkan perbuatan dari iman tesebut. Sebaliknya iman yang hidup akan menghasilkan perbuatan dari iman itu. Yang perlu dipahami ialah perbuatan bukanlah akar dari keselamatan, tetapi buahnya. Perbuatan bukanlah sebuah tambahan agar seseorang mendapat keselamatan, namun buah dari iman seseorang.
Ayat 18, Yakobus menolak pendapat yang mencoba untuk memisahkan antara iman dan perbuatan. Lebih lanjut mempertanyakan kualitas iman mereka dan bagaimana cara membuktikan iman mereka.
Ayat 19 – 20, Yakobus mencoba membandingkan iman mereka dengan iman setan-setan, dengan mengatakan bahwa setan-setan juga percaya bahwa hanya ada satu Allah saja dan mereka gemetar. Analogi ini ingin menyadarkan orang percaya saat itu bahwa mereka harus menunjukkan bukti pengakuan iman melalui perbuatan kasih dan menaati kehendak Allah. Tidak seperti layaknya setan-setan yang hanya percaya ada Allah dan gemetar, namun tidak menaati kehendak Allah. Hal ini kemudian menjelaskan kepada kita jika iman dan perbuatan tidak bisa dipisahkan, iman bekerjasama dengan perbuatan. Pula manusia dibenarkan bukan karena iman yang kosong, melainkan iman yang mewujud dalam perbuatan.
Kemudian di ayat 21 – 25, Yakobus menunjukkan kisah dalam PL tentang iman yang nyata dalam perbuatan melalui tokoh Abraham dan Rahab. Abraham adalah tokoh yang sangat dihormati oleh bangsa Yahudi, oleh karena ia adalah bapa mereka. Yakobus menjelaskan bahwa Abraham dibenarkan karena perbuatannya, secara khusus ketika ia mempersembahkan Ishak. Perbuatan taat Abraham kepada Allah adalah bukti dari iman yang dia miliki. Abraham percaya dan melakukan apa yang Allah kehendaki. Abraham tidak hanya sekedar percaya, namun ia tunjukkan lewat perbuatan taatnya kepada Allah.
Contoh lain, Rahab yang bukan berasal dari bangsa Yahudi. Seorang perempuan sundal namun tindakannya yang bersedia menolong dan memberi tumpangan kepada pengintai suruhan Yosua, lahir dari pengakuannya tentang Allah yang akan menolong apa yang akan dilakukannya. Sebab baginya, Allah berdaulat penuh dan tidak pernah membanding-bandingkan manusia.
Ayat 26, Yakobus kembali membandingkan iman tanpa perbuatan dengan tubuh tanpa roh. Iman disejajarkan dengan tubuh, sedangkan perbuatan disejajarkan dengan roh. Dengan maksud bahwa keduanya ada hubungannya, antara iman dan perbuatan dengan tubuh dan roh. Apabila keduanya dipisahkan, hasilnya adalah kematian, ketiada-gunaan semata.
Relevansi:
Satu perbuatan jauh lebih berharga dari seribu kata-kata. Setiap orang percaya dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah karena dituntut untuk membuktikan imannya kepada Yesus Kristus dalam kehidupan nyata. Bukan hanya sekedar beriman, bukan sekedar fasih membaca dan mengucapkan Firman Allah dalam Kitab Suci, akan tetapi dapat menghasilkan buah yang terlihat oleh yang lain. Sekalipun demikian, iman bukanlah hal yang abstrak karena kita bisa melihat dan mengukurnya dari perbuatan. Sebaliknya ketika iman berfungsi baik, seharusnya kita mengalami perubahan dengan mulai melakukan perbuatan-perbuatan baik, yang bukan saja menjadi indikator iman dalam diri kita, tetapi juga menyempurnakan iman tersebut. Pada hakekatnya, orang benar hidup oleh iman, dan iman itu akan terlihat dari buah-buah yang dihasilkan dalam hidupnya.
Pertanyaan Diskusi:
- Mengapa ketika kita beriman kepada Tuhan Yesus harus dinyatakan dalam tindakan? Seperti apakah hubungan antara iman dan tindakan itu?
- Tindakan seperti apakah yang sudah saudara wujudkan sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus? Apakah saudara menemukan kesulitan untuk menyatakan tindakan tersebut? Jika ya, bagaimana cara saudara untuk mengatasi kesulitan itu agar buah dari iman itu sungguh nyata? [garlic].