OKTOBER I 2016
Bacaan: Matius 19: 16 – 22
Tema: Iman Kepada Kristus yang Mempersekutukan Kita
Keterangan Teks
Kekayaan sebagai kemungkinan halangan untuk menjadi sempurna sebagai murid Yesus muncul dalam kisah perjumpaan Yesus dengan anak muda yang kaya. Ketika ditanya mengenai apa yang diperlukan supaya mempunyai hidup yang kekal Yesus mengundang anak muda itu (jikalau engkau hendak sempurna) masuk ke dalam hidup kekal dengan melakukan Kesepuluh Perintah dan perintah untuk mengasihi sesama seperti dirinya sendiri (ay 16-20). Ketika ia menjawab bahwa ia sudah melakukan perintah-perintah itu Yesus mengundangnya ke tahap yang baru (jika engkau ingin sepurna) dalam ayat 21. Bagi orang ini kesempurnaan sebagai murid Yesus adalah pembagian hartanya kepada orang miskin dan mengambil ketidak pastian sebagai ciri kehidupan Yesus dan para pengikut-Nya. Anak muda itu tidak mampu menerima ajakan Yesus ke tahap yang baru dalam kesempurnaan selain hanya mampu berusaha menaati hukum.
Ketidak mampuan ini merupakan latar belakang bagi ajaran umum mengenai kekayaan sebagai halangan untuk menjadi murid-murud Yesus. Tidak hanya sukar orang kaya masuk ke dalam kerajaan Allah, praktis “tidak mungkin”, seperti dijelaskan dalam kiasan di paragraf berikutnya “unta yang masuk melalui lubang jarum”. Artinya, masuk ke dalam sorga tidak ditentukan dari kekayaan ataupun usaha manusia, namun dari anugerah Allah Sang pemberi hidup dan kesempurnaan.
Realitas Hidup dan Penerapan
“Hidup adalah perjuangan”. Kalimat itu tidak ada salahnya, namun dari kalimat itu dapat diketahui sebab dan soal “polah” manusia dalam mengupayakan hidupnya supaya ada pada posisi-posisi strategis yang menurut ideal baginya baik. Siapa sih yang tidak ingin hidupnya “baik” (sukses, sehat, aman, damai, tentram, sejahtera). Semua orang memimpikan itu, tidak perduli siapapun mereka, baik itu anda atau saya. Semua orang memperjuangkan itu. Kalimat “HIDUP ADALAH PERJUANGAN” menjadi salah arti ketika damai dan sejahtera ditempatkan pada harta kekayaan, tinggi-rendahnya kedudukan, tingkat kesehatan tubuh, dan hal-hal ideal duniawi lainnya sebagai ukurannya. Orang yang sadar bahwa itu salah akan berkata “sawang-sinawang” (sawangane penak, ning durung mesthi kanggo sing nglakoni). Padahal damai sejahtera itu begitu dapat dirasa ketika kita dapat bersandar dan pasrah pada kuasa Tuhan Sang Pemberi perlindungan pada setiap insan yang percaya.
Kisah perjumpaan Yesus dengan pemuda yang kaya, sedikit banyak dapat mengingatkan penikmat cerita untuk dapat beritrospeksi dan berefleksi mengenai kesempurnaan hidup. Tidak dilarang orang menjadi kaya raya atas usahanya sendiri, namun kekayaan itu harus menjadi sempurna dengan juga adanya usaha berbagi. Tidak perlu menjadi khawatir seperti pemuda dalam kisah tersebut, sebab sudah barang tentu Tuhan Yesus tidak akan diam dalam setiap siatuasi dan kondisi kita. Yang terpenting adalah membangun iman dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama, berbagi kasih, berbagi berkat dan berbagi suka-duka cita.
Hal-hal yang perlu dipergumulkan:
- Pesan apa yang kita peroleh dari kisah perjumpaan Yesus dan Pemuda kaya tersebut?
- Bagaimana memahami dengan baik makna hidup damai sejahtera?
- Mengapa aku khawatir kalau Tuhan Yesus tidak tinggal diam?
- Perbuatan baik apakah yang sudah kulakukan untuk orang lain hari ini?
Pdt. Teguh Hadi Saputra
—
OKTOBER II 2016
Bacaan: 2 Timotius 3: 1-9
Tema Liturgis : Pemuda yang Bersukacita Menjadi Pilar Iman
Tema PA : Melawan pengaruh buruk
Keterangan Teks
Lugas, Tegas, Jelas. Begitulah Paulus dalam pembicaraannya ini. Ia sama sekali tidak menyembunyikan fakta mengenai situasi yang akan dihadapi Timotius dalam pelayanannya. Ia menjabarkan segala sesuatunya dengan gamblang. Ironisnya, situasi yang digambarkan Paulus tersebut, bukanlah mengenai orang-orang yang tidak beriman atau tidak mengenal Tuhan.
Yang dibicarakan Paulus adalah orang-orang yang aktif beribadah (ayat 5). Namun hidup keagamaan mereka bagai ‘tong kosong yang nyaring bunyinya’. Mereka memang mengajarkan hal yang baik, dan secara kasat mata juga melakukan hal yang baik. Akan tetapi, jauh di dalam hati mereka tersembunyi motivasi yang tidak murni. Sesungguhnya, hidup mereka tidak menunjukkan ketaatan kepada Allah, yang melihat jauh ke dalam dasar hati. Hidup keagamaan mereka bagai tubuh tak bernyawa karena tidak bersumber dalam relasi pribadi dengan Allah, Sang Pemilik Hidup. Orang semacam itu mengasihi diri sendiri, mencintai uang, dan lebih menyukai kesenangan hidup dibandingkan persekutuan dengan Allah (ayat 2). Mereka menentang kebenaran (ayat 8). Namun kita perlu mengingat bahwa hidup keagamaan yang kosong seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa (ayat 9).
Realitas Hidup dan Penerapan
Semua karakter yang Paulus jabarkan terdapat pula dalam komunitas Kristen masa kini. Istilah kerennya “Ada udang di balik rempeyek”. Terus terang saja hampir di setiap gereja ada. Lalu bagaimana kita bisa menangkal pengaruh orang semacam itu? “Klasik, mungkin konvensional”, yaitu dengan mengandalkan kuasa firman Tuhan (itu sudah pasti). Pastikan bahwa kita telah mengalami transformasi karena Kristus telah memperbarui hidup kita. Yakinkan bahwa kita telah menjadikan firman Tuhan sebagai santapan harian kita. Biarkan firman Tuhan membentengi kita dari pikiran, sikap, perkataan, dan perilaku yang berdosa. Hiduplah bersekutu dengan Tuhan agar hidup kita dipenuhi dengan Roh Kudus, bertumbuh di dalam karakter, serta menghasilkan buah roh. Inilah cara agar kita tidak terjebak dalam hidup keagamaan yang palsu. Berdirilah tegak melawan si jahat, dan hiduplah bagi Allah saja.
Hal hal yang perlu di pergumulkan:
- Pilar Iman. Uraikanlah makna kalimat tersebut melalui makna perkata kemudian makna dalam kalimat, maka anda akan menemukan maksudnya.
- Bagaimana cara kita memantapkan, menguatkan dan memurnikan motivasi hidup religiousitas kita?
- Bagaimana cara kita memperkokoh “Pilar Iman” yang mestinya dapat menjadi karakter utama kita?
Pdt. Teguh Hadi Saputra