Pemahaman Alkitab (PA) November 2025 (I)
Bulan Budaya
Bacaan: Amos 5 : 12 – 24
Tema Liturgis: Memperjungkan Budaya Pro Kehidupan
Tema PA: Berbuat Benar dan Berlaku Adil
Pengantar:
Tentu kita masih ingat kasus nenek Minah (55 tahun). Ia tidak pernah menyangka perbuatannya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. Berawal saat nenek Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di dusun Sidoarjo, desa Darmakradenan, kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah. Lahan garapan nenek Minah ini juga dikelola oleh PT. RSA untuk menanam kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Nenek Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, nenek Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon Kakao. Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan Kakao PT. RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah Kakao itu. Dengan polos, nenek Minah mengaku hal itu perbuatannya. Nenek Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri. Sadar perbuatannya salah, nenek Minah meminta maaf kepada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. Tiga buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Nenek Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja. Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencurian di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Peristiwa ini menunjukkan betapa sulitnya bagi banyak orang untuk memperoleh keadilan di dalam kehidupan mereka. Betapa tidak mudah bagi banyak orang untuk bersikap dan berperilaku secara adil, terlebih kalau dalam diri mereka telah berkuasa egoisme dan kepentingan diri atau kepentingan kelompok yang begitu kuat. Nilai keadilan akan tersingkir dan dikalahkan oleh ketamakan, kepicikan, kedangkalan hidup, kesombongan, dan kemunafikan.
Keadilan adalah keadaan dimana semua pihak mendapatkan apa yang pantas dan diperlakukan sama. Begitu pula keadilan dilihat dari kacamata Allah yang penuh kasih. Adil tidak hanya sekedar sesuai aturan atau sekedar sama rasa sama rata. Adil bagi Allah bersumber pada belas kasih dan kemurahan hati-Nya. Contohnya, Allah tetap mengupah sedinar pekerja yang bekerja hanya satu jam sama dengan pekerja yang bekerja yang sejak pagi sampai sore. Adil bagi Allah karena kemurahan hati-Nya. Iri hati membuat yang adil menjadi tidak adil. Sedangkan, ukuran kebaikan adalah Allah sendiri yang murah hati.
Penjelasan Teks:
Kitab Amos ditulis oleh nabi Amos. Amos adalah seorang peternak domba dan seorang pemungut buah ara yang berasal dari Tekoa, suatu desa di pinggiran gunung Yehuda kurang lebih 16 Km dari Betlehem yang berada di wilayah Israel Selatan, akan tetapi ia menjalankan tugas kenabiannya di wilayah kerajaan Israel Utara. Sejak awal mula dia bukan nabi, bukan anggota kelompok/golongan nabi, bukan merupakan seorang nabi profesional, melainkan hanyalah seorang rakyat biasa yang hidup sebagai peternak. Allah memilihnya menjadi nabi untuk mewartakan nubuat-nubuat dan kritik kepada Israel. Panggilan Allah telah memaksa Amos untuk berkhotbah dengan terbuka dan berani menentang dosa raja. Walaupun dia dituduh bersekongkol menentang raja Israel. Amos menjelaskan bahwa panggilan kenabiannya datang dari Allah. Dia bukan seorang nabi yang diupah atau mencari keuntungan. Maka, perlawanan terhadap Amos sama dengan perlawanan terhadap Allah sendiri yang mengutusnya. Amos hanya berkarya selama kurang lebih satu tahun dan setelah pulang dari Kerajaan Israel Utara, ia kembali ke Yehuda.
Amos menjadi nabi di Kerajaan Israel Utara pada masa pemerintahan raja Yerobeam II. Pada masa itu Kerajaan Israel Utara sedang menikmati masa-masa kejayaannya, terutama di bidang ekonomi. Di bidang politik dan militer, Israel Utara mencapai kemajuan yang pesat. Namun, kejayaan itu berbarengan dengan merosotnya nilai hidup mereka sebagai umat Allah. Mereka memang terlihat melakukan praktik-praktik kesalehan, giat beribadah, tetapi itu hanyalah formalitas. Mereka tidak takut lagi kepada Allah. Mereka yang seharusnya menegakkan keadilan bagi mereka yang mengalami ketidakadilan justru mereka melakukan penindasan dan menciptakan banyak aturan yang memberatkan. Ketimpangan sosial ini justru menjadikan keadilan sosial hanya menjadi sebuah slogan. Begitu pula dengan kebenaran. Kebenaran tidak lagi berada pada tempat dan arti yang tepat. Orang yang benar disalahkan, orang yang salah dibenarkan. Kebenaran sudah dimanipulasi demi kepentingan pribadi atau golongan sehingga orang tidak bisa lagi membedakan mana kebenaran yang sejati dan kebenaran yang palsu.
Ayat 12 menunjukkan secara implisit sebenarnya banyak terjadi praktik dosa-dosa sosial, yaitu penindasan terhadap orang-orang miskin dan keberadaan mereka tersingkir oleh orang-orang kaya maupun oleh kebijaksanaan politik kerajaan. Perdagangan internasional hanya menguntungkan orang kaya. Orang-orang miskin yang tak berdaya menjadi korban dan semakin diperas, bahkan tanah nenek moyang mereka dirampas (hal ini adalah dosa di mata TUHAN). Sumber daya alam menjadi monopoli orang-orang kaya dan keluarga kerajaan. Kerajaan mengimpor minyak dan anggur yang dibayar dari pajak tinggi oleh rakyat, tetapi minyak dan anggur itu hanya dinikmati oleh keluarga kerajaan. Suap menyuap terjadi dimana-mana sehingga nilai keadilan dan kebenaran menjadi pudar. Amos geram dan marah atas semua itu. Oleh karena itu, pada ayat 14 – 15 Amos memberikan nasihat, “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup. Dengan demikian Tuhan Semesta Alam akan menyertai kamu. Bencilah yang jahat, cintailah yang baik, dan tegakkanlah keadilan di pintu gerbang. Mungkin Tuhan, Allah Semesta Alam, akan mngasihani yang tersisa.” Jika saja umat Allah membenci kejahatan dan mencintai kebaikan maka Allah akan berbelas kasih kepada kaum sisa, yaitu mereka yang selamat dari hukuman yang akan datang. Amos melihat realita ketimpangan sosial itu sebagai dosa sosial yang segera mendapatkan hukuman Tuhan.
Pada ayat 18, Amos menegur pemahaman yang salah tentang hari Tuhan. Bangsa Israel yakin bahwa “hari Tuhan” adalah hari ketika Allah akan menghukum semua musuh mereka dan mereka sendiri akan dimuliakan. Akan tetapi, Amos menyatakan kepada bangsa Israel bahwa hari itu berarti penghakiman bagi Israel karena perbuatan mereka yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, yaitu melakukan ketidakadilan dan ketidakbenaran. Pada ayat 21-23, Amos juga menentang “kesalehan” orang-orang yang rajin beribadah (lebih-lebih orang kaya) namun dalam praktik hidup mereka sehari-hari tidak menghiraukan Allah dan hukum-Nya. Amos menyatakan bahwa Allah menolak pesta, perayaan, kurban dan musik yang berhubungan dengan ibadah di tempat kudus karena hanya sebatas rutinitas dan seremonial belaka. Hal ini terjadi karena bangsa Israel pada zaman Amos beranggapan bahwa ibadah yang bersifat ritual merupakan satu-satunya cara untuk menyembah Tuhan. Mereka menyangka bahwa dengan cara itu mereka telah menyenangkan hati Tuhan. Mereka beranggapan kurban persembahan yang melimpah dapat membuat Tuhan melupakan kejahatan mereka. Inilah yang dikecam Amos. Ibadah dalam pengertian yang demikian adalah kesalahan fatal. Allah menghendaki bangsa Israel malakukan peribadahan tidak hanya sebatas ritual keagamaan dengan upacara dan perayaan, kurban dan nyanyian tetapi harus ditindaklanjuti dengan perwujudan keadilan dan kebenaran dalam kehidupan. Dengan demikian keadilan akan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir, yang membawa pada kehidupan yang sejahtera (Ay. 24).
Relevansi:
Keberanian dan ketegasan Amos menyuarakan keadilan dan kebenaran dalam pewartaannya jelas dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi Israel yang sarat dengan dosa-dosa sosial, seperti sikap hidup yang korup dan kepincangan sosial. Yang kaya dan berkuasa menindas yang miskin dan lemah. Dalam dunia peradilan terjadi suap menyuap sehingga yang salah dibenarkan, yang benar disalahkan. Dengan demikian arti keadilan dan kebenaran yang sesungguhnya menjadi kabur. Terhadap mereka yang telah melakukan ketidakadilan dan ketidakbenaran dalam hidupnya Tuhan Allah tidak main-main memberikan hukuman, bahwa apa yang telah mereka usahakan akan menjadi sia-sia sebab mereka tidak akan bisa menikmatinya. Hal itu terjadi karena mereka memperolehnya dengan cara yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Allah melawan segala bentuk ketidakadilan mereka karena menyakitkan dan mematikan kehidupan. Sebaliknya Allah berpihak bersama mereka yang menjadi korban ketidakadilan.
Berdasarkan pewartaan nabi Amos, jelas memperlihatkan bahwa keadilan dan kebenaran menjadi bagian penting dan utama dalam kehidupan umat. Oleh karena itu, keadilan dan kebenaran harus terus menerus digemakan dalam laku hidup sehari-hari di tengah-tengah kehidupan beragama yang semarak dan bersifat formalitas belaka. Penekanan nabi Amos pada perwujudan keadilan dan kebenaran di dalam kehidupan bukan bermaksud untuk mengabaikan pentingnya beribadah kepada Tuhan. Ibadah yang sesungguhnya adalah perpaduan antara penyembahan yang tulus kepada Tuhan dan perwujudan keadilan dan kebenaran terhadap sesama. Barnabas Ludji mengatakan, “Ibadah ritual dan ibadah dalam bentuk perbuatan dan tingkah laku sosial terhadap sesama dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.” Dengan dasar ini maka gereja harus menyadari bahwa waktu dan energinya tidaklah digunakan hanya untuk memikirkan persoalan intern gereja yang sifatnya hanya seremoni saja melainkan juga memikirkan persoalan sosial yang ada di sekitarnya.
Sampai saat ini, bangsa kita masih bergumul dengan persoalan ketidakadilan maka kita perlu berpulih bersama jangan sampai kita membuat keadaan di sekitar kita semakin parah. Berhentilah untuk melakukan ketidakadilan karena kita tidak akan bisa menikmati hasilnya. Sebagai bagian dari bangsa ini, gereja hendaknya menjadi gelisah ketika terjadi ketidakadilan dengan terus berjuang menegakkan keadilan sosial dan kebenaran itu di negeri ini. Jangan kira praktik kesalehan pribadi sudah cukup, lalu merasa tidak perlu lagi melakukan hal yang prinsip menurut kehendak Tuhan. Jangan kira Tuhan senang akan segala praktik kesalehan pribadi kita, sementara perbuatan kita adalah kejahatan, ketidakbenaran, dan ketidakadilan. Amos mengingatkan dengan keras, ”Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu.” (Ay. 21). Mari kita menjadi agen kebaikan, berani menegakkan kebenaran dan keadilan, serta membenci segala perbuatan jahat. Dengan demikian sejatinya kita sedang menggemakan budaya pro kehidupan.
Pertanyaan Untuk Didiskusikan:
- Apakah kekuatan Amos sehingga ia berani menyuarakan keadilan di tengah kemerosotan moral yang terjadi?
- Dalam konteks Indonesia secara umum dan dalam konteks GKJW secara khusus, apakah yang seharusnya dilakukan oleh gereja untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari?
- Langkah apakah yang perlu kita tempuh, agar hidup kita berpadanan dengan teladan Amos? [RA].
Pemahaman Alkitab (PA) November 2025 (II)
Bulan Budaya
Bacaan: Efesus 4 : 25 – 32
Tema Liturgis: Memperjungkan Budaya Pro Kehidupan
Tema PA: Menjadi Manusia Baru
Pengantar:
Dalam kajian filsafat manusia, sering kali individu dipandang sebagai makhluk yang penuh ambiguitas. Di satu sisi, manusia ingin selalu berbuat baik, mendedikasikan diri pada nilai-nilai moral yang baik. Tetapi di sisi lain, terkadang manusia terjerumus dalam tindakan yang dapat dikategorikan jahat dan merugikan. Situasi ini dalam diri manusia muncul karena adanya pertarungan antara logika akal pikiran dan godaan atau tawaran-tawaran yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah dengan perubahan zaman yang terjadi. Tidak dapat dipungkiri selalu ada hal baru dalam hidup seiring dengan berjalannya waktu yang memang terus berubah. Termasuk dalam hal perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, dan kemajuan zaman, disadari atau tidak tentu akan membawa pengaruh dalam kehidupan kita. Bisa jadi akan mempengaruhi kita untuk menjauhkan diri kita dari hidup beriman dan melakukan karya-karya baik. Akan tetapi, jika kita hidup dalam kebenaran iman akan Kristus, kita akan tetap berdiri teguh dalam iman. Karena tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran. Agar kita senantiasa hidup dalam kebenaran iman, satu hal yang perlu yaitu keterbukaan hati untuk menerima cahaya ilahi. Hati yang diliputi cahaya ilahi inilah yang akan memampukan kita menjadi manusia baru, yaitu mengubah cara hidup yang lama dengan cara hidup yang baru.
Menjadi manusia baru adalah proses kerja wilayah batin. Menjadi manusia baru itu bukan operasi wilayah fisik. Walaupun nanti setelah seseorang menjalani transformasi batin akan memunculkan bukti-bukti perubahan dalam penampilan secara fisik. Sikap utama dari orang yang lahir baru adalah mengoreksi dirinya supaya menjadi lebih baik. Dan apa yang baik dari hidupnya akan menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain. Kesaksian itu dihayati tanpa banyak bicara, namun dengan perilaku dan sikap hidup.
Penjelasan Teks:
Kitab Efesus dapat dibagi menjadi 2 bagian besar. Pertama: pasal 1-3 berisi tentang tujuan Allah untuk manusia dalam Kristus. Kedua: pasal 4-6 berisi tentang akibat-akibat praktis dalam kehidupan umat. Pada pasal 4 juga dibagi dalam 2 bagian besar, ayat 1-16 berbicara tentang gereja sebagai satu tubuh di dalam Kristus dan ayat 17-32 berbicara tentang gereja yang harus hidup dalam kekudusan. Secara khusus pada Efesus 4:25-32, Rasul Paulus memperlihatkan secara jelas perbandingan antara kehidupan orang yang tidak mengenal Allah (manusia lama) dengan kehidupan orang yang mengenal Allah (manusia baru). Jemaat di Efesus bukanlah jemaat yang kenal Kristus sejak lahir. Mereka lahir dalam lingkungan yang penuh dosa, hidup dalam dosa tanpa menyadari bahwa itu adalah dosa. Maka sejak menerima dan belajar mengenal Kristus mereka harus menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru (Ay. 20). Menjadi manusia baru yang dibaharui dalam roh dan pikiran (Ay. 23). Sehubungan dengan keadaan orang-orang percaya di dalam Kristus sebagai manusia baru, maka Rasul Paulus memberikan gambaran kehidupan praktis bagi orang percaya menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus.
Perubahan-perubahan nilai dalam kehidupan sehari-hari memang harus terjadi karena mereka telah menerima dan mengenal Kristus. Berikut beberapa kebiasaan-kebiasaan di dalam jemaat yang harus ditanggalkan:
- Dusta (Ay. 25)
Dusta adalah sifat manusia lama. Manusia lama itu tidak jujur. Terhadap sesamanya manusia, mereka memakai topeng. Manusia baru tidaklah demikian karena mereka diciptakan dalam kebenaran dan kekudusan. Karena itu Paulus menasihatkan, supaya mereka, anggota jemaat di Efesus, menanggalkan dusta itu dan sebagai gantinya mereka harus berkata benar seorang kepada yang lain. Motivasi dari nasihat ini ialah karena kita adalah sesama anggota. Setiap pribadi manusia baru adalah anggota tubuh Kristus, ia bukan saja mempunyai relasi dengan Kristus, tetapi juga dengan anggota-anggota yang lain. Mereka merupakan satu persekutuan, yaitu Persekutuan Kasih. Di dalam persekutuan itu mereka saling melayani dan bertanggung jawab satu dengan yang lain. Karena itu, mereka harus membuang segala sesuatu yang merusak hubungan dan persekutuan mereka termasuk dusta dan kejahatan-kejahatan lain. Dusta itu berhubungan dengan amarah. Kalau anggota-anggota jemaat tidak jujur satu dengan yang lain, dan jika saling mendustai, maka akan timbul curiga, amarah dan yang lain di antara mereka, yang dapat merusak persekutuan. Oleh karena itu, rasul Paulus menasihati jemaat Efesus agar selalu mengingat bahaya itu. - Kemarahan (Ay. 26)
Amarah yang terus menerus berlangsung memberikan topos (tempat/ ruang/ kesempatan/ opotunity) kepada Iblis. Amarah itu memberikan kesempatan kepada Iblis untuk menguasai orang yang marah itu melakukan perbuatan jahat (yang membinasakan). Tentu saja semua orang dapat marah, akan tetapi ia harus bisa menguasai amarahnya itu sedemikian rupa dan tidak dikuasai oleh amarah yang berlarut-larut, supaya iblis tidak mengambil kesempatan, yang memengaruhinya untuk melakukan perbuatan jahat, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. - Mencuri (Ay. 28)
Peringatan yang disampaikan rasul Paulus kepada jemaat Efesus itu karena aksi pencurian sangat merajalela dan menjadi kebiasaan yang terus terjadi. Dosa mencuri ini tidak hanya terbatas pada golongan miskin, tetapi juga pada orang yang berkecukupan. Karena itu, nasihat Rasul Paulus ditujukan kepada semua jemaat dalam lapisan apapun, baik yang miskin atau yang kaya. Perbuatan mencuri harus mereka tinggalkan, sebab perbuatan ini bertentangan dengan status dan panggilan mereka sebagai “manusia baru”. Paulus memberikan nasihatkan agar mereka bekerja keras dan mengerjakan pekerjaan yang baik dengan tangan mereka sendiri. Bekerja keras untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan, bekerja dengan jujur dan cara yang terhormat. Itulah tugas dan panggilan mereka sebagai anggota jemaat. Bukan hanya untuk diri mereka sendiri saja, tetapi juga untuk orang lain yang hidup di dalam kekurangan. Pelayanan inilah yang membedakan mereka dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah (manusia lama). - Perkataan Kotor (Ay. 29)
Dalam ayat 29 ini, rasul Paulus berkata, “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu.” Maksudnya adalah janganlah ada kata, pernyataan, atau percakapan busuk, buruk, tidak baik keluar dari mulut. Kata-kata yang demikian adalah dosa yang harus dibuang, karena itu pakailah perkataan yang baik. Perkataan yang baik adalah perkataan yang membangun, mendidik, memberikan faedah dan berkat kepada orang yang mendengarkan. Nasihat ini disampaikan oleh Rasul Paulus karena perkataan-perkataan kotor, buruk, busuk masih banyak dilakukan oleh jemaat-jemaat di Efesus ini. - Mendukakan Roh Kudus (Ay. 30)
Ungkapan ”Jangan mendukakan Roh Kudus Allah!” mengandung arti jangan berpikir dan bertindak (dengan perkataan dan perbuatan) yang bertentangan dengan kehendak Roh Kudus (bdk. Yes. 63:10). Hal ini tidak sama dengan ”berdosa kepada Roh Kudus” yaitu dengan sengaja melawan (bermusuhan dengan) Allah, dengan sadar bertindak melawan kesaksian Roh Kudus (bdk. Kis. 5:3,9). Mereka yang telah belajar mengenal Kristus dan menjadi anggota tubuh-Nya, tentu mengenal Roh Kudus. Apabila perbuatan baik dan berkata-kata baik tidak tampak dalam jemaat Kristus, maka mereka telah mendukakan Roh Kudus. - Perbuatan-perbuatan Lama (Ay. 31-32)
Sebagai kesimpulan dari nasihatnya, Paulus berkata, “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, kegaduhan, fitnah, bahkan segala kejahatan harus mereka buang (bdk. 5:3), seperti percabulan, rupa-rupa kecemaran, keserakahan disebut saja pun jangan di antara kamu.” Dalam arti bahwa menyebutkan kejahatannya saja adalah dosa apalagi melakukannya. Itulah sebabnya Paulus menasihatkan supaya semuanya itu ditanggalkan sebab semua itu adalah gambaran manusia lama. Sebagai manusia baru di dalam Kristus, mereka harus menunjukkan kebaikan, kemurahan hati sebagai anggota tubuh Kristus, penuh kasih, menaruh belas kasihan di antara jemaat bahkan bermurah hati untuk memberikan pengampunan, serta mampu memaafkan kesalahan orang lain sebagimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni segala dosa dan kesalahan manusia (Ay. 32).
Relevansi:
Satu hal yang perlu disadari oleh orang percaya yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah harus meninggalkan manusia lama yang penuh dosa dan mengenakan manusia baru di dalam Kristus, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Secara eksplisit menjadi manusia baru berarti dipersatukan dengan-Nya dan hidup di dalam Dia dengan suatu ketaatan penuh kepada Dia, serta hidup memuliakan-Nya. Memang, dunia menawarkan berbagai kenikmatan yang membawa manusia kepada suatu kehancuran hidup, yaitu dosa. Oleh karena itu, orang percaya harus memiliki sikap penyerahan diri penuh kepada Allah sehingga pikirannya dapat dikendalikan oleh Allah.
Satu hal yang paling penting dalam kehidupan kekristenan saat ini adalah bagaimana menyatakan karakter Kristus dalam praktik hidup sehari-hari? Sebagai manusia baru di dalam Kristus, tentunya ada tuntutan-tuntutan sikap yang harus dimiliki dan dilakukan setiap orang percaya sebagaimana yang terdapat dalam Efesus 4:25-32. Dengan demikian, keberadaan orang percaya tidak lagi menjadi senjata-senjata kelaliman sebaliknya menjadi senjata-senjata kebenaran dan hidup memuliakan Allah.
Pertanyaan Untuk Didiskusikan:
- Di tengah perkembangan zaman dengan tantangannya yang sangat tinggi seperti saat ini, apakah masih mungkin mewujudkan laku hidup sebagai manusia baru seperti halnya jemaat di Efesus yang telah menerima dan mengenal Kristus? Kemukakan alasan saudara?
- Menurut pengalaman saudara, sulit atau tidak menanggalkan manusia lama menjadi manusia baru dalam kehidupan pribadi? Kemukakan alasan saudara?
- Apakah dampak nyata dalam hidup berkeluarga, bergereja, dan bermasyarakat jika semangat hidup menjadi manusia baru tersebut diterapkan dalam laku hidup sehari-hari pada saat ini? [RA].