Pemahaman Alkitab Januari 2024

1 December 2023

Pemahaman Alkitab (PA) Januari 2024
Bulan Penciptaan (I)

Bacaan: Kejadian 12 : 1 – 9
Tema Liturgis: GKJW Dipanggil untuk Memulihkan Keutuhan Ciptaan
Tema PA: Hidup Berdampak Membawa Perubahan dan Pemulihan bagi Ciptaan

Pengantar
Sekitar 8 tahun yang lalu, dalam sebuah acara TV bernama Kick Andy dengan presenter Andy F. Noya, memperkenalkan seorang sepuh bernama mbah Sadiman. Beliau adalah seorang petani cengkeh, peternak sekaligus pemerhati lingkungan yang berjuang selama hampir 20 tahun, menanam berbagai macam pohon seluas 100 hektar di lereng Gunung Lawu, pasca kebakaran tahun 1964. Hal ini dilakukan oleh mbah Sadiman setelah melihat dampak kebakaran di lereng Gunung Lawu yang menyebabkan berbagai macam bencana, baik itu banjir, tanah longsor maupun penyakit. Berawal dari keprihatinan itulah, mbah Sadiman bertekad untuk menghijaukan kembali hutan dengan cara menanam, meskipun bibit tanaman dibelinya sendiri bahkan banyak orang berkata, “edan”, karena kerjaannya hanya ke hutan, meninggalkan istri dan anak, menjual ternaknya untuk keperluan penghijauan bahkan ada juga yang tidak menyukai tindakan beliau, lalu mereka merusak hasil tanaman mbah Sadiman. Namun semuanya itu tidak menggoyahkan semangat beliau. Dampak hasil karyanya setelah bertahun-tahun membawa berkat luar biasa bagi masyarakat, seperti pulihnya sumber air bersih, pulihnya kesuburan tanah, dan berhentinya berbagai bencana dampak dari kebakaran. Sungguh luar biasa karya mbah Sadiman, dalam kesederhanaannya, ia tidak menyerah untuk berjuang mengembalikan keadaan lereng Gunung Lawu menjadi hijau, bahkan sampai dengan saat ini mbah Sadiman selalu percaya dan berharap dengan apa yang dilakukannya untuk  “keselamatan” bagi dunia dan anak cucu.

Penjelasan Teks
Dalam usianya yang sudah tidak muda lagi, Abram diutus Allah untuk pergi dari negerinya ke tempat dimana Tuhan akan menunjukkan kepadanya. Tentu ini bukanlah suatu hal yang mudah bagi Abram, apalagi ketika masa tua, masa yang mendambakan kenyamanan, kedamaian, dan ketenangan. Keluar dari keadaan tersebut pasti membuat berbagai pertimbangan muncul, seperti: perasaan emosional, keluarga, ketidakmampuan fisik, dsb.

Setidaknya situasi itu yang bisa kita rekonstruksi dari perasaan dan pergumulan yang mungkin muncul di benak Abram. Memang dinamika emosi Abram tidak diliput dengan detil, tetapi secara manusiawi jika kita menempatkan diri pada posisi Abram, setidaknya kita bisa merasakan kegundahan yang dialaminya. Tetapi menariknya, dalam teks bacaan kita dengan tegas Abram menunjukkan kepatuhannya kepada Allah dan ini menggambarkan bahwa rancangan Allah itu yang terbaik (Ay. 4). Abram belajar percaya kepada rancangan Allah dalam hidupnya dan keluarganya, sekalipun penuh ketidakpastian secara manusiawi.

Demikian juga ketika Abram dijanjikan keturunan, tentu setidaknya muncul perasaan antara senang, tetapi juga ragu-ragu, mengingat usia Abram yang sudah tua dan istrinya yang sudah mati haid atau menopause. Bagaimana tidak, keturunan adalah suatu hal yang didambakan oleh setiap pasangan yang telah punikah dalam tradisi manapun, karena akan menjadi pewaris dan melanjutkan nama keluarga. Oleh karena itu, janji Allah ini menjadi semacam oase yang “melegakan”, tetapi juga memunculkan “keraguan” secara manusiawi. Sekali lagi teks kita menunjukkan kepatuhan dan ketaatan serta iman Abram akan perintah dan janji Allah. Tidak ada keraguan yang muncul ketika Abram menanggalkan “zona nyamannya” demi ketaatannya kepada Allah, hingga akhirnya wujud percayanya itu ia tunjukkan dengan mendirikan sebuah mezbah bagi Tuhan sebagai tanda perjumpaannya dengan Allah, serta tanpa penggenapan janji Allah kepada keturunannya.

Dalam peristiwa inilah, Abram dengan teguh memegang kepercayaannya kepada Allah yang diwujudkan dalam kehidupannya bersama dengan keluarganya. Bahkan pada ayat 10 dikatakan: negeri dimana Abram tinggal dilanda bencana kelaparan, sehingga apabila hati Abram tidak dengan teguh memegang keyakinannya kepada Allah, maka ia bersama keluarganya sudah pasti terancam, serta keberlangsungan janji keturunannya akan sirna. Sehingga tidak mengherankan dalam kisah ini, Abram yang kemudian dikenal dengan Abraham dikenal sebagai “Bapa Orang Beriman” karena keteguhan akan imannya kepada Allah. Ia menjadi berkat bagi anak cucunya yang merasakan penggenapan janji Allah dalam menerima “tanah perjanjian” yang penuh kesuburan dan kebaikan.

Relevansi
Kisah mbah Sadiman dan Abraham adalah dua kisah yang menginspirasi dimana keduanya sama-sama dipanggil untuk terlibat dalam karya Allah serta memberi dampak bagi dunia. Mbah Sadiman dengan kesederhanannya, maupun Abraham dengan keteguhan hatinya untuk beriman kepada Tuhan, hidup mereka sungguh berdampak serta membawa perubahan dan pemulihan bagi banyak orang bahkan anak cucu mereka. Tidak hanya kedua tokoh tersebut, kita sebagai umat milik-Nya yang dipersekutukan dalam gereja sesungguhnya juga dipanggil keluar (Ekklesia) dari kegelapan untuk menyatakan karya Allah bagi dunia. Meskipun dalam berbagai keterbatasan hidup kita, sesungguhnya Allah telah memampukan dan memberi kita talenta-talenta baik untuk kita pakai sebagai karya yang memberkati. Tidak hanya sekedar kebakaran hutan, tentu masih banyak permasalahan-permasalahan lingkungan di sekitar kita yang memerlukan perhatian dan kepedulian kita untuk terlibat dan melayani; seperti kepunahan beberapa satwa, krisis air dan udara bersih, krisis pangan, lapangan pekerjaan, dsb. Dalam keteguhan hati layaknya Abraham, marilah kita terus beriman kepada Tuhan, bahwa Ia setia menyertai dan memberkati dalam langkah kehidupan kita!

Pertanyaan Untuk Didiskusikan:

  1. Menurut saudara, mengapa Allah memilih Abram yang sudah berusia lanjut daripada orang lain yang usia dan fisiknya masih muda dan bugar?
  2. Dalam konteks gereja saudara saat ini, program pelayanan atau kegiatan apa yang tepat untuk mengatasi krisis lingkungan di wilayah saudara saat ini, demi keberlangsungan hidup anak dan cucu?
  3. Bagaimana upaya yang saudara lakukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan di sekitar saudara? [mojo].

Pemahaman Alkitab (PA) Januari 2024
Bulan Penciptaan (II)

Bacaan: 1 Korintus 7 : 17 – 24
Tema Liturgis: GKJW Dipanggil untuk Memulihkan Keutuhan Ciptaan
Tema PA: Dipanggil sebagai Bagian GKJW untuk Berkarya dan Menjadi Berkat bagi dunia

Pengantar
Sindrom “Rumput Tetangga Lebih Hijau” adalah suatu keadaan dimana manusia cenderung merasa keadaan yang lain (baik itu orang, tempat, dsb) lebih baik daripada keadaannya sendiri. Hal ini seringkali terjadi tidak hanya dalam masyarakat umum, melainkan juga dalam persekutuan gerejawi. Adakalanya seseorang berada dalam titik dimana ia membandingkan “keadaan” gerejanya dengan yang lain, apalagi GKJW yang juga seringkali dibandingkan dengan gereja-gereja lain, dimana ada hal-hal yang lebih dibandingkan dengan gereja asal maupun cara kita beribadah. Tidak heran, tidak sedikit orang yang cenderung mencari pengalaman menggereja yang “nyaman”, baik itu pelayanannya, pastoralnya, pendetanya maupun bahkan “entertain-nya”. Memang hal tersebut dapat dikatakan wajar dalam pemahaman umum, namun bila kita mau untuk sedikit bergumul, apakah memang demikian kehidupan kita sebagai orang percaya yang dipanggil Kristus, hanyalah untuk mencari “kenyamanan” menggereja semata? Atau kita dipanggil oleh Allah untuk keluar dari kegelapan, untuk terlibat dalam berbagai karya-Nya di tengah krisis dan bencana alam-sosial yang dialami oleh dunia?

Penjelasan Teks
Dalam perikop kita, terlihat bagaimana Rasul Paulus menanggapi suatu konflik yang terjadi dalam persekutuan orang percaya di Korintus berkaitan dengan hal pengikut Kristus yang bersunat dan tak bersunat. Konflik ini memuncak oleh karena adanya benturan pandangan, dimana pengikut Kristus dari kalangan Yahudi, mendesak agar orang awam yang mengikut Kristus harus disunat, sedangkan bagi kebanyakan orang awam dari berbagai wilayah maupun bangsa yang berkumpul di Kota Korintus, mereka menganggap sunat menjadi suatu hal yang tidak lazim. Hal ini menjadi sebuah konflik yang dapat menyesatkan para pengikut Kristus, hanya karena masalah sunat dan tidak sunat. Oleh sebab itu, Rasul Paulus dalam suratnya ini memberi sebuah nasihat yang cukup tegas dengan mengingatkan para pengikut Kristus tentang kebenaran panggilan Allah bagi mereka. Bahwa setiap orang yang telah dipanggil oleh Allah, hendaknya hidup seturut dengan apa yang ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil (Ay. 17). Dalam hal ini, yaitu soal lahiriah dan latar belakang seseroang bukanlah menjadi perkara utama dalam mengikut Kristus, namun yang lebih utama dan penting adalah menaati hukum-hukum Allah (Ay. 19).

Rasul Paulus bahkan memberi suatu gambaran tentang seorang hamba dan orang bebas. Ketika mereka mengikut Kristus, mereka tetap menjadi pribadi yang sama di mata-Nya. Mereka yang semula hamba ketika mengikut Kristus mereka adalah orang bebas/merdeka, milik Allah. Ia telah dibebaskan dari kuasa dosa, ia mendapatkan anugerah keselamatan di dalam Kristus. Begitu juga orang yang bebas, ketika mengikut Kristus mereka menjadi hamba Kristus milik Allah. Ia harus hidup dalam ketaatan kepada Kristus. Oleh sebab itulah, tidak ada pembeda di hadapan Allah, baik itu orang bersunat ataupun yang tidak, sebab mereka masing-masing memiliki nilai yang sama berharganya di mata Allah. Mereka sama-sama dipanggil untuk taat pada hukum Allah dan berkarya bagi kemuliaan-Nya. Di sini nyata bahwa menjadi pengikut Kristus tidak ada hal yang lebih baik maupun tidak. Ayat 24 menjadi penekanan Rasul Paulus untuk memantapkan masing-masing pihak agar mereka tetap hidup sebagaimana mereka dipanggil, yakni tetap menjadi orang Yahudi yang bersunat dan tetap menjadi orang awam yang tidak bersunat. Selama mereka setia dalam ketaatan akan perintah-Nya, semuanya sama baiknya di mata Allah.

Relevansi
Baik itu GKJW maupun gereja-gereja lainnya memiliki kekhasannya masing-masing, baik dalam pelayanannya maupun dalam pergumulannya. Bila Tuhan menghendaki gereja milik-Nya bertumbuh dan berkembang dengan berbagai perbedaan kekhasan-nya, tentu hal ini bukan lagi perkara mana yang lebih baik maupun tidak, mana yang nyaman maupun tidak, sebab semuanya tetap sama “baik”nya di mata Allah, karena melalui kekhasan-nya, gereja sama-sama dipanggil untuk menghidupi perintah-perintah-Nya serta berkarya demi kemuliaan nama-Nya. Apabila orang percaya dalam hidup menggereja hanya untuk mencari kenyamanan, tentu hal tersebut akan mengulang kembali konflik yang terjadi dalam persekutuan orang percaya di Korintus, sebab kembali dalam prinsip mana yang lebih baik dan yang tidak. Justru “kenyamanan” orang percaya adalah hidup setia memikul salib, dimana Tuhan menempatkannya, yakni bagaimana GKJW tempat kita membangun persekutuan dan menumbuhkan iman saat ini, dapat kita bangun melalui keterlibatan kita dalam berbagai bidang pelayanan. Terlebih ada berbagai macam krisis yang harus kita tanggapi, baik itu krisis bencana alam, penolakan pembangunan gedung gerja, pekerja migran, gagal panen, mafia pasar hasil bumi, dsb. Inilah yang sesungguhnya yang menjadi panggilan Allah untuk kita umat percaya, yakni dipanggil keluar dari kegelapan dan turut berkarya bagi dunia untuk kemuliaan Allah. Oleh sebab itu, bagi orang percaya menggereja bukan untuk mencari kenyamanan, melainkan untuk menciptakan bahkan memulihkan kedamaian gereja. Kita dipanggil untuk terlibat aktif dalam pelayanan, mengatasi berbagai krisis, dan untuk menjadi berkat bagi dunia.

Pertanyaan Untuk Didiskusikan:

  1. Ketika dalam suatu waktu, Tuhan memanggil kita untuk terlibat melayani dalam suatu bidang yang bukan menjadi keahlian kita, bagaimana tanggapan saudara?
  2. Menurut saudara, cara-cara apa saja yang mampu menjembatani keterlibatan GKJW bersama gereja lainnya untuk mengatasi berbagai krisis lingkungan, demi mewujudkan kesatuan tubuh Kristus? Dimana pada kenyataanya antar denominasi gereja saling bersaing bahkan saling memunculkan stigma negatif terkait tradisi maupun cara menggereja masing-masing. [mojo].

Renungan Harian

Renungan Harian Anak