Pemahaman Alkitab (PA) Desember 2023 (I)
Masa Adven
Bacaan: Mikha 5 : 1 – 5
Tema Liturgis: GKJW Bersiap Menyambut Kedatangan Kristus
Tema PA:Kedatangan Mesias Membawa Perubahan Kehidupan Umat yang Lebih Baik
Pengantar
Bukan rahasia lagi jika praktek korupsi di Indonesia masih banyak terjadi. Mulai dari korupsi kecil-kecilan sampai dengan besar-besaran. Bukan hanya dengan tindak korupsi saja, namun juga tindak kejahatan lain yang semakin merajalela, sehingga menjadikan orang merasa takut. Keadaan ini menjadikan masyarakat berharap adanya pemimpin bangsa yang bisa membasmi praktik korupsi dan tindak kejahatan lainnya. Dengan demikian keadaan akan menjadi lebih baik, sesuai dengan harapan, sehingga menjadikan kehidupan masyarakat senantiasa aman, damai, dan sejahtera. Kapan pemimpin itu hadir dan suasana yang sesuai harapan itu terwujud? Biarlah pertanyaan ini senantiasa menjadi sebuah pengharapan.
Penjelasan Teks
Diyakini penulis kitab ini adalah Mikha, yang tinggalnya di Moresyet-Gat di Syefela atau daerah bukit Yehuda, yang merupakan tempat bernubuat pada umumnya (Mikha 1:14). Dia lebih muda sedikit dari Yesaya; ia bernubuat pada pemerintahan Yotam (sekitar 742-735 sM), Ahas (sekitar 735-715 sM) dan Hizkia dari Yehuda (sekitar 715-687 sM). Ahli-ahli lain menandaskan bahwa gaya keras dan menerangkan, terlihat jelas dalam tiap pasal nubuat ini. Pernyataan yang mantap tentang hukuman, kasih dan pengharapan ilahi, merupakan alasan yang teguh untuk memegang pendirian, bahwa nubuat ini ditulis oleh Mikha, termasuk pasal 5.
Walaupun hidup di desa, Mikha mengetahui adanya korupsi yang merajalela dalam kehidupan kota di Israel dan Yehuda. Seperti Amos dan Yesaya, ia mengamati bagaimana tuan-tuan tanah yang kaya menindas orang-orang miskin (Mikha 2:1-11). Terjadi ketidakadilan sosial yang menimpa para pemilik tanah sempit, para peternak, dan para petani. Korupsi yang merajalela di tengah-tengah pemimpin-pemimpin agama pada zamannya (Mikha 2:1-11), dan penyelewengan-penyelewengan hukum umum dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya menegakkan hukum (Mikha 3:11). Kenyataan bahwa semuanya ini terjadi dalam suasana keagamaan yang palsu, karena agama dijadikan alat untuk kepentingan material, yaitu mendapatkan uang (Mikha 3:11). Inilah masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa Yehuda yang menjadi perhatian Mikha.
Bukan tanpa dasar kemudian Mikha berkali-kali menyerukan pertobatan dan penghukuman, baik atas Samaria (Mikha 1:5-7) maupun Yehuda (Mikha 1:9-16). Apa yang diserukan oleh Mikha sebagian sudah terjadi. Kedua negara ini sempat dikalahkan oleh bangsa Asyur. Bahkan Mikha 4:14 menulis tentang penghukuman bagi Yehuda: “Sekarang, engkau harus mendirikan tembok bagimu; pagar pengepungan telah mereka dirikan melawan kita; dengan tongkat mereka memukul pipi orang yang memerintah Israel.” Bangsa Yehuda terdesak dan tersudut. Sebuah tongkat yang biasanya menjadi simbol kekuasaan, sekarang justru menjadi alat pukulan ditangan musuh. Namun penghukuman ini bukanlah akhir bagi umat Tuhan. Ada kasih Tuhan yang lebih besar dari dosa yang mereka perbuat. Masih ada pengharapan dalam janji Tuhan akan masa depan umat-Nya.
Pada ayat selanjutnya, ditunjukan janji yang sangat berkaitan dengan Daud. Apa yang telah Allah janjikan kepada Daud, yaitu bahwa keturunannya akan menjadi raja atas umat Allah untuk selamanya (2 Sam.7:12-13 dan Maz. 89:35-37). Ini ditegaskan ulang melalui perkataan Mikha. Keterkaitan teks kita saat ini dengan Daud ditunjukkan dalam beberapa hal. Pertama, kelahiran sang penguasa (Mikha 5:1a). Pusat pemerintahan Yehuda (dan Israel) adalah Yerusalem sejak zaman Daud sampai pembuangan ke Babel, kota ini telah menjadi kebanggaan mereka. Namun, Mikha justru menyinggung tentang Betlehem-Efrata di daerah Yehuda. Mengapa? Karena Betlehem adalah daerah asal Daud (1 Sam. 16:1, 4). Betlehem dikemudian hari dikenal sebagai kota Daud ( 1 Sam. 20:6; Luk. 2:4; Yoh. 7:42).
Kedua, frasa “permulaannya sejak purbakala, sejak dahulu kala” (Mikha 5:1b), merujuk pada suatu masa lampau di dalam waktu, yaitu masa kejayaan kerajaan Israel pada zaman Daud sebelum kerajaan terpecah menjadi dua wilayah, Utara dan Selatan. Dari sini kita bisa melihat bahwa Mikha sedang memikirkan tentang zaman keemasan Israel sekitar tiga abad sebelumnya. Ketika menerima pengutusan ini Mikha bukan hanya menyampaikan berita untuk salah satu dari bangsa ini, namun ia menyampaikan ke seluruh bangsa. Dengan demikian ada harapan kembali bersatunya bangsa Israel yang terpecah.
Ketiga, penggembalaan oleh sang penguasa (Mikha 5:1, 4). Mikha tampaknya sengaja menghindari istilah “raja”. Dia memilih untuk menggunakan istilah “penguasa” (Mikha 5:1, Mosel); suatu istilah yang sangat populer pada awal masa pemerintahan Daud. Pemerintahannya disamakan dengan penggembalaan (Mikha 5:4). Walaupun raja-raja lain juga digambarkan sebagai gembala umat, gambaran ini paling melekat pada figur Daud. Sebelum dia menjadi raja, dia adalah seseorang gembala domba (1 Sam. 16:11-13).
Tidak pernah diketahui secara pasti bagaimana bangsa Yehuda pada saat itu memahami janji yang disampikan oleh Mikha. Mungkin saja mereka tidak langsung mengaitkan janji ini dengan Sang Mesias yang akan datang beberapa ratus tahun kemudian. Sebagai contoh, rujukan tentang seorang perempuan yang akan melahirkan (Mikha 5:2a) sangat mungkin dikaitkan dengan nubuat yang diucapkan 30 tahun sebelumnya oleh Yesaya tentang kelahiran anak yang menjadi simbol kehadiran Allah di tengah umat-Nya (Yes. 7-14).
Kondisi yang nyata dialami mendorong orang-orang Israel untuk melihat jauh ke depan melampaui raja-raja yang sudah ada. Cakupan kekuasaan dari sang penguasa yang dijanjikan bukan hanya kerajaan Israel dan Yehuda, melainkan seluruh bumi (Mikha 5:3b). Bukan hanya itu, kekuasaannya akan diwarnai dengan kekuatan, kemegahan, dan kedamaian (Mikha 5:3-4a). Pertanyaannya, siapakah raja Israel dan Yehuda yang pantas menggenapi janji ini? Tidaklah ada seorangpun. Dua kerajaan ini bahkan pada akhirnya dikalahkan oleh musuh-musuh mereka, sehingga selanjutnya umat tidak lagi memiliki seorang raja.
Dengan demikian apakah janji Allah tidak digenapi? Jelas tidak. Janji ilahi melalui Mikha memang dimaksudkan untuk sebuah masa yang jauh di depan. Melalui berbagai kericuhan politik dan keamanan bangsa Yahudi di dorong untuk memahami teks ini secara mesianik (bdk. Mat. 2:1-6). Tuhan akan mengutus seorang raja dari keturunan Daud yang akan mengembalikan kejayaan Israel seperti dahulu kala. Sayangnya, tatkala Yesus datang ke dunia untuk menggenapi janji ini, hati mereka tidak terbuka untuk menerima Yesus. Mata mereka tertutup untuk melihat Yesus. Orang-orang ini memilih untuk menantikan seorang mesias secara politik. Mesias yang akan meruntuhkan belenggu penjajahan bangsa Romawi. Mereka tidak menyadari bahwa Mesias sudah datang. Yesus Kristus sudah mematahkan belenggu terberat bagi manusia, yaitu maut.
Pertanyaan Untuk Didiskusikan
- Situasi dan kondisi seperti apakah yang dihadapi Mikha saat itu? Jelaskan jawaban saudara!
- Memasuki bulan Desember kita sering disibukan dengan persiapan-persiapan untuk memperingati Natal, memperingati kelahiran Sang Raja Damai. Pada kenyataanya kehidupan saat ini tidak baik-baik saja, karena kejahatan masih merajalela. Sebagai orang Kristen bagaimana sikap kita melihat kenyataan yang ada di sekitar kita? dan bagaimana kita melihat realitas ini dengan Kristus yang akan datang? Jelaskan jawaban saudara! [GIK].
Pemahaman Alkitab (PA) Desember 2023 (II)
Masa Adven
Bacaan: Efesus 6 : 10 – 17
Tema Liturgis: GKJW Bersiap Menyambut Kedatangan Kristus
Tema PA: Menjaga Diri Hidup Benar sebagai Kesiapan Kita Menyambut Kedatangan Kristus
Pengantar
Suguh, gupuh, lungguh adalah tiga hal yang seringkali menjadi perhatian kita ketika menerima kedatangan seorang tamu. Selain itu dalam menyambut tamu, kita juga berupaya tampil menarik dengan dandanan yang pantas dan senyuman yang menawan. Yang juga tidak kalah penting, kita menyediakan hati untuk tamu tersebut supaya ia merasa diterima sepenuhnya. Dengan upaya menyambut semaksimal mungkin, harapannya tamu tersebut merasa sukacita, sehingga ingin datang untuk bertamu lagi ke rumah kita, tidak kapok.
Di atas adalah sebuah gambaran upaya untuk menyambut tamu dengan baik. Jika tamu saja kita sambut dengan sedemikian rupa, maka ketika kita kedatangan pribadi yang istimewa, yaitu Tuhan Yesus Kristus, maka pastilah kita akan menyambut-Nya dengan lebih baik. Jika tamu kita sambut dengan suguh, gupuh dan lungguh, maka persiapan yang harus dilakukan untuk menyambut Sang Kristus adalah dengan mempersiapkan diri supaya kita dalam keadaan pantas atau layak. Maka dari itu, kita harus hidup setia kepada Tuhan, jangan pernah memberi celah kepada Iblis untuk masuk dalam hidup kita. Karena jika kuasa iblis sedikit saja masuk dalam hidup kita maka akan menguasai kehidupan kita. Oleh karena itu, hendaknya kita menjaga diri kita dengan perlengkapan rohani yang akan kita bahas bersama melalui PA saat ini.
Penjelasan Teks
Efesus 6:10-17 ini ditulis pada saat pemerintahan Romawi sedang berada di puncak kejayaannya di abad pertama Masehi. Kekuatan legiun-legiun Romawi memungkinkan kota itu mengendalikan sebagian besar dunia yang dikenal kala itu. Seorang sejarawan melukiskan bala tentara ini sebagai organisasi militer yang paling sukses sepanjang sejarah. Bala tentara Romawi terdiri dari para prajurit berdisiplin tinggi yang menjalani pelatihan yang berat, tetapi keberhasilan mereka sebagai mesin perang yang efektif juga bergantung pada perlengkapan senjata mereka.
Surat Efesus ini ditulis ketika Paulus menjadi seorang tahanan, karena Kristus (Ef. 3:1,13). Paulus menjadi tahanan rumah di Roma selama dua tahun. Sepanjang waktu itu, ia menulis lima surat-surat penggembalaan. Di masa-masa tahanan itu Paulus dijaga oleh tentara yang diperlengkapi dengan senjata-senjata: 1. Ikat Pinggang, 2. Baju Zirah, 3. Kasut/pelindung kaki, 4. Perisai, 5. Ketopong/Helm, 6. Pedang.
Dari sudut pandang manusia, perlengkapan senjata yang diuraikan rasul Paulus bisa melindungi seorang prajurit Romawi dengan sangat baik. Selain itu, sang prajurit diperlengkapi pedang, senjata utamanya untuk pertarungan jarak dekat. Selain perlengkapan dan pelatihan, keberhasilan bala tentara Romawi bergantung pada ketaatan para prajurit kepada komandan mereka. Demikian pula, orang Kristen harus menaati Yesus Kristus yang adalah “raja dan pemerintah bagi suku-suku bangsa” (Yes. 55:4). Yesus Kristus juga adalah “kepala atas jemaat” (Ef. 5:23). Tuhan Yesus memberi teladan dalam berjuang (1 Ptr. 2:21), dan dalam perjuangan itu kita harus memiliki perlengkapan senjata rohani. Alkitab menasihati kita untuk mempersenjatai diri kita dengan kecenderungan mental Kristus (1 Petrus 4:1). Maka, seraya kita menganalisis satu demi satu perlengkapan senjata rohani kita, kita akan menggunakan teladan Yesus Kristus untuk mempertunjukkan mengapa setiap perlengkapan itu penting dan efektif.
Rasul Paulus menasihati kepada jemaat, agar mereka sendiri berusaha menjadi kuat di dalam kekuatan kuasa Tuhan. Ayat 11, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata (Panoplia) Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.” Pada bagian ini rasul Paulus menggunakan istilah militer Panoplia, yaitu: senjata lengkap yang dipakai oleh prajurit-prajurit yang berjalan kaki. Persenjataan mereka menentukan apakah mereka kuat dapat berjuang. Sebagian besar daripadanya adalah senjata-senjata pertahanan (defensif). Karena itu yang penting dalam perjuangan mereka adalah: mereka harus berani dan pandai menggunakan senjata-senjata itu. Perlengkapan mereka mencirikan mereka dari kepala sampai ke kaki sebagai prajurit-prajurit Allah. Maksud dari mereka harus menggunakan perlengkapan senjata Allah adalah agar mereka dapat tahan berdiri melawan tipu-muslihat Iblis.
Mengapa jemaat harus diperlengkapi dengan senjata Allah? Jawab rasul Paulus di ayat 12, “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” Perjuangan jemaat adalah bukan melawan darah dan daging (Haima kai sarka), yaitu sesama manusia yang terbatas dan fana, namun perjuangan jemaat adalah melawan penguasa roh (yang rohani). Rupa-rupanya darah dan daging ini adalah alat-alat Iblis. Iblis sendiri sebagai penguasa di udara “berada di belakang” (tidak nampak), ia identik dengan “penguasa kerajaan di udara” yang juga disinggung rasul Paulus dalam Efesus 2:2: “penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.”
Dalam perjuangan yang demikian – yaitu perjuangan melawan musuh-musuh yang tidak murni insani dan substansial – anggota-anggota jemaat membutuhkan suatu perlengkapan senjata khusus. Rasul Paulus menyebut: pemerintah-pemerintah, penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap, dan roh-roh jahat di udara. Maksud rasul Paulus di sini lebih dalam bahwa perjuangan jemaat adalah melawan roh-roh jahat, ini merupakan suatu perjuangan yang berat, yang melebihi kekuatan manusia.
Rasul Paulus mengatakan di ayat 13, “seluruh perlengkapan senjata Allah” jadi, bukan separuh saja, sebab kalau tidak demikian, jemaat tidak akan dapat mengadakan perlawanan. Di bawah ini rasul Paulus merincikan bagian-bagian perlengkapan senjata Allah di ayat 14, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan”, dengan penjelasan yang demikian:
1. Ikat Pinggang: Berikatpinggangkan Kebenaran (Ay. 14)
Ikat pinggang atau pakaian yang dibuat dari kulit, dilapisi dengan logam, dikenakan oleh tentara Roma pada zaman Paulus. Pakaian ini memberi kebebasan bergerak , memberi perlindungan pada perut dan paha. Untuk Rasul Paulus, Kebenaran Allah senada dengan ikat pinggang yang memberi perlindungan. Kebenaran terdapat dalam firman Allah. Ini berarti bahwa pengetahuan Alkitab tangan pertama dan yang mendalam adalah perlengkapan senjata yang melindungi terhadap kejahatan.
Pada zaman Alkitab, para prajurit Roma mengenakan sabuk atau ikat pinggang, dari kulit yang lebarnya 5 sampai 15 sentimeter. Sabuk prajurit berguna untuk melindungi pinggangnya dan menjadi tempat yang cocok untuk menggantungkan pedang. Sewaktu seorang prajurit mengikat pinggangnya, ia sedang bersiap-siap untuk bertempur. Paulus menggunakan sabuk prajurit untuk menggambarkan sejauhmana kebenaran Alkitab hendaknya mempengaruhi kehidupan kita. Sabuk kiasan itu hendaknya terikat kencang pada diri kita, sehingga kita hidup selaras dengan kebenaran dan dapat membelanya setiap saat (Maz. 43:3; 1 Ptr. 3:15).
2. Baju Zirah: Berbajuzirahkan Keadilan (Ay. 14)
Tentara Romawi diberikan perlengkapan pakaian perang dengan penutup dada untuk melindungi jantung dan anggota tubuh lainnya yang amat vital. Biasanya penutup dada ini dibuat dari bahan logam dan bisa terdiri dari satu potong atau beberapa potong yang terpisah. Keadilan Alkitabiah bagi manusia termasuk pembebasan dari dosa dan pemberian kekuatan untuk melawan kuasa dosa. Kedua pemberian ini adalah karunia Ilahi dan tidak tergantung atas usaha dan kebaikan manusia. Karena itu diberikan pada kita melalui pembenaran atau dianugrahkan melalui pengudusan, baju zirah keadilan adalah perlengkapan senjata untuk perlindungan yang disediakan seluruhnya oleh Allah.
Seorang Kristen harus mengenakan pelindung dada keadilan kebenaran (Ef. 6:14 bdk. Yes. 59:14-15, 17). Pelindung dada harfiah melindungi organ-organ vital, terutama jantung. Perlunya keadilan kebenaran sebagai penutup dada yang melindungi jantung atau hati, karena kecenderungan hati yang berdosa (Kej. 8:21; Yer. 17:9).
3. Kasut: “kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera.” (Ay. 15)
Kasut/pelindung kaki adalah bagian dari persenjataan rohani. Kata Yunani Heitomasia dalam Efesus 6:15 yang diterjemahkan “kasut” mengandung makna dasar “kesiapan”. Kata ini digunakan dalam bahasa metaforis, kaki yang berkasutkan Injil (kabar baik) tentang perdamaian. Bahwa dengan selalu diperlengkapi dan siap memberitakan Injil kepada orang-orang lain dan melakukan hal itu meskipun ada kesukaran. Para prajurit Romawi membutuhkan sepatu atau kasut yang kuat, karena selama mengadakan kampanye militer, mereka sering berjalan sejauh 30 kilometer setiap hari sambil dibebani perlengkapan dan senjata seberat kira-kira 30 kilogram. Dengan tepat, Paulus menggunakan alas kaki untuk menggambarkan kesiapan kita dalam mengabarkan berita Kerajaan Allah kepada siapa pun yang mau mendengarkan. Karena dengan cara inilah banyak orang akan mendengar kabar baik.
Kasut dari seorang prajurit juga dilengkapi pelindung dari logam (lih. 1 Sam. 17:6). Kasut ini memberikan perlindungan dari duri, onak, batu dan segala gangguan di jalan. Kasut juga membantu menguatkan kaki dan memberi stabilitas ketika dalam pertempuran. Demikianlah Injil damai sejahtera dipastikan akan melindungi kita dari luka, gesekan, dan gangguan yang menyerang kita, bukan saja dalam peperangan melawan setan tetapi juga dari manusia yang diperalatnya.
4. Perisai: Iman (Ay. 16)
Dalam ayat 16, “dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai (Thureos) kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat.” Bagian yang menonjol dari persenjataan rohani adalah perisai iman. Inilah satu di antara perlengkapan senjata yang paling berarti yang gampang diganti-ganti posisinya. Perisai menambah dan mempertinggi daya guna alat perlengkapan lainnya. Iman adalah keterbukaan kepada Allah. Dengan spontanitas dan dengan berkesinambungan. Itu adalah ketergantungan mutlak kepada Allah dalam setiap keadaan darurat. Itu juga adalah pengaturan yang sudah ditetapkan untuk menerima campur tangan Allah setiap saat dalam segala keadaan.
Kata Yunani Thureos (dari kata Thura, artinya, pintu). Kata “Thureos” ini memaksudkan perisai yang cukup besar untuk menutupi sebagian besar tubuh. Perisai itu akan melindungi seseorang dari senjata lempar yang berapi yang disebutkan di Efesus 6:16. Pada zaman Alkitab, para prajurit menggunakan seligi/panah lempar dari buluh berongga yang dilengkapi wadah besi kecil berisi nafta (sulingan minyak) yang menyala. Seorang pakar menggambarkan panah lempar ini sebagai salah satu senjata yang paling berbahaya dalam perang zaman dahulu. Jika seorang prajurit tidak memiliki perisai besar untuk melindungi dirinya dari senjata lempar tersebut, ia bisa terluka parah atau bahkan terbunuh.
Sebagaimana perisai besar menutupi sebagian besar tubuh, iman kepada Allah dan kesanggupan-Nya untuk memenuhi janji-janji-Nya akan membuat orang Kristen sanggup memadamkan semua senjata lempar yang berapi dari kekuatan-kekuatan jahat. Iman akan membantu orang Kristen menahan serangan roh-roh fasik/iblis, melawan godaan kepada perbuatan amoral, menolak keinginan materialistis, dan tidak menyerah karena takut, ragu-ragu, atau terlalu sedih (Kej. 39:7-12; Ibr. 11:15; 13:6; Yak. 1:6; 1 Tes. 4:13).
5. Ketopong: Keselamatan (Ay. 17)
Ketopong (Perikephalia) memberi pelindungan pada kepala, dan kepala adalah tempat kedudukan pertimbangan, kesadaran, berpikir, motivasi, dan pengendalian. Sebagaimana ketopong melindungi kepala seorang prajurit, “ketopong keselamatan” melindungi kesanggupan mental orang Kristen terhadap pengaruh-pengaruh yang tidak saleh (Ef. 6:17).
Keselamatan yang kita jumpai dalam Alkitab adalah juga suatu istilah yang artinya sangat luas. Keselamatan itu mencakup semua kegiatan Allah terhadap pendosa dalam memberikan terang, perlindungan, penyembuhan, dan berkat. Juga mencakup kebutuhan kita pada hari yang sudah lalu, sekarang, dan yang akan datang. Karena itu, kita boleh bersandar pada karunia keselamatan yang berasal dari Allah. Hidup kita, reputasi kita, kegemaran kita, kedamaian kita, pengharapan kita bukan lagi bergantung atas belas kasihan manusia, setan atau keadaan. Dengan mengenakan ketopong ini kita bisa berkata bersama Paulus: Jika Allah dipihak kita, siapakah yang akan melawan kita? (Rom. 8:31), dan siapakah yang akan memisahkan kita dari Kristus? (Rom. 3:35).
6. Pedang: Pedang Roh, yaitu Firman Allah (Ay. 17)
Pedang adalah senjata untuk menyerang atau membela diri. Umat Kristen yang terjun dalam peperangan begitu larut dengan Alkitab, sehingga firman Allah sudah menyatu dengan dirinya sendiri. Pedang Roh, yaitu firman Allah mutlak dibutuhkan orang Kristen untuk menampik ajaran palsu dan untuk mengajarkan kebenaran serta merobohkan perkara-perkara yang dibentengi dengan kuat (Ef. 6:17; 2 Kor. 10:4, 5). Firman Allah yang dicatat dalam Alkitab diibaratkan pedang bermata dua yang ampuh yang dapat menebas dusta agama dan membantu orang yang berhati jujur memperoleh kebebasan rohani (Yoh. 8:32; Ibr. 4:12). Pedang rohani ini juga dapat membantu kita mempertahankan diri sewaktu diserang oleh godaan atau upaya orang murtad untuk menghancurkan iman kita.
Dalam perang rohani, kita perlu menggunakan Firman Allah. Selain itu, kita harus berupaya untuk mempersembahkan diri kita kepada Allah sebagai orang yang diperkenan, sebagai pekerja tanpa sesuatu pun yang membuat kita malu, menangani firman kebenaran dengan tepat (2 Tim. 2:15). Sewaktu kita membiarkan kebenaran Alkitab membimbing kita, hal itu dapat melindungi kita dari penalaran yang salah dan memungkinkan kita mengambil keputusan yang bijaksana. Sewaktu digoda atau dicobai, pedoman Alkitab akan menguatkan tekad kita untuk melakukan apa yang benar.
Prajurit Romawi yang menjadi penjaga “tahanan rumah” tidak perlu menggunakan jenis senjata lempar misalnya “tombak/panah/ketapel” yang sedianya untuk mengadakan penyerangan jarak jauh dengan melontarkan senjata. Maka kalau boleh saya metaforakan “doa” adalah jenis senjata lempar yang ampuh yang dapat dilontarkan dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya seorang dapat mendoakan pemimpin negaranya dari rumahnya sendiri yang jauh di pelosok sedangkan yang didoakannya berada di ibu-kota. Seorang dapat mendoakan suatu pelayanan penginjilan dari satu tempat ke tempat yang lain. Dan doa adalah senjata yang ampuh untuk menangkis dan menyerang macam-macam pencobaan. Doa adalah hubungan langsung dengan Bapa sorga yang perlu bagi kita. Kita bisa menutup semua pintu pikiran dosa dan kebimbangan yang meliputi pikiran kita dan semua pemikiran yang tidak suci dengan mengangkat jiwa kita pada Allah melalui doa yang tekun. Iblis gemetar bila ia melihat orang kudus yang lemah sekalipun bertelut dalam doa.
Maka, jelaslah, kita harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata yang Allah sediakan. Untuk itu, kita harus memupuk sifat-sifat yang saleh, seperti iman, keadilan dan kebenaran. Kita harus mengasihi kebenaran seolah-olah pinggang kita diikat olehnya, kita harus siap memberitakan kabar baik pada setiap kesempatan, dan kita harus terus mengingat harapan di masa depan. Kita harus belajar mengayunkan pedang roh dengan terampil. Dengan mengenakan seluruh perlengkapan senjata dari Allah, kita dapat menjadi pemenang dalam pergulatan kita melawan kumpulan roh yang fasik dan dapat benar-benar memuliakan nama Allah yang kudus (Rom. 8:37-39).
Pertanyaan Untuk Didiskusikan:
- Mengapa rasul Paulus memberikan perintah supaya orang percaya memakai perlengkapan rohani yang sangat lengkap? Jelaskan pendapat saudara!
- Menurut saudara, apakah perlengkapan rohani yang disampaikan dalam bacaan kita menjamin kita bisa menjaga diri atau melawan kuasa jahat/Iblis? Jelaskan jawaban saudara! [GIK].