1. Pendahuluan
Musik mempunyai peranan besar dan penting dalam pelayanan ibadat. Musik dapat menjadi berkat besar dari Tuhan untuk jemaat. Tetapi juga bisa menjadi laknat, artinya mendatangkan ketidaksukaan dan kejengkelan. Iringan musik mempunyai peranan besar yang menentukan apakah nyanyian ibadat menjadi berkat atau laknat. Kalau iringannya bagus, maka nyanyian ibadat akan menjadi berkat.
Bagus tidaknya iringan musik nyanyian ibadat tidak hanya ditentukan oleh ketrampilan dan kemahiran pengiringnya, melainkan juga ditentukan oleh wawasan musik pengiringnya. Nyanyian ibadat dengan iringannya berbeda dengan show musik di luar ibadat. Nyanyian ibadat dengan iringannya bukan dengan maksud sekedar menghibur jemaat, namun lebih bermaksud menolong jemaat untuk dapat mengekspresikan iman, pengharapan dan perasaannya kepada Tuhan. Di samping itu juga untuk menunjukkan agungnya kemuliaan Tuhan, besarnya kasih Tuhan dan wibawanya pesan dan ajaran Tuhan.
Maksud nyanyian ibaat itu harus benar-benar disadari oleh pengiring musik nyanyian ibadat. Oleh karena itu pengiring harus mengerti dan berusaha bagaimana maksud nyanyian ibadat itu dapat tercapai. Untuk itu, pengiring tidak hanya butuh ketrampilan bermain alat musik, namun dia membutuhkan wawasan dan kemampuan untuk mengenal dan menginterpretasi karakter tiap-tiap lagu nyanyian ibadat. Berdasarkan pengenalan karakter lagu itu, baru dapat ditentukan iringan musiknya yang meliputi: tempo, dinamika, jenis suara iringan, pakai rhythmic beat atau tidak, jenis beat yang harus dipakai, dsb.
2. Pengenalan Lagu.
a. Karakter lagu.
Karakter lagu dapat diketahui melalui syair lagu. Tiap lagu mempunyai karakter (jiwa) yang berbeda-beda. Lagu-lagu nyanyian ibadat ada yang merupakan kata-kata orang percaya kepada Tuhan (pengakuan dosa, keyakinan, permohonan, ungkapan syukur, penyerahan diri dan pujian), kata-kata orang percaya kepada dirinya sendiri baik pribadi maupun bersama (kesaksian, kesukacitaan, keyakinan dan komitmen), kata-kata (dari Tuhan atau yang lain) kepada orang orang percaya (seruan / ajakan / panggilan untuk beribadat, memuji, bersyukur, percaya, berserah dan taat kepada Tuhan, untuk bersatu, bersaksi, dsb), kata-kata kepada dunia (seruan untuk menyesali dosa, bersorak menyambut dan memuji Tuhan, dsb). Jadi nyanyian itu ada yang berupa doa, pujian, panggilan dan kesaksian, sehingga masing-masing mempunyai sifat dan sikap sendiri-sendiri.
b. Jenis-jenis lagu.
Lagu-lagu yang dipakai di dalam ibadat jemaat kita ada yang berjenis semi klasik, pop dan tradisional. Salah satu ciri lagu berjenis semi klasik adalah harmonisasi-(cord)nya berubah-ubah dengan cepat. Lagu pop, salah satu cirinya adalah cordnya agak lama berubah, lebih lama dari pada semi klasik. Lagu-lagu tradisional (Asia) umumnya hanya mempunyai lima notasi (pentatonik). Yang pentatonik ini bisa digolongkan dalam tiga jenis lagi: pelog, slendro, slendro minor. Pelog: umumnya hanya terdiri dari notasi 1, 3, 4, 5, 7, tetapi kadang-kadang mendapat notasi asesoris 6 dan 2. Slendro: umumnya hanya terdiri dari notasi 1, 2, 3, 5, 6, tetapi kadang-kadang mendapat notasi asesoris 4 dan 7. Slendro minor: terdiri dari notasi 1, 2, 3, 5, 6, tetapi akhir lagunya adalah dengan notasi 6 (mis. KJ. 23).
3. Iringan Musik.
Iringan musik nyanyian ibadat harus sesuai dengan karakter dan jenis lagunya. Karena masing-masing lagu mempunyai sifat, daerah asal dan maksudnya sendiri-sendiri, maka iringan musiknya pun mesti berbeda-beda baik tempo, dinamika, beat maupun jenis suaranya. Lagu yang berjenis semi klasik pasti berbeda jenis suara iringan musiknya dengan yang berjenis tradisional. Begitu juga jenis iringan musik untuk pengantar dan penutup (sebelum dan seusai) ibadat mestinya mempunyai perbedaan yang jelas.
a. Tempo.
Tempo iringan terutama ditentukan oleh maksud lagu. Lagu yang merupakan doa: lambat – sedang; pujian: agak cepat – cepat; panggilan, ungkapan sukacita, kesaksian dan komitmen: sedang – cepat. Namun demikian, lagu yang berasal dari daerah Banyuwangi (slendro minor) umumnya bertempo agak lambat – agak cepat untuk semua maksud lagu.
b. Rhythmic beat.
Ada lagu yang sebaiknya memakai rhythmic beat, ada yang seharusnya tidak memakainya, bahkan ada yang sebaiknya tidak pakai bass (pedal). Lagu-lagu yang sebaiknya diiringi dengan rhythmic beat adalah yang bertempo cepat – agak cepat. Namun demikian, tidak setiap lagu yang bertempo seperti itu seharusnya diiringi dengan rhythmic beat. Lagu-lagu yang temponya lambat dan syairnya menyatakan ketenangan seharusnya diiringi dengan tidak memakai rhythmic beat (contohnya Kidung Jemaat 364, KJ 17 “Tuhan Allah hadir ……………… diam dengan hormat…..”. KJ 454 “Indahnya saat yang teduh…………”).
Kalau memakai rhythmic beat, beat yang dipilih harus sesuai dengan birama (banyaknya ketukan dalam satu bar) dan harga not-not pada umumnya dalam tiap ketukan (1/2, ¼ , atau yang lain).
c. Jenis suara.
Sesuai dengan jenis, karakter dan daerah asalnya yang berbeda-beda, maka tidak setiap lagu baik atau cocok diiringi dengan jenis suara yang sama. Untuk lagu berjenis tradisional (Asia) seharusnya diiringi dengan jenis suara alat musik tiup (terutama flute), sebab musik tradisional Asia tidak mengenal piano atau organ. Untuk lagu semi klasik seharusnya diiringi dengan jenis suara piano, organ atau biola. Lagu berirama pop lebih cocok diiringi dengan jenis suara string, trompet, saxophone
d. Saat teduh.
Iringan musik untuk saat teduh sebaiknya memainkan lagu yang bertempo lambat – sedang. Dinamika iringan sebaiknya mulai dengan lembut, maik keras sampai keras sebagi klimaks, kemudian turun menjadi lembut kembali dan berakhir dengan lembut sekali. Dinamika ini untuk mengiringi maksud dari saat teduh yang dimulai dengan upaya menemukan ketenangan, kemudian ada sukacita / kesungguhan dan berpuncak pada kemauan yang kuat melakukan kehendak Tuhan yang berakhir dengan kedamaian dan ketentraman.
e. Pengantar dan penutup ibadat.
Untuk mengantar jemaat memasuki suasana ibadat, sebaiknya pengiring musik memainkan lagu bertempo lambat tanpa vokal pemandu nyanyian. Pemakaian bass (pedal) hanya kalau perlu saja. Untuk mengiringi jemaat pulang (akhir ibadat) sebaiknya pengiring (organis) dan pemandu nyanyian memainkan dan menyanyikan lagu (-lagu) yang memberi semangat (agak cepat – cepat) yang berisi pesan atau penguatan.
f. Introduksi dan interlute.
Introduksi untuk penyanyi berbeda dengan introduksi untuk jemaat. Introduksi untuk jemaat adalah untuk memberi gambaran yang jelas tentang melodi lagu yang hendak dinyanyikan. Karena itu, intro tidak boleh terlalu pendek, seharusnya + 4 bar dan harus memainkan bagian awal lagu, bukan akhir lagu.
Interlute bisa dilakukan dengan memainkan bagian akhir lagu, sebab jemaat sudah mengetahui lagu tersebut. Interlute bisa sepanjang intro, bahkan bisa lebih panjang khususnya untuk lagu pengiring pengumpulan persembahan. Interlute sebaiknya dimainkan dengan memberikan improvisasi melodi lagu, supaya tidak membosankan dan pendek saja (2 atau 1 bar).
g. Ending.
Ending iringan sebaiknya tidak perlu keburu-buru, tidak secara tiba-tiba karena pelayan ibadat sudah berbicara lagi, termasuk ketika pelayan hendak mengucapkan bagian salam dan berkat. Hal ini sekaligus untuk menyambung hubungan dengan bagian selanjutnya dari ibadat itu. Tetapi yang pasti adalah bahwa ending itu tidak panjang kemudian volume diturunkan lalu menghilang dengan tenang, kecuali untuk lagu-lagu yang bertempo cepat dan berdinamika keras.