Setelah pelaksanaan Ibadah Minggu, 3 September 2023, segenap warga Jemaat Wiyung diajak untuk sejenak tinggal dan berkumpul di depan gedung gereja GKJW Jemaat Wiyung, tempat akan didirikannya monumen tiga pilar menandai baptisan pertama yang menjadi cikal bakal berdirimya Greja Kristen Jawi Wetan.
Acara diawali dengan sambutan yang disampaikan oleh Ketua Pelayan Harian Majelis Jemaat GKJW Wiyung, yaitu Pdt. Sujarwo. Dalam sambutannya itu, Pdt. Sujarwo menerangkan tentang latar belakang akan dibangunnya monumen tiga pilar di Wiyung ini dan juga berkenaan dengan dukungan dana dari berbagai pihak.
Monumen tiga pilar ini hanya ada di kantor Majelis Agung GKJW, di GKJW Jemaat Ngoro, dan calonnya akan ada di GKJW Jemaat Wiyung. Alasan pembangunan hanya ada di tiga tempat tersebut, karena sebanyak tigapuluhan orang yang menerima tanda baptisan pertama tersebut merupakan orang-orang yang berasal dan menjadi cikal bakal Jemaat Ngoro, Jemaat Wiyung, dan lahirnya Greja Kristen Jawi Wetan.
Setelahnya dilakukan proses pemotongan Tumpeng yang potongan pertamanya diserahkan kepada Ketua Pelayan Harian Majelis Agung, Pdt. Natael Hermawan Prianto, MBA. Sebagai wujud perwakilan dari GKJW, selanjutnya diberikan kepada ketua panitia pembangunan, Bpk. Sawan Tambunan sebagai tanda kepercayaan Jemaat kepada Panitia untuk menyelesaikan proses pembangunannya. Potongan tumpeng juga diserahkan kepada pemuda dan anak-anak jemaat sebagai simbol regenerasi bahwa cerita ini harus senantiasa dirawat dan diceritakan kepada generasi-generasi yang akan datang.
Pdt. Natael dalam sambutannya menyampaikan: “Monumen memang sebuah benda. Tetapi benda ini akan bicara tentang sejarah panjang yang telah dilalui oleh Greja Kristen Jawi Wetan. Fakta sejarah itu bahwa dahulu mbah-mbah kita berkenan menyatukan diri menjadi satu tubuh gereja yang bernama Pasamuwan-pasamuwan Kristen ing Tanah Djawi Wetan.”
Monumen ini menjadi monumen peringatan umat yang di menerima tanda Baptisan Kudus pertama pada tanggal 12 Desember 1843 di Surabaya. Sejak waktu itu jumlah mereka terus bertambah dan terbentuklah persekutuan-persekutuan orang percaya yang kemudian menyatukan diri dalam satu persekutuan gerejawi pada tanggal 11 Desember 1931 dengan nama Pasamuwan-pasamuwan Kristen ing Tanah Djawi Wetan. Seiring berjalannya waktu, dengan segala dinamika yang terjadi, kesatuan tekad untuk menyatukan diri itu diikat pula dengan sesanti Patunggilan Kang Nyawiji.
Pengakuan resmi pemerintah dinyatakan dalam Besluit Gubernur Djenderal Hindia Belanda yang menyebut persekutuan gereja ini dengan nama “Oost-Javaansche Kerk”. Nama ini kemudian diubah menjadi “Greja Kristen Jawi Wetan” dengan S.K. Dirjen Bimas (Kristen) Protestan Departeman Agama Republik Indonesia pada tahun 1979.
Bagian puncak sekaligus menjadi akhir dari seluruh rangkaian acara adalah diletakkannya batu pertama pada rencanan konstruksi bangunan monumen yang karena pertimbangan teknis digantikan dengan pemberian adonan beton. Hal itu didahului oleh Ketua Majelis Agung, dan disusul oleh para pengurus masing-masing kelompok yang ada di GKJW Jemaat Wiyung. (humas)