Perbedaan merupakan kekayaan yang patut dijaga agar harmoni tetap terjaga dalam hidup berdampingan. Salah satu contohnya adalah perbedaan agama, yang seharusnya menjadi sarana untuk saling mengasihi dan berbagi sukacita.
Di bulan Maret 2025 -saat umat Kristiani sedang menghayati masa Pra Paskah- ada dua momen keagamaan lain yaitu Hari Raya Nyepi dan Hari Raya Idul Fitri. Dalam momentum ini, menjadi kesempatan bagi GKJW untuk turut bersukacita dan menjaga keselarasan dalam perbedaan di masyarakat.
Pada Jumat, 28 Maret 2025, tepat sehari sebelum perayaan Nyepi, Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Singosari mengunjungi Pura Bhuvana Kertha yang ada di kompleks Kartanegara/Pagas Lanud Abd. Saleh. Pdt. Prita Maria Permatahati selaku Pendeta GKJW Singosari, didampingi beberapa warga jemaat turut serta dalam kunjungan yang indah ini.
Kehadiran rombongan GKJW Singosari tentu disambut hangat oleh Kelian atau Ketua Banjar Singosari, I Ketut Ugrayana. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan sukacita serta terima kasih atas kepedulian untuk menjaga sikap menghargai antarumat beragama.
Kelian I Ketut Ugrayana juga mengenalkan Hari Raya Nyepi yang diperingati umat Hindu setiap tahun sebagai bentuk penghayatan Catur Brata. Catur Brata dalam perayaan Nyepi memiliki makna “catur” yang berarti empat dan “brata” yang berarti pantangan atau disiplin diri. Sehingga, umat Hindu harus mengindahkan “empat pantangan” pada perayaan Nyepi.
Empat pantangan tersebut antara lain;
– Amati Geni: Tidak menggunakan api/aktifitas yang menghasilkan api.
– Amati Karya: Tidak bekerja atau menghasilkan sesuatu
– Amati Lelanguan: Tidak makan dan minum
– Amati Lelunganan: Tidak bepergian keluar rumah.
Pantangan-pantangan ini bertujuan untuk membersihkan diri dari segala kekotoran dan memulai tahun yang baru dengan hati yang bersih.
Selain itu, rombongan GKJW Singosari juga diberi kesempatan menyaksikan ogoh-ogoh yang diarak oleh pemuda Pura Bhuvana Kertha. Ogoh-ogoh merupakan patung yang dibuat menyerupai Bhuta Kala dengan wajah dan perawakan yang menyeramkan. Kelian I Ketut Ugrayana juga menjelaskan makna dari ogoh-ogoh yaitu sebagai representasi sifat buruk manusia (bhuta).
Dalam rangkaian Nyepi, ogoh-ogoh akan diarak dengan musik menyerupai gamelan dan diakhir arak-arakan, biasanya ogoh-ogoh akan dibakar sebagai simbolisasi penghancuran kekuatan jahat dan membersihkan diri serta lingkungan dari hal negatif.
Rombongan GKJW Singosari tidak hanya menunjukkan kasih persaudaraan, tetapi juga mendapat pelajaran yang berharga dalam kunjungan ini.
Tidak berselang lama dari Hari Raya Nyepi, saudara umat Islam juga merayakan Hari Raya Idulfitri 1 Syawal 1446 Hijriyah yang jatuh pada tanggal 31 Maret 2025. Momen ini juga baik digunakan untuk bersilahturahmi dan menjalin hubungan indah dengan umat Islam. Maka, MD Malang III Timur dan GKJW Jemaat Singosari melakukan kunjungan singkat ke Pondok Pesantren Al-Ishlahiyah Singosari pada 2 April 2025 dengan didampingi Ketua Majelis Agung GKJW, Pdt. Natael Hermawan dan juga Pdt. Prita Maria Permatahati. Kegiatan ini bertujuan untuk merajut tali persaudaraan antarumat beragama dan mengenang serta menghidupkan nilai-nilai yang diwariskan oleh Gus Dur.
Tidak hanya itu, rombongan intergenerasi GKJW Singosari yang terdiri dari kaum wanita, pemuda, anak-anak dan perwakilan KHAUM Jemaat Singosari serta KHAUM MD Malang III Timur disambut hangat oleh Gus Imron (Wakil Sekjen PBNU dan Rektor UNIRA Kepanjen) yang juga selaku suami dari Ibu Nyai Dra. Hj. Anisah Mahfudz, M.AP sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlahiyah.
Dalam kesempatan tersebut, kedua belah pihak saling bertukar maaf di momen Idul Fitri. Perbincangan berlangsung dengan berbagi informasi mengenai kegiatan keagamaan dan sosial yang dilakukan serta diselingi keramah-tamahan tuan rumah, Gus Imron, yang menjamu rombongan dengan kue khas lebaran.
Ketua Majelis Agung GKJW, Pdt. Natael Hermawan menyampaikan apresiasi atas sambutan hangat yang diberikan oleh Pondok Pesantren Al-Ishlahiyah. Beliau juga menekankan pentingnya relasi dan kerja sama antarumat beragama dalam menciptakan kerukunan dan kedamaian di masyarakat, terutama dalam momen-momen penuh berkah seperti Idulfitri yang bisa menjadi sarana menyebarkan perdamaian dan kebaikan.
Dalam pembicaraannya, beliau juga menyinggung sosok Gus Dur, presiden ke-4 Republik Indonesia yang dikenal sebagai tokoh pluralisme dan pembela hak-hak minoritas. Menurutnya, semangat persatuan tersebut harus terus dilestarikan, dipupuk, dan direalisasikan dalam kehidupan beragama yang saling berdampingan.
Sementara itu, Gus Imron, Pengurus Pondok Pesantren Al-Ishlahiyah pun menyambut baik kunjungan tersebut. Beliau berharap, kunjungan ini dapat menjadi contoh hubungan harmonis antarumat beragama dan menciptakan suasana yang kondusif di masyarakat, serta menjadi momentum untuk merefleksikan dan mengamalkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Gus Dur, dan nilai Pancasila sila ketiga, Persatuan Indonesia, terutama dalam semangat Idulfitri seperti sekarang ini.
Berita: KPPM GKJW Singosari
Foto : Tim Multimedia GKJW Singosari