Tahun Gerejawi: Bulan Budaya
Tema: Menghargai Budaya Lokal
Judul: Melakukan yang Yesus Lakukan
Bacaan: Yohanes 13:1-11
Ayat Hafalan: “Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yohanes 13:15)
Lagu Tema: Melayani Lebih Sungguh (Kidung Ria 156)
Tujuan:
- Anak dapat menjelaskan tradisi pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus berbeda dengan kebiasaan umum.
- Anak dapat menjelaskan maksud Tuhan melakukan tradisi yang berbeda seperti pada umumnya.
- Anak dapat mengkritisi tradisi yang menindas yang berlaku di lingkungan sekitarnya.
- Anak dapat menyebut tradisi yang mendorong perilaku saling melayani.
Penjelasan Teks (Hanya untuk Pamong)
Momen pembasuhan kaki para murid oleh Yesus terjadi tepat pada malam yang sama pada saat Ia dikhianati, pada malam saat Ia sedang melakukan perjamuan makan bersama para murid. Demikian halnya, masa penderitaan dan kematian Yesus-pun juga semakin dekat, Yesus mengerti bahwa sebentar lagi Ia akan meninggalkan para murid.
Dalam perikop tersebut kita mendapati sebuah kisah di mana Yesus yang adalah Guru dan Tuhan bagi murid-muridNya itu justru memilih untuk membasuh kaki mereka. Padahal sebelumnya, Yesus baru saja mendapat sebuah penghormatan dari Maria yang mengurapi kaki-Nya dengan minyak narwastu. Mengapa Tuhan kita Yesus Kristus melakukan hal itu? Tidaklah lain supaya Ia dapat menunjukkan kasih-Nya yang sungguh-sungguh kepada murid-murid-Nya (ay.1-2), supaya Ia dapat memberi contoh sikap rendah hati, kerelaan untuk merendahkan diri (ay. 3-5), dan kesediaan untuk saling melayani seorang akan yang lain.
Pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus merupakan gambaran keseluruhan tugas-Nya di dunia. Yesus Kristus sebetulnya tahu bahwa Dia setara dengan Allah dan segala sesuatunya adalah milik Allah. Akan tetapi, Dia bangkit dari takhta-Nya yang penuh kemuliaan, menanggalkan jubah-Nya yang suci, lalu mengambil rupa sebagai seorang hamba. Yesus menunjukkan bahwa Ia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani, menumpahkan darah-Nya, memberikan nyawa-Nya dan membersihkan dosa-dosa kita.
Semakin nampak bahwa Yesus yang tidak berdosa, yang seharusnya ditinggikan dan dihormati sebagai Guru dan Tuhan justru hidup dengan begitu rendah hati dan sederhana. Ia dengan sungguh-sungguh memurnikan dan menyucikan jiwa para murid dengan membasuh kaki mereka satu per satu. Pembasuhan ini penting supaya para murid mendapat bagian di dalam-Nya. Artinya, mereka mendapat bagian dari segala hal yang sudah diperjuangkan oleh Yesus, salah satunya yaitu keselamatan.
Refleksi Untuk Pamong
Secara usia, pengalaman, ‘jabatan’ dan kedudukan, posisi kita sebagai seorang pamong pasti lebih tinggi dari pada anak-anak yang Tuhan titipkan untuk kita bimbing melalui persekutuan ini. Namun, bukan berarti ketika kita merasa lebih berpengalaman, lebih tua dan berdiri sebagai seorang “pamong” lalu melakukan tugas dan tanggung jawab dengan kehendak pribadi kita masing-masing. Menjadi seorang Pamong berarti momong, menjadi Guru bagi para murid. Namun, karena Tuhan yang memanggil dan memilih kita untuk menjadi seorang pamong, maka sudah seharusnya kita meneladani cara Yesus mengajar dan melayani murid-murid-Nya.
Tentu, sebagai seorang pamong kita harus mampu lebih dulu menghidupkan budaya lokal kita sebagai orang Kristen. Budaya lokal itu berupa sikap rendah hati, sikap mengasihi tanpa pandang bulu, rela untuk merendahkan diri dan bersedia untuk melayani siapa saja dengan sepenuh hati. Sehingga sebagai seorang pamong sekaligus Guru yang digugu lan ditiru kita pun mencerminkan sifat-sifat Kristus, dengan demikian cepat atau lambat kita bisa menjadi teladan bagi anak-anak kita.
Perihal kerendahan hati dan kerelaan merendahkan diri, ada satu contoh kongkret yang bisa kita lakukan kepada anak-anak yaitu perihal 3 Magic Words: Tolong, Maaf dan Terimakasih. Tidak sedikit di antara kita yang masih gengsi untuk mengucapkan kata “maaf” kepada anak-anak ketika kita salah. Kita justru mencari alasan-alasan atau cara lain untuk menyelamatkan reputasi kita, padahal sebetulnya ini berbahaya. Tidak ada salahnya mengucapkan maaf dan mengakui kesalahan kita di hadapan anak-anak. Mereka tidak akan menghakimi atau menganggap kita remeh, mereka justru akan meniru keberanian kita untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf. Bukankah tindakan ini jauh lebih baik? Yess! Melalui tindakan ini, sama saja kita sedang mengaplikasikan sekaligus mengajar mereka sikap rendah hati dan kerelaan untuk merendahkan diri.
Pendahuluan
- Ajak anak-anak untuk membaca Yohanes 3:1-11 secara bergantian!
- Sebelum masuk dalam perenungan Firman, ajak teman-teman remaja untuk bermain teka teki sederhana dengan persiapan sebagai berikut (Pamong mempersiapkan sendiri dari rumah) :
- Siapkan 5-7 lembar Kertas putih polos, bisa menggunakan kertas baru atau kertas bekas kalender (bagian belakangnya).
- Gambar garis-garis bawah sebagai tempat masing-masing huruf yang akan membentuk sebuah kata. Pamong menggambar garisnya saja, sesuai jumlah huruf dalam kata yang dipakai. Contoh: __ __ __ __ __ __ __ __, demikian ada 8 Garis, untuk 1 kata yang dengan jumlah huruf 8, misal kata tersebut adalah “Melayani”. 1 Lembar Kertas, hanya untuk 1 Kata.
- Tugas mereka nantinya adalah mengisi huruf-huruf yang kosong dengan cara menebak serta menyebutkan huruf secara acak satu per satu. Tugas Pamong menuliskan huruf yang cocok dan tertebak, di atas garis, sesuai dengan tempatnya.
- Kata-kata tersebut adalah budaya kita sebagai orang Kristen, di antaranya yaitu: Kerendahan Hati, Mengasihi, Melayani, Memaafkan, Mengampuni, Pembawa Damai dan Kesetiaan.
- Pamong bisa memberi clue dengan menulis satu huruf bantu.
Halo, Syalom teman-teman remaja yang baik! Bagaimana hari ini kabarnya? Kabar yang sesungguhnya loh ya… Ada yang sedih hari ini? Ada yang hatinya sedang tidak baik-baik saja? Atau sukacita semua? Apa pun keadaan kita hari ini, semoga Tuhan memampukan kita menerima Firman dan Sapaan-Nya ya…
Brainstorming/Permainan sederhana:
Teman-teman, sebelum merenungkan Firman Tuhan, Kakak mau ajak kalian bermain sebentar. Silahkan kalian memecahkan teka-teki atau kata apa yang ada di dalam kertas ini dengan cara menebak huruf-huruf yang akan membentuk kata tersebut!
Soal/Clue-nya adalah, “Sikap yang harus dilakukan oleh para pengikut Kristus atau orang-orang Kristen!”
Cerita
Nah… kita sudah menemukan beberapa kata kunci yang sebetulnya adalah budaya lokal/budaya asli kita sebagai pengikut Kristus, yang harus terus dan selalu kita lakukan. Hah, Budaya Asli? Kok bisa? Maksudnya gimana ya? Oke…
Jadi, teks tentang Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya itu adalah sebuah cerita tentang bagaimana seharusnya kita hidup sebagai pengikut Kristus. Saat Yesus menyadari bahwa sebentar lagi Ia harus pergi meninggalkan para murid untuk menyerahkan nyawa-Nya dan masuk dalam penderitaan salib, Yesus mengajak mereka melakukan perjamuan makan bersama-sama. Pada saat itu Yesus tiba-tiba sengaja mengambil air dalam wadah, merundukkan diri lalu membasuh kaki para murid satu per satu, kemudian menyekanya dengan kain lenan yang terikat pada pinggang-Nya.
Tindakan yang dilakukan oleh Yesus cukup membuat Simon Petrus heran dan kaget, karena seharusnya dialah yang membasuh kaki Guru dan Tuhannya itu. Seharusnya Yesus yang tidak berdosa itulah yang ditinggikan, dihormati dan dilayani oleh murid-murid-Nya. Namun mengapa Yesus melakuakan hal itu?
- Yesus tahu bahwa Ia datang ke dunia bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani.
- Yesus ingin menunjukkan kasih-Nya yang sungguh-sungguh kepada murid-murid-Nya (ayat 1-2)
- Yesus ingin memberi contoh sikap rendah hati, kerelaan untuk merendahkan diri (ayat 3-5), dan kesediaan untuk saling melayani seorang akan yang lain.
Tuhan kita Yesus Kristus sebetulnya tahu bahwa Diri-Nya itu setara dengan Allah. Akan tetapi, Dia bangkit dari takhta-Nya yang penuh kemuliaan itu, menanggalkan jubah-Nya yang suci, lalu mengambil rupa sebagai seorang hamba bagi murid-muridNya. Inilah kehormatan dan kasih sejati yang Yesus teladankan, Ia yang tidak berdosa, yang seharusnya ditinggikan dan dihormati sebagai Guru dan Tuhan justru hidup dengan begitu rendah hati, rela merendahkan diri dan melayani.
Tuhan Yesus melakukan hal tersebut tentu dengan tujuan supaya kita juga melakukannya. Seharusnya, sikap kita bisa mencerminkan sikap Kristus yang lebih suka melayani dari pada dilayani. Meskipun suatu saat Tuhan memberikan kita rejeki yang berlimpah, prestasi, famous atau dikenal banyak orang, punya keluarga yang lengkap dan bahagia, punya barang-barang branded, atau mungkin kelak ketika kita sudah besar dan menjadi seorang yang sukses, budaya asli kita sebagai pengikut Kristus bukanlah menjadi tinggi hati karena semua yang kita miliki di dunia ini atau bahkan menindas orang lain. Budaya asli kita yaitu menjadi rendah hati, rela merendahkan diri demi kebaikan bersama, dan yang terpenting melayani siapa pun termasuk orang-orang miskin yang terpinggirkan, orang-orang sakit, kaum marginal atau mereka yang diabaikan secara sosial – sekuat dan semampu kita.
Aktivitas
- Bagi teman-teman remaja menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4 orang.
- Minta setiap kelompok untuk menuliskan budaya/sikap/kebiasaan yang menindas hak atau kebahagiaan orang lain (yang pernah mereka temui atau pernah terjadi di sekitar mereka) dan juga budaya/sikap/kebiasaan yang mendorong perilaku saling melayani sebanyak-banyaknya.
- Beri kesempatan untuk setiap kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan mereka masing-masing.