Kematian Yesus Mengobarkan Semangat Tuntunan Ibadah Jumat Agung Untuk Remaja 18 April 2025

31 March 2025

Tahun Gerejawi: Jumat Agung
Tema: Kematian Yesus Penggenapan dan Penebusan

Bacaan: Yohanes 19: 31-42
Ayat Hafalan: “…Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya…” (Efesus 1:7)

Lagu Tema: KJ 183 Menjulang Nyata Atas Bukit Kala

Tujuan

  1. Remaja menjelaskan keunikan cerita kematian sampai pemakaman Yesus dari teks Injil Yohanes
  2. Remaja menerapkankan tindakan baik dan kepeduliaan dalam segala keadaan

Penjelasan Teks (Hanya untuk Pamong)
Teks Yohanes 19:31-42 secara ringkas menggambarkan peristiwa setelah penyaliban Yesus menjelang hari Sabat. Narasi dimulai dengan orang-orang Yahudi yang meminta kepada Pilatus untuk mematahkan kaki orang yang disalib agar mayat-mayat tidak tinggal di salib pada hari Sabat yang di dalam tradisi Yahudi. Sabat dihayati sebagai hari suci. Nuansa kepatuhan orang Yahudi sangat nampak terhadap hukum agama yang dihidupi dalam kehidupan mereka.

Selanjutnya, ketika prajurit datang mereka mematahkan kaki penjahat lain, tetapi tidak melakukan hal yang sama kepada Yesus karena Ia sudah mati. Ketika seorang prajurit menikam lambung-Nya, darah dan air mengalir yang menggambarkan kematian-Nya benar-benar terjadi. Bagian ini menyiratkan sebuah pesan bahwa Yesus benar-benar telah memberikan hidup-Nya sampai kematian yang dialami bukti cintaNya akan dunia. Orang yang melihat kejadian ini memberikan kesaksian yang benar. Penting untuk dicatat bahwa kesaksian ini menekankan keaslian kematian Yesus. Penulis menyebutkan bahwa semua ini terjadi untuk menggenapi nubuat dalam Kitab Suci yang menunjukkan bahwa kematian Yesus bukanlah kecelakaan, melainkan bagian dari rencana Allah. “Tidak ada tulang-Nya yang akan dipatahkan” dan “mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam.”(bdk. Kel. 12:46 dan Zak.12:10)

Yusuf dari Arimatea adalah bagian dari orang yang mengagumi Yesus dengan sembunyi-sembunyi (perasaan takut) meminta izin kepada Pilatus untuk mengambil tubuh-Nya untuk dimakamkan secara layak. Tindakan ini dapat dikatakan sebagai keberanian yang muncul dari Yusuf dari Arimatea karena di tengah ketakutan ia masih bersedia untuk mengambil risiko dalam rangka mengakui iman mereka kepada Yesus. Di sisi lain, Nikodemus yang sebelumnya menemui Yesus pada malam hari, juga muncul dalam narasi teks ini dengan membawa rempah-rempah yang banyak untuk menguburkan tubuh-Nya. Proses penguburan ini mengikuti tradisi Yahudi dan menunjukkan rasa hormat yang dalam terhadap Yesus.

Peran dari Yusuf Arimatea dan Nikodemus ini patut untuk mendapatkan sorotan karena keduanya bukan orang yang setiap hari ada bersama dengan Yesus, namun dalam situasi yang demikian masih berupaya untuk terus mendekatkan diri mereka kepada Yesus – tidak mudah, ada perasaan takut, muncul tekanan dalam diri namun mereka terus berupaya hadir. Sejenak mari dibayangkan, di mana posisi para murid saat itu yang setiap hari ada bersama dengan Yesus dan mengenal Yesus. Mereka memilih untuk menyingkir karena perasaan takut dan khawatir yang mereka alami. Selanjutnya, teks bercerita tentang penguburan Yesus yang ditempatkan pada kubur baru yang belum pernah dipakai – secara sederhana (nampaknya) penulis teks ingin menyuguhkan simbol kesucian dan keunikan dari peristiwa yang dialami oleh Yesus dalam kematianNya.

Secara sederhana dalam teks Yohanes 19:31-42 tidak hanya terbatas berisi tentang catatan detail peristiwa kematian dan penguburan Yesus, akan tetapi juga menekankan tentang aspek teologis yang yang dalam, bahwa kematian Yesus merupakan pemenuhan nubuat dan bagian dari rencana keselamatan Allah. Dan melalui tindakan Yusuf dan Nikodemus, muncul point keberanian untuk mengakui iman dalam segala keadaan, bahkan di tengah ketakutan dan tekanan sekalipun.

Refleksi Untuk Pamong
Dalam Yohanes 19:31-42, diceritakan tentang kematian-penebusan Yesus di kayu salib. Dalam kisah ini menarik untuk menyoroti apa yang dilakukan oleh Yusuf Arimatea dan Nikodemous. Mereka berperan besar dalam peristiwa ini dengan ketulusan hati yang muncul. Mereka mengesampingkan ketakutan dan mengambil tanggung jawab untuk merawat jenazah Yesus Sang Juruselamat.

Bagi kita sebagai pamong remaja, ada beberapa poin pelajaran yang bisa diambil dari bagian ini, pertama, Kasih yang Berani dan Tulus. Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus mengambil langkah berani saat mereka mengurus jenazah Yesus. Mereka tidak peduli dengan risiko yang mungkin akan mereka hadapi, entah ditolak oleh komunitas mereka atau dihukum oleh otoritas. Mereka tergerak oleh kasih dan penghormatan yang tulus kepada Yesus. Dalam penghayatan peran sebagai pamong, bersama juga dipanggil untuk menunjukkan kasih yang berani dan tulus kepada remaja-remaja yang kita dampingi – terkadang, tantangan atau situasi sulit bisa memunculkan rasa takut atau ragu, akan tetapi melalui kasih yang tulus akan ada semangat untuk terus memberikan yang terbaik bagi remaja-remaja.

Kedua, Rawat dengan Ketekunan dan Perhatian, Yusuf dan Nikodemus tidak hanya menunjukkan keberanian, melainkan juga perhatian yang detail saat mereka mengurus tubuh Yesus. Mereka mempersiapkan kain lenan yang terbaik dan rempah-rempah yang harum sebagai simbol penghormatan. Nah, sebagai pamong juga diajak dan dipanggil untuk merawat setiap remaja dengan ketekunan dan perhatian yang penuh. Setiap remaja memiliki kebutuhan unik, dan tentunya bagian itu membutuhkan kesabaran dalam merespons-merawat mereka – bukan hanya dalam hal pengajaran tetapi juga dalam membangun hubungan yang penuh kasih dan dukungan.

Ketiga, Komitmen Untuk Terus Melangkah, sering kali pelayanan yang dilakukan berjalan tidak hanya dalam situasi yang baik-baik saja. Seperti halnya Yusuf dan Nikodemus yang juga memberikan diri dalam situasi yang tidak nyaman, kehidupan pamong pun diajak dan dikuatkan untuk terus memiliki komitmen melangkah memberikan yang terbaik bagi remaja- memang, terkadang ada masa ketika merasa kewalahan, masalah keluarga, sekolah, atau pergaulan remaja-remaja tampak terlalu berat. Namun, dari teladan Yusuf dan Nikodemous, bersama belajar bahwa bahkan dalam kesulitan, ada panggilan untuk tetap setia dan berkomitmen.
Terakhir, Menjadi Saksi dalam Keheningan. Satu hal yang menarik dari kisah ini adalah bahwa Yusuf dan Nikodemus tidak bersaksi dengan kata-kata, tetapi melalui tindakan mereka. Mereka tidak berteriak keras tentang iman mereka, melainkan tindakan merawat tubuh Yesus menjadi kesaksian yang kuat tentang kasih dan hormat mereka kepada-Nya. Bagian ini menjadi perenungan tajam bagi setiap pamong, bahwa panggilan menjadi saksiNya bagi remaja-remaja tidak hanya melalui kata yang indah, namun terkadang tanpa makna – melainkan sebuah tindakan nyata yang penuh kasih, kesabaran, dan perhatian!

Pendahuluan
Ada seorang remaja Robi (bukan nama sebenarnya). Setiap kali ia melakukan sesuatu yang baik, entah membantu orang tua, mendapat nilai bagus di sekolah, atau pergi ibadah ke gereja, hal pertama yang dia lakukan adalah membuka ponselnya dan mengambil foto. Setelah itu, dia buru-buru mengunggah foto-foto tersebut ke Instagram dan membuat status di WhatsApp. Setiap kali ada orang yang memberi “like” atau mengomentari unggahannya, Robi merasa bahagia. Rasanya seperti semakin banyak “like” dan komentar, semakin berartilah apa yang dia lakukan.

Sampai satu ketika Robi bertemu dengan temannya, Andi, yang diam-diam selalu melakukan hal baik tanpa pernah memamerkannya. Andi tidak pernah membuat status di media sosial, tidak pernah mengunggah foto ketika membantu orang lain, tapi dia selalu terlihat tenang dan damai. Ketika Robi bertanya kenapa Andi tidak pernah membagikan hal-hal baik yang dia lakukan, Andi menjawab, “Aku melakukannya bukan untuk dilihat orang, tapi karena aku ingin membantu dan menyenangkan Tuhan. Aku tidak butuh pengakuan dari orang lain.” Robi merasa tertohok! Dia sadar selama ini, motivasinya dalam melakukan kebaikan lebih karena ingin mendapat pengakuan, bukan karena dia benar-benar tulus melakukannya. Dia mulai berpikir, apakah semua yang dia lakukan selama ini untuk orang lain atau hanya demi mendapatkan “like” dan pengakuan di media sosial?

Cerita ini menggambarkan betapa mudahnya remaja hari ini terjebak dalam pola pikir bahwa kebaikan hanya berarti jika diakui di media sosial. Padahal, seperti Yusuf dan Nikodemus yang melayani Yesus dengan tulus tanpa mencari pujian. Mereka tidak membutuhkan “like” atau pengakuan dari orang lain karena kebaikan sejati tidak butuh sorotan kamera, melainkan ketulusan hati.

Cerita
Shalom teman-teman remaja yang dikasihi Tuhan …
Dalam peribadahan saat ini, bersama diperjumpakan dengan satu kisah yang ditulis di dalam Injil Yohanes 19:31-42. Teks ini bercerita tentang kematian dan bagaimana Yesus dimakamkan setelah disalibkan. Hal yang menarik dari Yohanes 19:31-42 adalah munculnya dua tokoh yang mungkin jarang didengar dalam teks Alkitab, yaitu Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus. Mereka berdua tentunya kalah terkenal dari Petrus, Yohanes, dan murid-murid Yesus lainnya, akan tetapi meskipun keduanya tidak selalu tampak di garis depan selama pelayanan Yesus, tindakan mereka dalam peristiwa ini memberi pelajaran yang berharga dalam bersama memaknai peristiwa jumat agung.

Yusuf dari Arimatea adalah seorang yang sangat berpengaruh dan kaya. Dia menjadi pengikut Yesus secara diam-diam dan ketika Yesus wafat, dia memberanikan diri untuk meminta izin kepada Pilatus agar bisa menguburkan tubuh Yesus. Ternyata bukan hanya Yusuf dari Arimatea, tetapi juga Nikodemus, yang sebelumnya datang kepada Yesus di malam hari karena takut juga muncul untuk membantu membawa minyak dan rempah-rempah yang sangat mahal, seperti yang biasa dilakukan untuk pemakaman orang terhormat. Kedua sosok ini menunjukkan keberanian yang besar untuk berdiri bagi Yesus, bahkan ketika risiko dan konsekuensi bisa saja mereka terima – mereka memilih untuk tidak tinggal diam meskipun tahu bahwa tindakan mereka mungkin akan mendapat kecaman atau bahaya dari masyarakat sekitar.

Sebagai remaja, (mungkin) pernah mengalami tekanan untuk menyembunyikan iman atau mengikuti arus pergaulan yang jauh dari ajaran Yesus! Tindakan Yusuf dan Nikodemus mengajarkan dan mengingatkan kembali agar terus memiliki keberanian menyatakan cinta kepada Yesus apapun resiko dan konsekuensi yang akan dihadapi – cinta Yesus adalah segalanya dalam kehidupan. Satu hal lagi yang menarik dari kisah ini adalah bahwa Yusuf dan Nikodemus tidak melakukan semua ini untuk mencari pujian atau pengakuan dari orang lain. Mereka melakukannya dengan tulus untuk Yesus. Yusuf tidak memamerkan makamnya, dan Nikodemus tidak membanggakan sumbangannya. Mereka hanya ingin memberikan yang terbaik bagi Tuhan.

Nah, dalam dunia hari-hari ini, jebakan keinginan untuk mendapat pengakuan dari lingkungan maupun media sosial menjadi hal yang menantang untuk menjadikan remaja kehilangan makna dari apa yang dilakukan – karena orientasi utamanya adalah pengakuan. Yusuf dan Nikodemus memberikan pengajaran bahwa tindakan yang tulus dan penuh kasih kepada Tuhan lebih berharga daripada sekadar popularitas dan pengakuan.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak