Bacaan Alkitab : Matius 27: 32-56
Tahun Gerejawi : JUMAT AGUNG
Tema : JUMAT AGUNG
Ayat Hafalan : “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15: 13)
Lagu Tema :
- Kidung Ria 102 “Dia Mati Buat Gantiku”
- Kidung Ria 106 “Ingat Yesus di Golgota”
Tujuan :
- Remaja dapat menyebutkan tujuan dari kematian Yesus
- Remaja dapat meneladani pengorbanan Yesus dalam kehidupan sehari-hari.
Penjelasan Teks :
Cerita penyaliban dimulai ketika Simon Kirene, seorang Yahudi dari Afrika Utara, dipaksa memikul salib Yesus (ayat 32). Golgota (ayat 33) adalah sebuah bukit di luar kota Yerusalem pada waktu itu. Setelah salib Yesus dibawa oleh Simon ke bukit tengkorak dan disana Yesus disalib, mereka membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang undi. Di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum “Inilah Yesus Raja orang Yahudi”. Kira-kira pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara lantang: “Eli, Eli lama sabakhtani?” lalu menyerahkan nyawa-Nya dan mati. Tuhan Yesus rela menderita, dianiaya dan bahkan mati demi penebusan dosa-dosa kita.
Kisah kematian ini mendukakan, tetapi disisi lain adalah bentuk penggenapan dari kisah dalam Mazmur, seperti pemberian anggur dicampur empedu yang memenuhi Mazmur 69: 22, pembagian pakaian Yesus (Mazmur 22: 19). Tiga kelompok menghina Yesus (38-44), orang yang lewat (39-40), para imam kepala, tua-tua Yahudi dan ahli kitab (41-43) dan penjahat yang disalibkan bersama Yesus (44). Tanpa sadar mereka memenuhi Mazmur 22 : 8-9.
Pendahuluan
- Ajak Remaja membaca Matius 27: 32-56!
- Minta Remaja menyampaikan perasaan mereka ketika membaca bacaan hari ini!
Cerita
Bagaimana perasaan kalian ketika membaca bagian Kitab Suci yang menjadi bacaan kita pada hari ini ? Perasaan tentu bercampur aduk bukan, antara sedih dan marah. Sedih karena membaca kisah memilukan tentang kematian Yesus Kristus. Marah, kepada orang-orang yang memfitnah, menyiksa dan menyalibkan Yesus. Perasaan ini bercampur aduk menjadi satu bukan ? Jika kita hanya berhenti pada rasa sedih maka kita akan merayakan kematian-Nya dan memuja kematian-Nya dipenuhi amarah kepada yang memperlakukan Yesus dengan cara demikian. Tetapi kisah ini tidak berhenti disini. Kisah selanjutnya menunjukkan penggenapan dari kisah kematian Tuhan Yesus.
Kematian Tuhan Yesus tidak lagi menjadi sia-sia. Kematian ini bermakna besar bagi kehidupan manusia di dunia. Pengorbanan-Nya begitu dalam, setia sampai mati, berpihak kepada kita orang yang berdosa. Kesetiaan dan ketidakcacatan Yesus sampai mati, membuat kita semakin tahu bahwa Yesus benar-benar luar biasa, tidak ada pihak yang bisa mendakwa Dia sebagai yang bersalah. Pembelaan yang Yesus berikan bagi kita harus dibayar mahal dengan nyawanya sendiri, supaya dakwaan jangan pula ditimpakan kepada kita. Cinta-Nya kepada kita lebih besar, daripada cinta-Nya pada diri-Nya sendiri. Ia mati demi kita.
Perhatikan kisah nyata berikut:
Dalam sebuah buku berjudul The End All Wars, Ernest Gordon menceritakan kisah nyata sekelompok tahanan selama Perang Dunia II.
Seperti biasa ketika hari sudah selesai, alat-alat yang digunakan bekerja sedang dihitung. Ketika para tahanan akan dibubarkan, seorang tentara Jepang berseru bahwa ada sebuah sekop yang hilang. Ia bersikeras seseorang tahanan mencuri untuk menjualnya ke orang Thailand. Segera ia berteriak memaksa pelaku untuk mengakui dan maju ke depan. Jika tidak ada yang maju, maka semua tahanan akan ditembak.
Tentara itu berteriak “Semua mati, semua mati!” ketika melihat tidak seorangpun dari tahanan mengakuinya. Dan ia menunjukkan keseriusannya. Ia mulai mengangkat senapannya dan mengacungkannya kepada orang pertama. Ia siap menembak. TIba-tiba Argyll (julukan untuk tentara Scotlandia) maju ke depan dan mengatakan “Saya pelakunya”.
Segera ia dipukuli menggunakan senapan bahkan ketika tampaknya tidak bergerak lagi, ia masih saja ditendang. Setelah tentara Jepang itu lelah melampiaskan kebenciannya, ia berhenti. Para pekerja mengangkat mayat rekan mereka dan ketika peralatan dihitung sekali lagi, tidak ada sekop yang hilang.
Tentara itu telah salah menghitung dan Sang prajurit muda yang maju ke depan tidak mencuri sekop. Demi cinta, Ia memberikan nyawa untuk teman-temannya.
Sebagai remaja tentunya ada banyak tantangan dalam pelayanan kita yang mungkin menggoda kita untuk mundur dari pelayanan ketika menghadapi kesulitan. Jika hal itu terjadi maka kita perlu belajar dari Yesus yang karena cinta-Nya pada kita Ia rela mati dan menderita. Ketika memutuskan untuk menjadi pelayan, apakah yang mendorong kita? Biar ada kegiatan? Biar nampak saleh? Atau karena cinta dan peduli kepada teman-teman dan cinta akan Tuhan?
Belajar dari Yesus Kristus, mari belajar mengosongkan diri (memotivasi hidup bagi kemuliaan Tuhan dan bukan semata-mata kepentingan kita) untuk menjadi panggilan kita. Belajar menjadi lebih baik jika ada yang mengkritik pelayanan kita bahkan siap untuk tidak dihargai pekerjaan kita.
Mari terus berpelayanan sambil memberi diri. Tidak ringan ya? Tapi pasti juga tidak berat. Sebab tergantung motivasi apa yang kita miliki. Sebab ketika kita melakukan dengan cinta, maka cinta akan menjadi penggerak dan motivator, bahkan ketika kita berhadapan dengan tantangan.
Aktivitas: Melanjutkan mengisi lembar aktifitas pekan suci