Terselamatkan = Melayani dengan Sepenuh Hati Khotbah Natal 25 Desember 2020

10 December 2020

Hari Natal
Stola Putih

Bacaan 1  : Yesaya 52 : 7 – 10
Bacaan 2  :
Ibrani 1 : 1 – 4 , 5 – 12
Bacaan 3  :
Yohanes 1 : 1 – 14

Tema Liturgis : Oleh Kasih Karunia, Allah Menyelamatkan Manusia
Tema Khotbah :
Terselamatkan = Melayani dengan Sepenuh Hati

Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)

Yesaya 52 : 7 – 10
Yesaya 40 – 55 berasal dari masa pembuangan orang-orang Yehuda di Babel, kiranya penting identifikasi itu. Ialah bahwa penyelamatan Allah tertuju khusus bagi umat dari Yehuda. Merekalah sisa-sisa umat yang paling setia, yang hidup di Tanah Perjanjian. Mereka, yang tersisa pun terkalahkan juga akhirnya. Mereka terbuang, terjajah, terusir dari Tanah Perjanjian. Dengan demikian, Tanah Perjanjian tidak berfungsi lagi bagi mereka sebagai negeri idaman yang berlimpah pangan, air, dan madu serta susu bagi mereka. Sebab, bagi mereka yang dipaksa meninggalkan Yehuda, mereka terbuang dari negeri sendiri. Kejatuhannya sangat berdampak mendalam secara sosial, dalam pergaulan internasionalnya. Proses penyelamatannya berlangsung bertahap. Sasaran penyelamatan pada tahap awal adalah ibukota negaranya (bdk. Yesaya 52:9).

Ibukota diselamatkan ialah Sion, pusat seluruh negeri perjanjian dibebaskan. Memang, pembebasan itu merupakan kabar baik. Tentu saja. Tapi, belum meliputi seluruh negeri. Pembebasan bertahap-tahap. Tahap awal hanyalah kawasan ibukota. Itulah tahapannya. Itulah kenyataannya. Tidak segalanya diterima sekaligus. Dengan demikian, orang belajar juga perihal hidup berproses. Sukses juga berproses. Umat Tuhan mulai berkenalan dengan tema khusus, yakni tema pengharapan. Salah satu aspeknya adalah belajar menerima dan menjalani tahap-tahap penyelamatan itu.

Bagaikan sedang memasuki kelas pembelajaran yang baru. Keterpilihan umat TUHAN bertolak dari keberadaan umat yang sedang dalam kondisi menyedihkan, memprihatinkan. Tahapan riil sejarah mereka pun bertahap-tahap. Dari ‘Umat Terpilih’ menjadi ‘Umat Terserak’. Lalu, mereka terseleksi juga. Bertahap-tahap. Kondisi itu diproses oleh TUHAN. Bukan serba bermujizat, sekali jadi. Sangat besar, tidaklah demikian. Suatu ketika, keterpilihan mereka justru bertolak dari posisi terpuruknya. Mereka sedang dibentuk terus-menerus oleh TUHAN. Mereka belajar lagi, bagaikan sedang memasuki kelas pembelajaran yang baru.

Titik tolaknya baru ialah bahwa mereka berstatus sebagai Hamba TUHAN yang menderita. ‘Hamba TUHAN’ mengisyaratkan kerendahan. Ditambah ‘Menderita’, lebih buruk lagi: benar-benar tanpa semarak duniawi. Sekiranya ‘keindahan’ tertampilkan, keindahan itu berupa ‘perdamaian’ (Yesaya 52:7). ‘Kabar baik’ pun, hal yang menggembirakan – karena dihibur oleh Sang Raja, penghiburan itu bernuansa ‘kekudusan’ (bdk. Yesaya 52:7, 9, 10a). Jauh dari kesan kehebatan dan kemewahan. Kisah tentang Hamba TUHAN yang menderita tersurat: ‘… begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi …’ (bdk. Yesaya 52:14)

Ibrani 1 : 1 – 4, 5 – 12
Zaman baru, yang lama berlalu, kenyataannya, begitulah. Apapun suasananya. Hal mutakhir yang penting, versi bacaan ke-2, dari Surat Ibrani, adalah kenyataan puncak. Berita atau kabar baik berpuncak pada Anak Allah. Tahap sebelumnya, era yang lalu, kabar baik disampaikan oleh nabi-nabi Tuhan dan para malaekat-Nya (Ibrani 1:1,4). Berikut, pada babak mutakhir, didatangkan Sang Anak ‘di tahta Allah’ (Ibrani 1:8). Dialah peletak dasar bumi (Ibrani 1:10). Begitu luhur dan mulia, Dialah. Malaekat pun memuji-muji Dia (Ibrani 1:8).

Karenanya, sejalan dengan itu, sikap orang percaya hendaklah meluhurkan Yesus Kristus, Anak Allah. Bahwa nabi-nabi besar telah hadir, itu benar. Para nabi besar dan nabi kecil telah berperan sesuai kapasitasnya. Merekalah pemberita kabar baik berasal dari Allah. Kabar baik itu ditujukan kepada para bapa lelulur, para kakek moyang (Ibrani 1:1). Namun, peran penting para nabi dan para bapa leluhur masih dituntut lebih lagi. Sudah hebat, masih harus diperhebat lagi. Harus dihantarnya ke hadirat Dia yang lebih mulia. Dia adalah Yesus Kristus. Dari lembah menuju puncak. Dari puncak menuju puncak berikutnya. Dan terakhir dihaturkan kepada Puncak segala Puncak: Yesus Kristus. “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi,” (Ibrani 1:3)

Sekiranya dalam salah satu tahap sejarah perjalananmu harus dijalani dengan bersedih, berjuang, berlelah, tetap tabahlah menderita. Tanggunglah berbagai tekanan dan penganiayaan. Sekiranya penderitaan sedang dialami, maka para orang percaya boleh yakin, bahwa kondisi penderitaannya melayakkan mereka untuk berdiri setara dengan para pahlawan iman sepanjang sejarah orang beriman. Mereka menjadi satu barisan panjang dari para pahlawan iman sepanjang sejarah (Bdk. Ibrani 11:1-40). Rangkaian orang beriman memanjang terus. Kemuliaan Anak Allah menjadikan setiap orang beriman menjadi bagian dari para saksi iman yang setia dan tabah.

Yohanes 1 : 1 – 14
Injil Yohanes 1:1-14 adalah bagian preambule Injil Yohanes. Hampir seluruh gagasan terpenting dari seluruh kisah tentang Yesus Kristus di dalam Injil Yohanes telah dirangkumkan oleh penulis Injil Yohanes di dalam preambule-nya, Yohanes 1:1-14. Secara ringkas, preambule itu adalah demikian.

Sang Firman, Sang Sabda, atau Sang Kalam menciptakan, mengadakan, atau menyelenggarakan segala sesuatu (Yohanes 1:1-3). Dunia ciptaan diciptakan-Nya bertolak dari zero. Satu kata, sekali saja bersabda, maka kehendak-Nya mewujud seketika, serta merta. Dia berkuasa tiada taranya, tiada duanya. Tanpa batas ruang dan waktu. Kekal. Tiada yang mustahil bagi-Nya.

Pada saat yang ditentukan-Nya, Dia menyejarah (Yohanes 1:12), membatasi diri-Nya. Berada di dalam ruang dan waktu. Berproses. Bertahap-tahap menjadi sesuatu yang berbeda, alias tidak mutlak, relatif. Bisa dibantah. Bisa dilawan. Bisa dikalahkan.

Allah sekaligus manusia. Hal itu semakin terkesan tidak masuk akal, mungkin. Tapi di dalam Dia termuat dan terangkum segala seluk-beluk dunia ciptaan, yang bisa disebut bahwa DIAlah pembuka dan penutup serta seluruh isi di dalamnya, lengkap, sempurna, paripurna. Tidak satu pun yang telah jadi yang tidak dijadikan-Nya.

Manusia dan seluruh dunia ciptaan-Nya mendapat perkenan-Nya. Direngkuh-Nya. Dimuliakan olehNya. Dialah yang memperkenankan setiap orang percaya disebut ‘Anak-Anak Allah’ (Yohanes 1:12). Karunia terbesar sedang digelar. Panggilan dan predikat sebagai Anak-Anak Allah itulah predikat yang luar biasa istimewa. Puncak proses terhebat bagi manusia adalah dilantik sebagai Anak-Anak Allah. Betapa hebatnya: serba “A”. Dari A menuju A berikutnya.

Benang Merah Tiga Bacaan
Kabar “baik”, demikianlah istilah di dalam Yesaya 52:7, dari ketiga bacaan di atas, adalah demikian. Pertama, bangsa yang sedang diperbarui, diproses, dibentuk, dan digembleng dipembuangan [Babel] oleh TUHAN, berkesempatan bernafas lega (bandingkan ungkapan khusus yang serba positif di dalam Yesaya 52:9, bahwa umat TUHAN “bergembira, bersorak-sorai”), tidak harus merasa panik karena datangnya tantangan bernuansa ancaman sekalipun. Sebagai umat pilihan TUHAN, mereka diproses-dibentuk-disempurnakan oleh TUHAN. Mereka “bersama-sama” berkesempatan merayakan hidupnya. Kondisi sulitnya pun, di negeri pembuangan, dijalaninya dengan penghayatan positif (bdk. Yesaya 52:10), bahwa umat Tuhan sedang diselamatkan di depan semua bangsa (Yesaya 52:10; bdk. Yesaya 52:11-12).

Kedua, dengan proses khusus, TUHAN sedang mempercayakan kepada mereka sebuah predikat yang sangat khas, yakni kesanggupan untuk menjadi anak-anak-Nya (Yohanes 1:12c). Demikianlah, umat TUHAN sedang dituntun memasuki tahap yang baru (bdk. Yohanes 1:4,5), yakni hidup yang memperlihatkan “kemuliaan-Nya” (Yohanes 1:14). Melalui pelayanan yang dipersembahkan khusus bagi-TUHAN, oleh para pelayan khusus pula, yaitu mereka yang disebut para malaekat kudus-Nya (Ibrani 1:7, 8), para pribadi itu sedang meluhurkan TUHAN.

 

Rancangan Khotbah : Bahasa Indonesia
(Ini hanya sebuah rancangan, silahkan dikembangkan sesuai konteks Jemaat)

Pendahuluan
Bangsa Indonesia menyebut dirinya sebagai bangsa pejuang. Mungkin kita, setiap pribadi, setiap kelompok juga tidak berkeberatan disebut sebagai pribadi pejuang. ‘Hanya Pejuang’. Di dalam istilah ‘pejuang’ itu berarti kita belum paripurna. Persisnya: kita sedang berproses. Kadang-kadang terasa berat. Bisa jadi. Tetapi anggaplah hal yang terberat seperti apapun merupakan tahap khusus bagi kita. Tidak ada proses yang sia-sia. Inilah proses pembentukan pribadi. Tujuan utama adalah menghaturkan segalanya kepada DIA yang bertahta di tahta kemuliaan yang kekal dan kudus. Sampai pada tahap sempurna itu, kita disebut sebagai ‘Anak-Anak Allah’. Atau sebutan lain pun bolehlah: ‘para pelayan Allah, para malaekat Allah’.

Sebagai ilustrasi: Pada bulan Maret 2020, cuaca yang ada di sekitar kita adalah cuaca ‘dingin’. Lebih mirip dengan cuaca bulan Desember dan Januari pada zaman kuno. (Desember = gedhe-gedhene sumber, hujan hampir setiap hari, itu menyebabkan sumber air tanah melimpah. Adapun Januari = hujan sehari-hari.) Pada cuaca serba kedinginan seperti itu, kita diperhadapkan pada wabah Covid 19 atau disebut Corona. Sebangsa flu dan radang tenggorokan yang menyerang manusia. Karena wabah itu berkembang mula-mula dari daratan China, alias berada di Asia, maka jelaslah bahwa Asia bukanlah Amerika yang terkenal sebagai negara maju. Asia juga bukanlah Eropa yang telah terkenal sebagai negara maju juga, malah lebih dahulu sebagai negara maju; kakek moyang bangsa Amerika pun berasal dari Eropa. Ringkasnya, Asia adalah Asia. Bahwa kawasan Asia terkesan ngotot mengejar ketertinggalannya dalam memajukan peradaban, benar adanya. Bahwa Indonesia adalah bagian dari Asia, juga benar adanya. Karena sesama Asia, maka bentuk keprihatinan yang dibangun oleh Indonesia kepada masyarakat terkena wabah corona di daratan China tetap diupayakan sebijak-mungkin. Berjuang dengan serius. Tapi pemimpin bangsa Indonesia hendak menegaskan terus-menerus, bahwa kita sebagai bangsa berupaya melakukan upaya yang terbaik dengan serius, tetapi tidak harus dibesar-besarkan, sampai kita sendiri merasa begitu cemas. Janganlah demikian. Tidak selayaknya kita saling mencemaskan dengan memberi atau membagikan berita begitu rupa, sehingga terkesan sangat heboh dan mencekam. Perasaan mencekam secara bersama-sama tidaklah baik bagi kita.

Ditegaskan oleh Bapak Presiden, bahwa 94 persen lebih dari penderitanya dapat disembuhkan. [Adapun] Musuh terbesar kita saat ini bukanlah virus korona itu sendiri, tapi rasa cemas, rasa panik, dan ketakutan, dan berita-berita hoax, serta rumor. Kita sebenarnya harus yakin dengan fakta, informasi, solidarias bersama, dan gotong royong.” cf. Joko Widodo Akun Twitter resmi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo #MenujuIndonesiaMaju].

Penting digarisbawahi oleh kita, dengan demikian, bahwa kita mestilah tetap dan terus-menerus berjuang. Berbuat yang terbaik. Berbuat yang tercantik. Kemanusiaan bermasalah, bisa jadi. Tetapi respon kita mestilah tetap respon yang proporsional. Masalah kemanusiaan hendaklah secara proporsional kita tempatkan pada ranah kemanusiaan. Walaupun kita tidak terlepas dari ranah politik, namun kemanusiaan adalah kemanusiaan. Tak perlu dibalut dengan nuansa politik. Urusan dan masalah kemanusiaan adalah panggilan nurani paling murni. Harap bijak, kita. Janganlah segala persoalan dibawa dan dibalut dengan motif kepentingan dan kekuasaan. Kurang-lebih, pesan seperti itulah yang hendak digarisbawahi oleh kita sebagai bangsa pejuang dalam merespon secara serius dan proporsional terhadap persoalan yang sedang dihadapi oleh kita semua.

Isi
Bagaimana pun upayakanlah sesuatu yang positif. Itulah salah satu ciri khas dari predikat kita sebagai orang-orang kudus, pelayan/malaekat Allah, dan bahkan sebagai Anak-Anak Allah.

Sekiranya proses penggemblengan masih sedang berlangsung pada kita, marilah hal itu kita amin-i sebagai proses pembentukan pribadi yang berlangsung secara istimewa. Artinya, seorang anak didisiplin begitu khusus, sehingga prestasi puncaknya tidak mencemarkan Sang Bapa, melainkan justru memuliakan-Nya.

Dalam posisi sebagai orang buangan pun, sedang tinggal di negeri ‘pembuangan’ pun kita tetap konsisten mengupayakan apa saja yang positif, atau secara teknis disebut ‘kesejahteraan’ di dalam Yeremia 29:7. [Yeremia 29 sezaman dengan Deutero-Yesaya] Proses penggemblengan berlangsung. Tapi sementara digembleng, orang percaya tidak menempatkan dirinya sebagai objek bulan-bulanan. Mentalitas umat TUHAN adalah mentalitas Anak-Anak Allah. Pada posisi dan status sebagai Anak-Anak Allah, bisa saja kita harus berjuang keras. Perjuangan kerasnya berupa bekerja sedemikian rupa, sehingga kehadirannya mendatangkan kesejahteraan. Walaupun kesejahteraan itu tidak dapat dimilikinya sendiri, namun perjuangan demi kesejahteraan itu diperjuangkan dengan segenap hati, akal budi, dan segenap kekuatan. Sikap positif merupakan ciri khas kehidupan umat TUHAN.

Demikianlah perjuangan umat TUHAN. Kendati negeri yang ditempatinya untuk hidup bukanlah sepenuhnya miliknya, namun perjuangannya tidak berkurang giatnya, tidak berkurang hebatnya. Lakukanlah segala sesuatu sebagaimana diperuntukkan bagi TUHAN. Karena TUHAN memanggil umat-Nya dan menempatkannya, di mana pun, dalam posisi apapun, dalam keadaan apapun, maka umat-Nya melayani-Nya dengan sebaik-baiknya. Segalanya dikerjakan bagi kemuliaan-Nya.

Pendisiplinan berproses khusus. Umat TUHAN bukanlah sembarang pelayan. Walaupun umat TUHAN bergiat melayani-NYA, layaknya para malaekat sedang melayani Sang Mahakudus, namun mentalitas pelayanan yang bersungguh-sungguh itu mencerminkan mentalitas seorang Anak-Anak Allah. Mungkin saja seseorang berperan sebagai pelayan. Tapi kesungguhan hati menerima tugas dan berjuang menyukseskannya adalah bukti-mutu yang dimiliki oleh seorang Anak-Anak Allah. Sebab dia melakukannya bukan semata-mata tertuju bagi kesejahteraan. Lebih mulia dari kesejahteraan, yakni kemuliaan TUHAN. Bakti-nya ditujukan kepada TUHAN.

Pelayanan hebat bagaikan malaekat sedang mempersembahkan persembahan kudus bagi TUHAN. Kalau hal itu terkesan telah sangat hebat, itulah puncak terhebat seorang malaekat TUHAN. Namun, kehebatan itu, puncak prestasi itu, barulah puncak pertamanya. Selebihnya, puncak prestasi berikut adalah prestasi yang lebih hebat lagi, yakni prestasi yang dipersembahkan bagi Sang Mahakudus. Anak-Anak Allah mempersembahkan segalanya yang ada padanya bagi Bapanya. Istilah lainnya: memuliakan Dia.

Penutup
Marilah kita berkarya sebaik-baiknya, secantik-cantiknya dalam berstrategi, sehingga proses pembentukan atau penggemblengan terberat pun dapat kita lalui dengan baik. Kita upayakan setulus-tulusnya batin kita. Kita berjuang sehebat-habatnya. Segalanya kita persembahkan kepada-Nya. Segalanya adalah tanda syukur dan bakti kita kepada Bapa. (Swg).

Nyanyian : KJ. 260 Dalam Dunia Penuh Kerusuhan

 Rancangan Khotbah: Basa Jawi

Pambuka
Bangsa Indonesia limrah kasebat minangka bangsa pejuang. Saged ugi, kita, saben pribadi utawi saben kelompok, legawa ing manah sinebat ‘pribadi pejuang.’ Pantang mundur. Pantang menyerah. Ngantos kadumugen ing sedya. Kasembadan ing panjangka. Lah, punika sipatipun pejuang. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung. Berproses terus. Menyempurnakan diri terus-menerus. Makaten punika sipatipun pejuang.

Isi
Dikadosa pundi, sumangga kita mbudidaya murih samudaya-samukawis saged dadosa sae-prayogi. Pambudidaya makaten punika minangka satunggaling titikan tumrap predikat utawi sebutan kita minangka para suci, minangka palados kagunganipun Allah/malaekating Pangeran, dalah minangka Para Putranipun Allah.

Saupami/sanadyan kita samangke saweg ngalami proses penggemblengan, sumangga proses penggemblengan punika kita amin-i minangka proses penggemblengan ingkang saweg kalampahan dhateng kita, sacara mirunggan. Wosipun, ujer kita punika sinebat ‘putra’ pramila kita kagulawenthah kanthi mirunggan, murih prestasi puncak-ipun boten malah ngucem-ngucemaken Sang Rama, nanging malah kepara angluhuraken Panjenenganipun.

Minangka wong buangan, saweg manggen ing nagari ngamanca, ing nagri pangawulan ing ‘Babel’, kita ditansah ajeg mbudidaya punapa kemawon bab-bab ingkang positif, ingkang sacara teknis kawastanan mbudidaya karahayon, kesejahteraan, kados ingkang kaserat ing Yeremia 29:7 [Yeremia 29 punika sinerat ing Pangawulan ing Babel, sezaman kaliyan Yesaya 52]. Proses penggemblengan saweg kalampahan. Sanadyan makaten para tiyang pitados boten mapanaken gesangipun minangka objek bulan-bulanan (dados pangewan-ewan), ananging, sanadyan saweg kagembleng, para tiyang pitados tansah ngrasuk mental minangka para putranipun Allah. Ing kalenggahan punika, saged ugi kedah berjuang klayan ngetog karosan. Ajeg makaten. Dados, sikap positif punika minangka identitas dalah ciri khas-ipun para umat kagunganipun Gusti Allah.

Makaten wujuding lampah berjuang menggah umat kagunganipun Gusti. Sanadyan nagari ingkang dipun ngengeri punika sasnes gadhahanipun pribadi, nanging boten kirang gregetipun angabdi. Persis-ipun angabdi dhateng Gusti Allah. Karana sadaya prakawis katindakaken minangka pisungsung kagem Gusti Allah. Karana Gusti Allah nimbali, pramila para umat kagunganipun Gusti, ing pundi-a panggenan tansah makarya kanthi sengkut dhemi kaluhuranipun Gusti.

Panggulawenthah kalampahan kanthi mirunggan. Para umat kadadosaken umat pepijen, kagunganipun Gusti Allah. Sanadyan umat kagunganipun Gusti Allah kanthi sengkut makarya lumadi dhumateng Gusti Allah ingkang Mahasuci, nanging raos-pangraosipun para umat kagunganipun Gusti Allah punika tansah ngatingalaken mentalitas minangka para Putranipun Gusti Allah. Sanadyan dhapuk minangka palados, nanging mentalitas-ipun saestu mentalitas dados para putranipun Allah. Awit para putra punika makarya boten ngemungaken namung murih maujuding kesejahteraan. Ananging sadaya punika katujukaken kagem kaluhuranipun Gusti Allah. Pangabekti wau katujukaken dhumateng Gusti Allah.

Paladosan kanthi sengkud-sumuyud kadosdene para palados saweg nyaosaken pisungsung mirunggan kagem Gusti. Punika wau minangka puncak prestasi tumrap para paladosipun Gusti, ‘malaekat’-ipun Gusti.

Panutup
Sumangga kita makarya kanthi sae lan patitis, supados proses pembentukan utawi penggemblengan ingkang awrat ugi kuwagang kita temah kanthi sae. Sumangga kita mbudidaya kanthi tulus ekhlas lahir batos. Kita berjuang sehebat-hebatnya. Samudayanipun kita pisungsungaken dhumateng Panjenenganipun. Samudaya ingkang kita udi punika minangka tandha saos syukur dalah tandha bilih kita ngabekti, sumanggem dhumateng Allah Rama Kita. Amin. (Swg)

 Pamuji : KPJ. 421 Uripku Pindha Pangidung

 

Renungan Harian

Renungan Harian Anak