Minggu Biasa 4 | Bulan Penciptaan
Stola Hijau
Bacaan 1: Yesaya 6 : 1 – 8
Mazmur: Mazmur 138
Bacaan 2: 1 Korintus 15 : 1 – 11
Bacaan 3: Lukas 5 : 1 – 11
Tema Liturgis: Merangkul Sesama, Merawat Kehidupan
Tema Khotbah: Dipanggil untuk Diberkati dan Memberkati
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Yesaya 6 : 1 – 8
Raja Uzia atau juga dikenal sebagai Raja Azarya terkenal sebagai raja yang takut akan Tuhan di sepanjang perjalanan hidupnya. Melaluinya Kerajaan Yehuda menjadi kerajaan yang diberkati oleh Tuhan karena kesetiaannya kepada Allah. Sayangnya, diakhir hidup Uzia, seperti halnya raja-raja Israel dan Yehuda sebelumnya, dia jatuh ke dalam kehidupan yang tidak dikehendaki oleh Tuhan. Dan ini tentu saja diikuti oleh seluruh rakyat Yehuda pada saat itu. Mereka jatuh kembali pada kenajisan melalui kebiasaan penyembahan berhala. Bacaan kita memperlihatkan kondisi Yehuda saat itu, dimana melalui Yesaya, Tuhan mengingatkan bahwa kemuliaan dan kekudusan Allahlah yang harus dijunjung tinggi. Janganlah kelimpahan berkat menjadikan mereka lupa akan Allah yang telah berkarya dalam kelimpahan-Nya (Ay. 1-3). Yesaya dalam bacaan kita dipanggil untuk mengembalikan hal itu dalam kehidupan Yehuda. Panggilan pertobatan kembali diperdengarkan agar mereka tidak berada dalam penghukuman Allah. Karena jika mereka bertobat, maka mereka akan dipulihkan (Ay. 7). Yesaya dipanggil untuk pergi bersama Tuhan membawa peringatan-peringatan bagi Yehuda (Ay. 8).
1 Korintus 15 : 1 – 11
Kepada Jemaat di Korintus, Paulus kembali mengingatkan bahwa Injillah yang membawa keselamatan, dan keselamatan itu akan terus mereka miliki jika mereka hidup didalamnya (Ay. 2). Karena Injil memberi kesempatan bagi mereka dan juga Paulus sendiri untuk mengenal Yesus Kristus. Ini adalah wujud kasih karunia Allah bagi jemaat Korintus dan bagi Paulus. Oleh karena itulah, Paulus mengingatkan jemaat Korintus untuk tidak menyia-siakan kasih karunia itu dengan bekerja bagi Tuhan (Ay. 10). Seperti halnya Rasul Paulus ketika ia menerima panggilan itu dan melakukannya, Paulus ingin Jemaat Korintus mampu membawa banyak orang untuk percaya (Ay. 11). Mengapa menjadi percaya? Karena Injil berbicara tentang kebenaran yang dibawa oleh Tuhan Yesus Kristus. Kebenaran tentang karya Allah. Kebenaran tentang kematian Tuhan Yesus. Kebenaran tentang kebangkitan-Nya. Dan kebenaran tentang keselamatan dari Allah melalui Tuhan Yesus Kristus (Ay. 15).
Lukas 5 : 1 – 11
Bacaan kita bercerita tentang proses pemanggilan untuk menjadi murid bagi beberapa pribadi. Proses yang diawali dengan pengajaran agar mereka tahu siapa Dia yang kemudian dilanjutkan dengan tanda-tanda kuasa dan kemuliaan Allah yang ada di dalam Tuhan Yesus (Ay. 3, 6). Karena bukan hal yang mudah untuk menarik perhatian mereka jika hanya melalui sebuah pengajaran. Selain itu, apa yang dilakukan Tuhan Yesus adalah sebuah tanda bahwa ketika mereka percaya, maka semua tersedia. (Ay. 5-6). Dan inilah yang kemudian mampu ditangkap oleh Petrus yang pada akhirnya bersama-sama dengan saudara-saudaranya bersedia untuk menjadi murid Yesus.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Konsekuensi dari sebuah panggilan dari seseorang yang kita percaya bukan hanya siap untuk datang, tetapi juga siap untuk menerima apa saja dan melakukan apa yang akan diperintahkan walaupun itu tidak seperti yang kita harapkan. Siap untuk datang, juga siap untuk pergi menjalankan, bukan siap untuk melarikan diri dari tanggung jawab. Siap untuk menerima juga siap untuk memberi dari apa yang sudah kita terima.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Di dalam kehidupan sebagian besar masyarakat pedesaan dan perkotaan, tradisi “ater-ater” atau saling memberi paket makanan bukanlah hal yang asing. Tradis “ater-ater” ini, bukan hanya sebagai sarana berbagi, ungkapan rasa syukur atau sebagai berkat, tetapi terkadang digunakan sebagai sarana “undangan” (tonjokan) untuk acara-acara tertentu. Pada intinya mengundang siapapun yang menerima, untuk merasakan syukur dan sukacita atas berkat makanan yang diterimanya. Hal ini biasanya ini berlangsung dua arah. Artinya orang yang saat ini menerima, di lain waktu mereka akan memberi. Tradisi “ater-ater” ini menjadi bagian yang tak terpisahkan sebagai budaya masyarakat yang saling memperhatikan dan terkesan dekat. Kedekatan itulah yang tanpa kita sadari menjadikan masyarakat pedesaan atau perkotaan itu benar-benar hidup. Hidup karena masing-masing bersedia, tanpa sadar memberi kesaksian tentang karunia dan berkat dari Tuhan.
Isi
Mengakui adanya panggilan Tuhan dalam kehidupan kita seringkali menjadi hal tersulit di dalam kehidupan kita. Contoh: mengakui bahwa pekerjaan, usaha dan aktivitas kita dalam organisasi adalah panggilan Tuhan bagi kita untuk berkarya bersama dengan Dia. Karena tak jarang kita mengakui bahwa semua itu dimungkinkan ada dan terjadi karena usaha kita sendiri. Kita melamar pekerjaan dengan susah payah. Kita membangun usaha dengan kerja keras. Kita berada di posisi yang kita miliki dengan tertatih-tatih. Seringkali kita merasa karya Allah hanya terjadi melalui mukjizat-mukjizat besar. Mungkin ini yang dibutuhkan Petrus, dalam bacaan kita, untuk yakin (Ay. 5). Itulah mengapa fokus hidup kita tidak pernah lepas dari diri kita sendiri. Sebab semua karena “aku”. Atau bahasa filosofisnya “aku ada karena aku ada”.
Uzia (Azarya) pernah berada dalam posisi yang sama seperti halnya kita. Selama pemerintahannya sampai akhir hidupnya, Yehuda berada dalam masa kejayaan. Kejayaan yang sebenarnya terjadi seperti air laut yang sebentar pasang, sebentar surut tergantung bagaimana sikap Raja dan rakyat Yehuda saat itu. Kejayaan yang terjadi karena Allah menghendaki sebagai “bonus” atas kasih dan kesetiaan mereka kepada Allah. Tetapi sayangnya, dengan apa yang mereka miliki membuat mereka lupa diri, sehingga mereka jatuh ke dalam pencobaan dan pada akhirnya penghukuman diberikan Tuhan kepada mereka.
Hal ini yang oleh Rasul Paulus disadari dalam suratnya kepada Jemaat Korintus. Ia secara tidak langsung mengakui bahwa semua ada dan terjadi karena kehendak Tuhan, karena ia diperkenankan untuk menangkap kebenaran yang disampaikan oleh Injil Kristus.
Bukan hal yang mudah untuk bisa menangkap kebenaran dari Tuhan ketika fokus kita hanya pada diri kita saja. Seperti halnya Yesaya dan Petrus yang diajak keluar dari diri mereka untuk melihat keluar, demikian juga kita. Kita diajak untuk melihat kemuliaan Allah dan karya-Nya agar kita menyadari kuasa yang dimiliki-Nya yang nanti juga menjadi bagian kita. Kalaupun Paulus dalam bacaan kita telah mampu melihat hal itu, itu karena Ia telah melihat dan merasakan sendiri perbuatan Allah yang besar. Demikian juga halnya Petrus. Haruskah kita menunggu hal itu, yang tidak lagi berupa penyataan Allah tetapi “teguran” sehingga kita sadar? Dan ketika kita sadar, kita telah berada dalam penghukuman-Nya?
Kita menjadi apa diri kita saat ini, diakui atau tidak, semua adalah bagian kecil dari kasih karunia Tuhan yang kita terima. Ada banyak karunia yang tanpa kita sadari telah diberikan oleh Tuhan. “Kejayaan” yang kita miliki, yang diberikan Tuhan, tidak untuk kita sia-siakan. Keluarlah sejenak dengan terang Injil untuk melihatnya. Keluarlah sejenak dengan tuntunan kebenaran ilahi untuk bisa memanfaatkannya dengan baik dan benar. Jangan jadikan apa yang kita miliki saat ini sebagai sarana memanjakan diri untuk hal-hal yang tidak diperkenannya. (bandingkan Roma 6:1) Tuhan telah memberikan, kini saatnya kita membagikan. Sekecil apapun menurut kita karunia yang Tuhan berikan, janganlah kita simpan saja. Kita dipanggil bukan hanya untuk dibenarkan oleh karena kebenaran Injil, tetapi juga untuk membawa kebenaran itu kepada semua orang agar mereka hidup dan diselamatkan. Hal ini juga sebuah tanda bahwa semua yang dari Allah harus kita bawa kembali kepada Allah bagi kemuliaan-Nya.
Penutup
Hidup tanpa gerakan-gerakan berarti adalah sebuah tanda kita berada dalam keadaan “akan mati”. Tentu, bukan untuk itu kita dipanggil menjadi umat Allah. Panggilan kita adalah panggilan kehidupan yang bukan hanya nantinya kita manfaatkan untuk diri kita sendiri, tetapi juga membawanya untuk kita bagikan sebagai tanggung jawab pemeliharaan kehidupan itu sendiri. Setiap kita diberikan karunia karena kasih-Nya, jangan sia-siakan karena kita merasa “eman”. (bandingkan Matius 25:24-25) Ingat peringatan Tuhan Yesus, “Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Lukas 6:38). Menyia-nyiakan hidup dengan kita tidak melakukan apa-apa bagi Tuhan adalah mempersiapkan diri kita kepada penghukuman dari Allah. Apakah kita siap? Amin. [NSA].
Pujian: KJ. 428 Lihatlah Sekelilingmu
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Ing pigesangan masyarakat desa lan kutha, tradisi “ater-ater” punika sanes tradisi ingkang asing. Mboten namung kangge srana ngaturaken panuwun karana sampun pikantuk kanugrahan, ananging ugi dipun ginakaken minangka sarana “uleman” wonten ing adicara tartamtu, ingkang temtu hakekatipun ngajak sinten kemawon ingkang kaundang ngraosaken sokur lan kabingahan kados dene ingkang paring uleman. Biasanipun prekawis punika mboten kalampahan namung setunggal arah, nanging ugi kosokwangsulipun. Tegesipun sinten ingkang sakniki nampi, mbenjang ing tembe badhe maringi. Perangan ingkang mboten saged kapisahaken saking budaya sami nggatekaken lan ngrumosi bilih piyambakipun punika brayat agung sesarengan kaliyan sesami. Ngrumaos raket punika ingkang dadosaken masyarakat saestu gesang. Gesang karana saben tiyang purun nyeksekaken, tanpa dipun sadari peparing lan berkahipun Gusti.
Isi
Mangertos bilih gesang punika sawijining timbalanipun Gusti, asring dados prekawis ingkang awrat. Contonipun: mangertos bilih pakaryan, usaha lan kegiatan wonten organisasi, minangka timbalanipun Gusti Allah supados kita makarya sareng Panjenenganipun. Kita asring ngrumaosi bilih sadaya punika saged katindakaken lan saged dados bagian gesang kita karana upaya kita pribadi. Kita nglamar pedamelan kanti rekaos. Kita mbangun bisnis kanthi nyambut damel teman-temen. Kita kagungan posisi sakmangke punika inggih mboten instan. Asring kita rumaos bilih pakaryanipun Gusti Allah punika namung kadadosan lumantar mukjizat-mukjizat ingkang ageng. Punika ingkang ugi wonten ing batosipun Petrus ing waosan kita (Ay. 5). Pramila punjering gesang kita mboten saged uwal saking dhiri kita piyambak. Kabeh iku amarga “aku”. Utawi filsuf matur “Aku ana amarga aku ana.”
Uzia (Azarya) saged ugi wonten ing kahanan kados kita sakmangke. Ing mangsa pamréntahanipun ngantos pungkasan yuswanipun, Yehuda ngalami jaman kamulyan. Kamulyan ingkang kedadosan kados toya segara ingkang pasang lan surut, gumantung saking sikepipun Sang Prabu Uzia lan tiyang-tiyang ing Yehuda. Kamulyan ingkang sejatosipun saking Gusti Allah minangka “bonus” awit saking katresnan lan kasetyanipun bangsa Yehuda dhumateng Gusti Allah. Nanging emanipun, punapa ingkang dipun gadhahi ndadosaken “lupa diri”, mula kecemplung ing panggodha lan wekasanipun nampi paukuman ingkang dipun tetepaken dening Gusti Allah.
Punika ingkang dipun disadari Rasul Paulus nalika paring serat dhateng pasamuwan ing Korinta. Piyambakipun kanthi cetha ngakeni sadaya ingkang wonten lan kedadosan namung karsanipun Gusti Allah, utaminipun Paulus rumaos dipun parengaken nangkep kabeneran lumantar Injil Kristus.
Pancen awrat saged nangkep kabeneran saking Gusti Allah nalika fokus kita namung ing dhiri kita. Kados dene Yesaya lan Petrus kaundang medal saking pribadinipun supados saged ndeleng njaba, mekaten ugi kita kaundang supados saged mirsani kamulyanipun Gusti lan pakaryanipun saengga kita saged mangertos punapa ingkang sampun dipun cawisaken Gusti kangge kita. Sanadyan Paulus ing waosan kita saged nyumurupi kabeneran saking Gusti, punika karana piyambakipun mirsani lan ngraosaken sacara langsung pakaryanipun Gusti Allah. Mekaten ugi Petrus. Punapa kita badhe ngrantos? Sanes pawartos endah saking Gusti Allah ingkang kita tampi nanging “pepenget” supados kita sadar? Lan nalika kita enget, kita sampun wonten ing paukuman?
Punapa ingkang kita gadhahi sakmangke, sadaya minangka bagean alit saking sih-rahmatipun Gusti ingkang kita tampi. Kathah peparing ingkang dipun paringaken Gusti tanpa kita sadari. “Kamulyan” ingkang kita gadhahi punika peparingipun Gusti, mboten angsal dipun siya-siyakaken. Sumangga kita medal, kanthi pepadhang Injilipun Gusti, kita mangertos. Medal sekedap kanthi tuntunan kabeneran saking Gusti supados kita saged migunakaken gesang kanthi becik lan bener. Kita kasuwun supados mboten migunakaken punapa ingkang sampun kita gadhahi namung kangge nyenengaken dhiri kita piyambak. (bandingaken Roma 6:1) Gusti Allah sampun maringi, samangke wekdal kangge kita maringi. Ageng utawi alit kanugrahan ingkang dipun paringaken Gusti Allah, mboten kangge kita simpen piyambak. Kita katimbalan mboten namung supados kabeneraken dening Injil, nanging ugi mbageaken kabeneran punika dhateng sesami, supados sesami kita ugi nampi lan ngraosaken gesang lan kaslametan saking Gusti. Punika ugi minangka tandha bilih kita mangsulaken punapa ingkang saking Gusti Allah wangsul malih dhumateng Gusti Allah kagem kamulyan-Ipun.
Panutup
Gesang tanpa olah ingkang migunani mujudaken pratandha bilih gesang kita tumuju dhateng “pejah”. Tamtu, sanes punika alasan kita nampi timbalan dados umatipun Gusti Allah. Timbalan kita timbalan tumuju ing gesang, mboten namung kangge gesang kita piyambak, nanging ugi kedhah kita bagekaken sarana tanggel jawab njagi gesang punika. Saben-saben kita sampun pinaringan kanugrahan karana sih katresnanipun Gusti, punika mboten pareng dipun siya-siyakaken amargi rumaos “eman”. (dipun pirsani Matéus 23:24-25) . Mangga sami enget pepengetipun Gusti Yesus, ”Padha wèwèha, temah kowé iya bakal diparingi déning Gusti Allah. Kowé bakal nampani peparing sing lubèr, sing ditaker nganggo ditetel-tetel. Awit takeran sing kokenggo nakeraké wong liya, kuwi takeran sing diagem déning Gusti Allah kanggo nakeraké kowé.” (Lukas 6:38). Gesang tanpa makarya kagem lan sesarengan Gusti Allah, punika kados nyawisaken gesang kita tumuju pangadilanipun Gusti Allah. Punapa kita siap? Amin. [NSA].
Pamuji: KPJ. 390 Gunakna Wektu Paringe Gusti