Minggu Biasa | Perjamuan Kudus Ekumene
Stola Putih
Bacaan 1: Habakuk 1 : 1 – 4; 2 : 1 – 4
Mazmur: Mazmur 37 : 1 – 9
Bacaan 2: 2 Timotius 1 : 1 – 14
Bacaan 3: Lukas 17 : 5 – 10
Tema Liturgis: Membudayakan Persaudaraan Sejati
Tema Khotbah: Iman adalah Kunci untuk Bertahan Hidup
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Habakuk 1 : 1 – 4; 2 : 1 – 4
Habakuk 1 : 1 – 4
Pada ayat-ayat ini, Habakuk mengajukan pertanyaan kepada Tuhan karena melihat ketidakadilan yang terjadi di dalam bangsa Israel. Dia merasakan bahwa kejahatan dan ketidakadilan merajalela, sementara Tuhan seolah tidak bertindak untuk menghentikannya. Habakuk mengeluh tentang kejahatan yang tidak dihukum, kekerasan yang terus berlangsung, dan orang fasik yang menindas orang benar. Dia bertanya kepada Tuhan mengapa Ia membiarkan semua itu terjadi. Habakuk menggambarkan hukum yang lemah dan keadilan yang tidak ada. Orang fasik tampaknya memenangkan segala sesuatu dan orang benar dibiarkan menderita. Keadaan ini membuat Habakuk bertanya-tanya mengapa Tuhan tidak segera bertindak. Habakuk menunjukkan rasa frustrasi dan kebingungannya terhadap kejahatan yang tidak ada habisnya di tengah masyarakatnya. Dia ingin tahu mengapa Tuhan tampaknya tidak segera bertindak untuk menyelesaikan ketidakadilan ini. Dalam konteks ini, kita melihat sebuah gambaran tentang pergumulan orang percaya yang sering kali merasa Tuhan tidak segera menanggapi masalah dan penderitaan yang mereka alami.
Habakuk 2 : 1 – 4
Setelah mengadukan segala ketidakadilan yang terjadi, Habakuk menanti jawaban Tuhan. Habakuk bertekad untuk menunggu dan mendengarkan jawaban Tuhan. Dia memposisikan dirinya sebagai pengamat yang setia, siap menerima wahyu dan petunjuk dari Tuhan. Tuhan menjawab Habakuk dengan memberi wahyu. Tuhan mengingatkan bahwa meskipun kelihatannya penggenapan janji Tuhan mungkin tertunda, namun apa yang dijanjikan pasti akan datang pada waktunya. Ayat 4: “Sesungguhnya orang yang membusungkan dada tidak lurus hatinya, tetapi orang benar akan hidup oleh percayanya.” Ayat itu memberikan pesan penting bahwa meskipun keadaan kelihatannya sangat sulit, Tuhan ingin umat-Nya tetap hidup dengan iman dan berharap pada janji-janji-Nya. Ini adalah prinsip hidup yang sangat penting, orang benar akan hidup oleh iman, tidak hanya berdasarkan apa yang mereka lihat saat ini. Tuhan menegaskan bahwa meskipun sepertinya Tuhan tidak segera bertindak untuk menghukum kejahatan, janji-Nya tetap akan digenapi pada waktu yang tepat. Ayat 4 menekankan konsep iman sebagai kunci untuk bertahan hidup dalam kesulitan. Ini adalah pengajaran penting bagi orang percaya untuk tetap mengandalkan Tuhan dalam segala keadaan, bahkan ketika penggenapan janji-Nya terasa tertunda.
2 Timotius 1 : 1 – 14
Perikop ini memberikan gambaran tentang hubungan antara rasul Paulus dan Timotius, serta pesan Paulus kepada Timotius untuk tetap teguh dalam iman dan menghidupi panggilan yang telah diberikan Tuhan. Paulus menyebut Timotius sebagai “anakku yang terkasih,” yang mencerminkan hubungan dekat, bukan hanya sebagai rekan kerja, tetapi juga sebagai hubungan spiritual yang penuh kasih. Paulus berdoa agar Timotius menerima kasih karunia, rahmat, dan damai sejahtera dari Allah dan Yesus, yang menjadi fondasi kekuatan rohani. Paulus mengucap syukur kepada Tuhan atas kehidupan Timotius dan menyatakan bahwa ia melayani Tuhan dengan hati nurani yang murni. Ia juga mengingat Timotius dalam doanya setiap hari, ini menunjukkan kedalaman hubungan mereka dan pentingnya doa dalam kehidupan pelayanan. Paulus menyebutkan bahwa ia merindukan Timotius dan merasakan kesedihan atas tantangan dan penderitaan yang dialami Timotius. Ini mengungkapkan bahwa pelayanan dalam Kristus kadang melibatkan penderitaan, tetapi juga penuh sukacita karena hubungan dalam iman yang kuat.
Paulus mengingatkan Timotius tentang warisan iman yang diterimanya dari neneknya, Lois, dan ibunya, Eunike. Iman yang diwariskan melalui generasi ini bukan hanya tradisi keluarga, tetapi sebuah iman yang hidup dan aktif dalam kehidupan Timotius. Paulus mengingatkan Timotius bahwa roh yang diberikan Tuhan bukanlah roh ketakutan, melainkan roh yang memberi kekuatan, kasih, dan ketertiban. Ini adalah dorongan agar Timotius berani dan tetap setia dalam pelayanannya, meskipun menghadapi tantangan. Paulus mendorong Timotius untuk tidak malu mengakui Kristus, meskipun ia sendiri sedang berada dalam penjara karena imannya. Paulus memanggil Timotius untuk bersaksi dan berani menderita untuk Injil. Hal ini menunjukkan bahwa penderitaan karena Kristus adalah bagian dari panggilan yang mulia. Timotius diminta untuk menjaga dengan setia apa yang telah dipercayakan kepadanya, yakni Injil dan tugas pelayanan, dengan bantuan Roh Kudus yang ada di dalam dirinya. Ini adalah panggilan untuk menjaga integritas dan kesetiaan dalam pelayanan Kristiani.
Lukas 17 : 5 – 10
Ayat 5-6: Iman yang Kecil tetapi Kuat
Rasul-rasul meminta Yesus untuk menambah iman mereka, karena mereka merasa iman mereka masih kurang. Yesus menjawab bahwa iman sekecil biji sesawi saja sudah cukup untuk melakukan hal-hal yang tampaknya mustahil, seperti memerintahkan pohon ara untuk dicabut dan dipindahkan ke laut. Ini menunjukkan bahwa yang penting bukan ukuran iman, tetapi ketulusan dan keyakinan yang disertai dengan ketergantungan pada kuasa Tuhan. Iman yang sejati tidak diukur dengan seberapa besar atau kecilnya, tetapi pada seberapa besar kepercayaan kita kepada Tuhan dan kuasa-Nya.
Ayat 7-10: Kerendahan Hati dalam Melayani
Yesus menggunakan perumpamaan seorang tuan rumah yang memiliki seorang hamba. Ketika sang hamba itu pulang dari pekerjaannya, membajak atau menggembalakan ternaknya, tuannya itu tidak akan langsung memintanya untuk duduk makan bersama, melainkan akan menyuruhnya untuk melayaninya terlebih dulu. Dalam perumpamaan ini, Yesus ingin mengajarkan bahwa seorang hamba tidak boleh mengharapkan pujian atau penghargaan karena melakukan kewajibannya. Seperti itu juga dengan kita sebagai hamba Tuhan. Setelah kita melakukan segala yang diperintahkan Tuhan, kita tidak seharusnya kita merasa layak menerima pujian. Sebaliknya, kita harus memiliki sikap rendah hati dan menganggap diri kita sebagai hamba yang tidak berguna, yang hanya melakukan kewajiban yang telah Tuhan percayakan kepada kita.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Dalam segala situasi, iman adalah kunci. Iman yang besar atau kecil, namun penuh ketergantungan pada Tuhan, mampu membawa kita melewati tantangan hidup, mempertahankan kesetiaan kepada-Nya, dan melayani-Nya dengan kerendahan hati. Setiap teks ini mengajak kita untuk beriman kepada Tuhan, setia dalam melayani, dan menjalankan hidup dengan kerendahan hati.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
Di sebuah kota kecil yang terletak di atas jurang yang dalam, ada sebuah jembatan tua yang menghubungkan dua sisi kota. Jembatan itu sudah dibangun sejak ratusan tahun yang lalu dan sering dilalui oleh penduduk setempat. Meskipun terlihat tua dan beberapa bagian kayunya sudah usang, jembatan tersebut masih kokoh dan bisa dipakai. Suatu hari, seorang pengunjung datang ke kota itu. Dia berdiri di tepi jurang dan melihat jembatan yang menghubungkan dua sisi kota itu. Melihat betapa rapuhnya tampilan jembatan itu, pengunjung tersebut ragu untuk menyeberang. “Bagaimana bisa jembatan tua yang kelihatannya rapuh ini masih kuat?” pikirnya. Kemudian, dia bertemu dengan seorang penduduk kota yang sudah tinggal di sana sejak lama. Pengunjung itu bertanya, “Apakah jembatan ini aman untuk dilewati? Kelihatannya sangat tua dan rapuh.” Penduduk kota itu tersenyum dan menjawab, “Jembatan ini memang sudah lama, tetapi sudah diuji oleh waktu. Banyak orang yang telah melewatinya selama bertahun-tahun. Kami percaya bahwa jembatan ini kuat dan aman karena sudah dibangun dengan dasar yang kokoh, dan setiap kali kami melangkah di atasnya, kami tahu itu akan membawa kami ke sisi yang aman.” Pengunjung itu masih ragu, dan bertanya lagi, “Tapi bagaimana Anda tahu jika jembatan itu benar-benar aman? Apa yang membuat Anda yakin?” Penduduk kota itu menjawab, “Kami yakin bukan karena jembatannya sempurna atau terlihat baru, tetapi karena kami tahu siapa yang membangunnya. Si pembuat jembatan itu adalah seorang ahli yang sudah berpengalaman dan sangat memperhatikan setiap detail. Jadi, meskipun terlihat rapuh, kami tahu bahwa dasar dan fondasinya sangat kokoh. Ketika kami melangkah dengan penuh keyakinan, jembatan itu selalu membawa kami ke tempat yang aman.”
Iman kepada Tuhan Yesus adalah seperti orang yang melangkah di atas jembatan yang kokoh meskipun tampak rapuh. Hidup kita kadang bisa terasa seperti “jembatan tua” yang penuh tantangan, dengan masalah yang datang dan tampak mengancam. Kadang kita merasa ragu atau tidak yakin. Namun, iman kita kepada Yesus adalah dasar yang kokoh, yang tidak akan tergoyahkan oleh apapun. Seperti penduduk kota yang percaya pada jembatan karena tahu siapa yang membangunnya, kita juga bisa percaya kepada Tuhan Yesus, yang sudah membangun hidup kita dengan dasar yang kokoh. Meskipun kita menghadapi kesulitan, kita yakin bahwa Yesus, yang adalah “Pembuat dan Pemelihara hidup kita,” tidak akan membiarkan kita jatuh. Iman kita kepada-Nya memberi kita keyakinan bahwa Dia akan selalu membawa kita ke tempat yang aman, meskipun kita tidak selalu melihat jalan dengan jelas.
Isi
Habakuk mengeluh tentang ketidakadilan dan penderitaan yang dialami umat Tuhan. Habakuk bertanya kepada Tuhan mengapa hal-hal buruk terus terjadi dan mengapa Tuhan seakan tidak peduli. Tuhan memberikan jawaban “Orang yang benar akan hidup oleh percayanya.” (Hab. 2:4). Meskipun kondisi dunia tampak kacau dan tidak adil, orang yang beriman akan tetap percaya pada Tuhan yang memegang kendali atas segala sesuatu. Meskipun “jalan” yang kita jalani di dunia ini kadang terasa seperti jembatan yang rapuh, penuh dengan tantangan, ketidakadilan, dan kebingungan, kita tetap dapat melangkah dengan penuh keyakinan karena iman kita kepada Tuhan yang kokoh.
Melalui Injil Lukas, Yesus mengajarkan para murid bahwa iman yang kecil seperti biji sesawi dapat memindahkan pohon dan melakukan hal-hal besar. Ini menunjukkan bahwa Tuhan melihat iman kita meskipun kadang terasa sangat kecil atau lemah. Yesus juga mengingatkan kita untuk memiliki kerendahan hati dalam pelayanan, tidak mengharapkan pujian atau pengakuan, karena kita hanya melakukan apa yang sudah menjadi kewajiban kita. Yesus menggunakan perumpamaan seorang tuan rumah yang memiliki seorang hamba. Ketika sang hamba pulang dari pekerjaannya, tuannya tidak akan langsung memintanya untuk duduk makan bersama dia, melainkan akan menyuruhnya untuk melayani dia tersebut lebih dulu. Dalam perumpamaan ini, Yesus ingin mengajarkan bahwa seorang hamba tidak boleh mengharapkan pujian atau penghargaan karena hanya melakukan kewajibannya. Seperti itu juga dengan kita sebagai hamba Tuhan. Setelah kita melakukan segala yang diperintahkan, kita tidak seharusnya merasa layak menerima pujian. Sebaliknya, kita harus memiliki sikap rendah hati dan menganggap diri kita sebagai hamba yang tidak berguna, yang hanya melakukan kewajiban yang telah Tuhan percayakan kepada kita.
Paulus menulis surat yang ditujukan kepada Timotius, mengingatkan dia akan karunia Tuhan yang ada dalam dirinya dan untuk tetap setia pada ajaran yang telah diterimanya. Paulus juga mengajak Timotius untuk tidak malu memberi kesaksian tentang Yesus Kristus, tetapi berani hidup dengan iman, bahkan dalam penderitaan.
Penutup
Sering kali kita tergoda untuk mengatasi segala persoalan hidup sendirian. Kita merasa kuat dan bisa hebat. Ketika kita melihat persoalan, kelemahan ataupun pelanggaran orang lain, sering kali kita membandingkan dengan diri sendiri kemudian merasa diri lebih baik, lebih benar. Lalu kita mulai menceritakan keburukan orang lain kepada khalayak supaya orang lain semakin terlihat buruk dan dengan sengaja kita menyerang dan menjatuhkan orang lain, supaya diri kita tampak baik dan lebih benar. Tampak sebagai pahlawan yang banyak jasanya. Bahkan tidak jarang orang mencaci maki dengan seenaknya dan semaunya. Dengan alasan demi memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Bahkan banyak yang memanfaatkan situasi dan sesamanya untuk menutupi kekurangan dan kesalahan dirinya. Dan masih banyak lagi contoh kehidupan yang gelap dan kelam. Yang menjadi pertanyaannya, apakah Kristus menghendaki supaya hal itu kita perbuat dalam kehidupan kita sehari-hari? Apakah benar demikian cara hidup yang harus dimiliki oleh orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus? Sering kali kita menjadi orang yang sombong dan jahat terhadap sesama kita.
Firman Tuhan hari ini mengingatkan kepada kita, sejatinya kita tidak berdaya melakukan apapun tanpa kuasa Tuhan. Kita harus memiliki sikap rendah hati dan menganggap diri kita sebagai hamba yang tidak berguna, yang hanya melakukan kewajiban yang telah Tuhan percayakan kepada kita. Namun sering kali sikap manusia seperti yang memiliki segalanya, seperti yang tahu segalanya, seperti yang menguasai segalanya. Padahal kenyataannya tidak pernah bisa tahu, satu jam di depannya, apa yang akan terjadi. Namun dengan sombongnya seolah-olah ingin menyamakan dirinya seperti Tuhan.
Banyak hal yang tidak mampu kita pahami, banyak hal yang tidak mampu kita mengerti, nyatanya kita ini kecil, rentan jatuh, rentan lupa, rentan susah, rentan menderita, rentan sakit, rapuh, dan tidak berdaya. Dia menguatkan kita semua melalui sabda-Nya, Habakuk 2:4, “Sesungguhnya orang yang membusungkan dada tidak lurus hatinya, tetapi orang benar akan hidup oleh percayanya.” Tentu saja orang yang hidup oleh iman, tidak akan menghidupi kesombongan dan keangkuhan dalam dirinya. Kerendahan hati menjadi komitmen utama dalam hidupnya. Menghormati, menghargai, dan mengasihi sesamanya yang berbeda. Membudayakan persaudaraan sejati menjadi kegemarannya. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan adalah cara hidupnya. Dengan cara mendengarkan sudut pandang yang lain, ia menerima yang berbeda dengan kasih dan penghargaan. Kiranya Sang Tuan kemuliaan-Nya semakin bertambah melalui hamba-Nya yang mengandalkan imannya dalam segala perkara kehidupan. Kiranya Perjamuan Kudus Ekumene yang kita lakukan saat ini semakin menambah semangat kita untuk rendah hati. Dan kita senantiasa mengandalkan iman dalam segala perkara kehidupan. Selamat menghayati tubuh dan darah Kristus yang menyatu dalam tubuh kita. Keselamatan yang daripada-Nya kiranya mengubahkan kehidupan kita untuk semakin dekat kepada kehendak-Nya. Roh Kudus menuntun dan memampukan kita. Amin. [Life].
Pujian: KJ. 438 Apapun Juga Menimpamu
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
Wonten satunggaling kutha alit ingkang dumunung ing nginggil jurang ingkang lebet sanget. Ing ngriku wonten satunggal jembatan lami ingkang nyambungaken kalih kutha. Jembatan punika sampun dipun wangun wiwit atusan taun kapengker lan asring dipun ginakaken nyebrang dening warga kutha ngriku. Sanadyan ketawis lami lan sawetawis perangan kajengipun sampun gaprek, jembatan punika taksih rosa lan saged dipun ginakaken kanthi lancar. Ing satunggaling dinten, wonten satunggal pengunjung ngrawuhi kutha punika. Piyambakipun jumeneng ing pinggir jurang lan mirsani jembatan ingkang nyambungaken kalih kutha kalawau. Mirsani kados pundi jembatan punika sampun ketawis gaprek. Pengunjung punika mangu-mangu lan ajrih badhe nyebrang. “Kados pundi jembatan lami ingkang ketawis gaprek punika taksih rosa?” pitakenanipun. Salajengipun, pengunjung kalawau pinanggih kaliyan salah satunggaling warga kutha ingkang sampun manetep ing ngriku. Pengunjung kalawau nyuwun pirsa, “Punapa jembatan punika aman dipun agem nyabrang? Awit sampun ketawis lami lan gaprek kajengipun?” Warga kutha punika lajeng mesem lan mangsuli, “Jembatan punika pancen sampun lami, nanging sampun kauji. Kathah tiyang ingkang sampun nglangkungi jembatan punika mataun-taun. Nggih tansah slamet. Kula yakin lan pitados bilih jembatan punika rosa lan aman karana sampun kawangun kanthi dasar ingkang kokoh, lan saben kula mlampah ing nginggilipun punika, kula mangertos menawi punika badhe bekta kula dhateng panggenan ingkang aman.” Pengunjung punika taksih mangu-mangu, lajeng nyuwun pirsa malih, “Nanging kados pundi panjenengan mangertos menawi jembatan punika pancen aman? Punapa ingkang damel panjenengan yakin?” Warga kutha punika mangsuli, “Kula yakin sanes karana jembatan punika sampurna utawi katon enggal, nanging amargi kula mangertos sinten ingkang mbangun. Ingkang mbangun jembatan punika ahli ingkang sampun kagungan pengalaman lan saged ngetang kabetahan kanthi teliti. Pramila saking punika, sanadyan jembatan punika ketawis gaprek, kula mangertos menawi dasar lan fondasinipun rosa sanget. Nalika kula mlampah kanthi keyakinan, jembatan punika mesthi badhe bekta kula dhateng panggenan ingkang aman.”
Nggadahi iman dhumateng Gusti Yesus punika kados tiyang ingkang mlampah ing jembatan ingkang kokoh sanadyan ketawis gaprek. Gesang kita ugi kadosdene “jembatan lami” ingkang kebak tantangan, kebak prekawis, kebak pacoben, lan katingal ngancem. Sedaya kalawau saged ndadosaken kita mangu-mangu, mboten yakin, lan ajrih. Ananging, iman kita dhumateng Gusti Yesus dados dasar ingkang kokoh, ingkang mboten badhe goyah dening punapa kemawon. Kados dene warga kutha ingkang yakin bilih jembatan kalawau rosa amargi mangertos sinten ingkang mbangun, kita ugi saged yakin dhumateng Gusti Yesus, ingkang sampun mbangun gesang kita kanthi dasar ingkang kokoh. Sanadyan kita ngadhepi pakewed, kita yakin bilih Gusti Yesus ingkang mberkahi lan ngrimati pigesangan kita mboten badhe negakaken kita dawah. Iman kita dhumateng Gusti Yesus maringi kita keyakinan menawi Panjenenganipun tansah ngasta kita dhateng panggenan ingkang aman, sanadyan kita mboten saged mirsani kanthi cetha.
Isi
Habakuk ngeluh ing babagan kawontenan ingkang mboten adil lan sangsara dipun alami dening umat kagunganipun Allah. Habakuk pitaken dhumateng Gusti, punapa prekawis-prekawis awon tansah kadadosan lan Gusti mboten preduli. Gusti maringi wangsulan dhateng Habakuk ing Habakuk 2:4, “Tiyang ingkang leres badhe gesang kanthi iman.” Sanadyan kahanan jagad katingal kacau lan mboten adil, tiyang ingkang imanipun tetep dhateng Gusti badhe tetep pitados bilih Gusti ingkang ngasta kendhali tumrap sedaya prekawis. Sanadyan gesang ingkang kita lampahi ing donya punika kadangkala kados jembatan ingkang gaprek, kebak tantangan, mboten adil, lan kabingungan, kita tetep saged mlampah kanthi keyakinan amargi iman kita dhumateng Gusti ingkang kukuh.
Lumantar Injil Lukas, Gusti Yesus maringi piwulang dhateng para sakabat, bilih sanadyan iman alit kados wiji sawi saged mindhah wit lan ngrampungaken prekawis ageng. Punika nedahaken bilih Gusti Yesus mirsani iman kita sanadyan kadangkala kados alit utawi ringkih. Gusti Yesus ugi ngersakaken supados kita nggadhahi laku andhap asoring manah ing salebeting peladosan, mboten ngajengaken pangalembana utawi pangurmatan, amargi kita namung nindakaken punapa ingkang sampun dados kuwajiban kita. Gusti Yesus ngginakaken paribasan babagan satunggaling tuan rumah ingkang gadhah abdi. Nalika abdi kalawau wangsul saking pakaryanipun, tuanipun mboten langsung nyuwun dhateng abdi punika supados nedha dhaharan sareng-sareng, nanging nyuwun supados abdi punika ngladosi piyambakipun rumiyin. Ing paribasan punika, Gusti Yesus kepingin maringi piwulang bilih abdi mboten sae ngajengaken pangalembana utawi pangurmatan amargi namung nindakakaken kewajibanipun. Kados mekaten ugi kita minangka abdinipun Gusti. Sasampunipun kita nindakakaken sedaya ingkang dipun kersakaken Gusti, kita mboten rumaos pantes nampi pangalembana. Nanging, kita kedah gadhah sikep andhap asoring manah lan nganggep dhiri kita minangka abdi ingkang mboten migunani, ingkang namung nindakaken kewajiban ingkang sampun dipun pinitados dening Gusti.
Paulus nyerat kangge Timotius, ngengetaken supados Timotius enget dhumateng sih rahmat peparingipun Gusti ingkang wonten ing dhirinipun, lan supados piyambakipun tetep setya dhateng piwucal ingkang sampun dipun tampi. Paulus ugi ngajak Timotius supados mboten isin paring kesaksian bab Gusti Yesus, nanging wantun gesang kanthi iman, sanadyan nandang sangsara.
Panutup
Asring kita kagodha saged ngatasi sedaya masalah gesang piyambakan. Kita rumaos kiyat lan hebat. Nalika kita nyumurupi masalah, kakirangan utawi pelanggaran ingkang dipun lampahi tiyang sanes, kadangkala kita mbandingaken kaliyan dhiri kita piyambak lan rumaos bilih kita langkung sae, langkung bener. Lajeng kita nyariosaken kakiranganipun tiyang sanes dhateng ngasanes supados tiyang sanes katingal langkung awon lan kanthi sengaja nyerang lan ngenyek tiyang sanes, supados kita katingal langkung sae lan bener, kados pahlawan ingkang gadhah jasa. Malah asring wonten tiyang ingkang nyerang, ngenyek kanthi sembarangan, kanthi alesan usaha demi kaadilan lan kabeneran. Malah kathah ingkang ngginakaken kahanan saha sesamipun kangge nutupi kakirangan lan kalepatanipun. Lan taksih kathah conto gesang ingkang peteng lan kelam. Ingkang dados pitakenanipun, punapa Gusti Yesus ngersakaken supados kita nindakaken gesang kados ing nginggil? Punapa pancen mekaten cara gesang ingkang kedah dipun tindhakaken dening tiyang ingkang pitados dhumateng Gusti Yesus Kristus? Asring kita dados tiyang ingkang sombong lan jahat dhateng sesami kita.
Sabda pangandikanipun Gusti ing dinten punika ngengetaken kita, sejatosipun kita mboten saged nindakaken punapa kemawon tanpa pangwaos lan pangayomanipun Gusti. Kita kedah andhap asor lan nganggep dhiri kita minangka abdi ingkang mboten migunani, ingkang namung nindhakaken kewajiban ingkang sampun dipun paringaken Gusti dhateng kita. Nanging, asring sikep manungsa kados tiyang ingkang gadhah sedayanipun, ingkang sumerep sedayanipun, lan nguwasani sedayanipun. Kamangka ing kasunyatananipun kita mboten nate saged mangertos ing salajengipun punapa ingkang badhe kelampahan.
Kathah prekawis ingkang mboten saged kita mangertosi, kathah prekawis ingkang mboten saged kita pahami, kasunyatanipun kita punika alit, gampil cilaka, gampil kesupen, gampil nandhang kasangsaran, gampil sakit, ringkih, lan mboten saged nindakaken punapa kemawon tanpa pitulunganipun Gusti. Gusti ngiyataken kita sedaya lumantar sabdanipun, Habakuk 2:4 “Satemene wong kumenthus, iku atine ora burus, nanging wong bener iku uripe awit saka pracayane.” Mboten saged dipun sangkal, tiyang ingkang gesang kanthi iman, mboten badhe nglestarikaken kesombongan lan keangkuhan ingkang wonten ing dhirinipun. Andhap asor dados tekad ingkang utami ing gesangipun. Ngurmati, ngajeni, lan tresna dhateng sesami ingkang benten. Nglestarikaken paseduluran sejati dados kabingahanipun. Ngupadi kaadilan lan kabeneran kanthi tetep ngajeni nilai-nilai kamanungsan, kanthi cara mirengaken sudut pandang ngasanes. Nampi ingkang benten kanthi katresnan lan pangajeng-ajeng. Mugi-mugi Sang Tuan ing kamulyanipun sansaya tambah lumantar abdinipun ingkang ngandelaken iman ing sedaya prekawis gesang. Mugi Bujana Suci Ekumene sansaya nambahi semangat kita kangge nglampahi lan nindakaken andhap asor, minangka wujud ngendelaken iman ing sedaya prekawising gesang. Sugeng ngraosaken Sarira lan Rah-Ipun Sang Kristus ingkang nyawiji ing badan kita. Kawilujengan ingkang saking Gusti Yesus mugi sansaya ndadosaken gesang kita langkung celak dhumateng karsanipun Gusti Allah. Roh Suci nenuntun lan maringi kita kakiyatan. Amin. [Life].
Pamuji: KPJ. 433 Gusti Mugi Nuntun Kawula