Khotbah Minggu 4 September 2016

23 August 2016

BULAN KITAB SUCI
MINGGU BIASA 23
STOLA PUTIH

 

Bacaan 1         : Ulangan 30:15-20
Bacaan 2         : Filemon 1-21
Bacaan 3         : Lukas 14:25-33

Tema Liturgis  : Iman yang bertumbuh dan berbuah bagi sesama
Tema Khotbah: Persiapan Hati untuk Beriman dalam Ketidakpastian

 

Keterangan Bacaan

Ulangan 30:15-20

  1. Ciri khas teologi kaum Deuteronomis penulis Ulangan – Raja-raja adalah mereka yang setia kepada Tuhan akan mendapat berkat dan mereka yang tidak akan mendapat celaka. Kaum deuteronomis adalah para teolog sekaligus sejarawan. Mereka membaca sejarah Israel dengan kaca mata teologis. Maka keberhasilan seseorang dan keutamaanya tidak diukur dari kejayaan, kekayaan, keberhasilan tetapi semata pada kesetiaan pada TUHAN, Allah Israel.
  2. Dalam kaca mata teologis para Deutoronomis hanya kesetiaan yang akan membawa pada kehidupan, ketiadaan kesetiaan pada TUHAN, Allah Israel, adalah awal dari tradisi kematian, sebergelimang apa pun nampaknya.

 

Filemon 1-21

  1. Dalam perikop ini tergambar kedekatan hubungan antara Paulus dengan Filemon, selain antara Paulus dengan Onesimus.
  2. Paulus yang dipenjara karena pekabaran Injilnya, memuji pelayanan Filemon dan mempercayainya, karena kepercayaan itulah, Paulus mempercayakan Onesimus kepada Filemon untuk diterima. Untuk itu Paulus mempersiapkan hati Filemon, membesarkan hatinya dengan keutamaan-keutamaannya, termasuk menyatakan jika Onesimus pada akhirnya merugikan Filemon, maka kerugian itu aka ditanggung oleh Paulus.

 

Lukas 14:25-33

  1. Beberapa pernyataan yang diucapkan Yesus dalam perkataannya di perikop ini tampaknya tidak berhubungan. Memikul Salib tidak akan terjadi tanpa meninggalkan keluarga, pernyataan ini dianalogikan dengan membangun Menara dengan terlebih dahulu mempersiapkan anggarannya, dianalogikan dengan raja yang akan maju berperang dan menghitung pasukannya hingga mengirim utusan perdamaian. Dan kembali pada pernyataan mengikut Yesus harus meninggalkan segala milik yang berharga. Bukankah ini tampaknya tidak berhubungan.
  2. Tapi bisa jadi sangat berarti: mengikut Yesus adalah membangun Menara dan maju berperang, dan untuk itu seseorang harus mempersiapkan semuanya, termasuk mempersiapkan hatinya dengan melepaskan segala kelekatannya pada hak milik. Karena tanpa persiapan hati itu, jika kelekatan itu masih sedemikian kuat, maka orang tersebut tidak lebih dari garam yang kehilangan asinnya, tidak berguna.
  3. Pernyataan yang sedemikian tajam dan memilukan bagi rasa kepemilikan… bahkan terhadap keluarga. Dan atas janji iman itu tidak ada kepastian bahwa itu akan hadir, kapan dan bagaimana, hanya iman itulah yang menjadi buktinya.

 

Benang Merah Antar Bacaan:

  1. Simbol tetaplah simbol tanpa upaya menghidupi simbol itu. Kekristenan hanyalah kosong tanpa upaya menghadirkannya dalam kehidupan nyata. Dan untuk beriman Kristen yang sesungguhnya, tidak sekadar bergitu saja ya dan amin, iman tidak tumbuh di atas batu, iman butuh persiapan hati untuk menghadapi segala ketidakpastian.
  2. Persiapan hati adalah langkah awal untuk menjadi Kristen yang menjadi berkat. Bahkan bersiap hati untuk melepaskan segalanya demi sebuah janji kepastian iman.

 

RANCANGAN KHOTBAH:  Bahasa Indonesia

Pendahuluan

Apakah Anda yakin akan masuk sorga? Hal tersebut adalah pertanyaan klasik yang sering dikumandangkan tentang iman. Dan jawabannya biasanya adalah ya dan amin. Tapi bagaimana jika pertanyaannya sekarang diubah: Siapkah Anda meninggalkan semuanya (kalau saya katakan semuanya berarti semuanya) demi beriman kepada Kristus? Apakah jawabannya masih ya dan amin?

Kedua pertanyaan tadi sebenarnya sama saja. Bedanya adalah orientasinya, arahnya. Jika yang pertama berorientasi pada hasil, yang kedua berorientasi pada proses. Jadi bukan lagi apakah Anda siap menerima hasil iman Anda, tetapi apakah anda siap berproses iman. Jadi bukan semata-mata hasilnya, tapi juga proses perjuangannya. Bisa jadi banyak yang siap dengan hasilnya, tetapi tidak cukup siap dengan prosesnya. Namun, bukankah hasil itu akan didapatkan jika prosesnya dilalui?

Maka tidak heran pada hari ini begitu mudah seseorang meninggalkan Kristus ketika kesulitan hidup datang. Menikah sulit, tinggalkan Kristus. Pekerjaan sulit, tinggalkan Kristus. Melayani di gereja sulit, kok repot-repot.

 

Isi

Dunia hari ini butuh bukti, butuh kepastian. Tanpa kepastian, tanpa bukti nyata maka segalanya tidak ada gunanya. Misalnya saja banyak orang bilang cinta, tapi tidak nampak buktinya, mana cintanya? Katanya setia, tapi tidak kelihatan, mana setianya? Sadarkah kita bahwa dunia hari ini mengalami paranoia (ketakutan amat sangat) pada ketidakpastian?

Akhirnya ada sebuah gerakan bersama, untuk menjawab segala ketidakpastian. Menghadirkan bukti bahkan yang sekasar apa pun. Hal itulah yang banyak kita temukan dalam sinetron dan film hantu kita. Hantu itu benar-benar ada, makanya pocong, kuntilanak, suster ngesot, kakek cangkul, nenek gayung, dan teman-temannya dihadirkan dengan sedemikian rancak. Orang yang tidak punya apa-apa lalu tiba-tiba menjadi kaya ketika menikah; tiba-tiba menerima warisan yang tidak habis dimakan tujuh puluh turunan;  tukang becak, tukang ojek, tukang cukur berpacaran dengan pengusaha; tukang bubur, tukang bajaj tiba-tiba menerima rejeki nomplok bisa jalan-jalan ke luar negeri. Lihat infotainment kita, urusan pacaran seorang selebritis dikupas sedalam-dalamnya dan setajam-tajamnya, bahkan ketika bukti itu tidak kuat, dihadir-hadirkan sendiri dengan kesimpulan yang seenaknya. Demikian pula dalam lingkungan politik, ekonomi, sosial. Dasar dari perkawanan dalam politik, ekonomi, dan sosial bukan lagi persaudaraan sejati, tetapi aku untung apa. (Jika berat tidak usah dibawakan dalam khotbah: Paranoia ketidakpastian membuat kita menjadi begitu pragmatis dan transaksional.)

Padahal iman itu berhadapan dengan ketidakpastian. Misalnya saja, siapa yang benar-benar bisa menjamin bahwa Anda akan masuk sorga? Anda yakin ikut Yesus akan bahagia? Anda yakin menjadi orang Kristen akan damai sejahtera? Di mana buktinya? Yang kita miliki hanyalah janji. Padahal hari ini, janji itu tidak laku lagi, yang laku adalah bukti. Janji-janji tok! Maka jarang sekali kita mendengar di banyak khotbah hari ini: Kerajaan Allah sudah dekat. Karena orang akan bertanya mana buktinya?

Jika ada satu-satunya hal yang dipegang orang Israel dari Tuhan, jika ada yang dipegang Filemon dari Paulus, dan dari perikop kita tentang pernyataan Yesus, bukankah semuanya melulu janji? Mana buktinya kalau baik dapat berkat, mana buktinya kalau salah dapat laknat, hari ini koruptor juga banyak yang hidupnya senang. Hari ini selebritis yang hidupnya acakadut juga tetap keren dan memesona. Mana buktinya kalau Onesimus akan baik atau kalau ada apa-apa Paulus akan menanggung? Wong dia saja dipenjara kok. Mana buktinya kalau ikut Yesus masalah selesai?

Namun bersama dengan itu sadarkah kita hubungan apa pun dibangun dengan perjanjian: Janji Perkawinan, Janji Pendeta, Janji Penatua dan Diaken, Janji pada waktu pembaptisan, Kontrak dagang. Sebenarnya dalam hubungan apa pun yang kita miliki hanyalah janji. Dan apakah janji itu selain ketidakpastian. Namun dalam janji itu ada pengenalan, kita tidak mungkin menikah dengan kucing dalam karung, kita tidak mungkin menjadi pendeta jika itu bukan kita anggap sebagai panggilan. Tidak mungkin menjadi orang Kristen jika tidak disentuh oleh Tuhan. Janji adalah simbol dari pengenalan itu. Terkhusus dalam konteks hubungan, dan di dalamnya termasuk janji iman. Dalam iman ada janji namun sekaligus ada bukti. Buktinya bukan nanti, tapi sudah. Siapa di antara kita yang tidak merasakan penyertaan Tuhan? Siapa di antara kita yang merasa tidak diberkati? Ketika kita beriman, kita sudah menerima buktinya.

Maka pantas saja jika dalam Ibrani dikatakan “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”  Ketika kita beriman sebenarnya kita sudah hidup dan sekaligus menjadi bukti hidup dari iman itu.

 

Penutup

Maka beriman bukan lagi demi mendapatkan sorga. Karena dengan beriman kita sudah di sorga. Di mana sorga kita? Di dalam iman itu. Kalau sudah begini, tidak perlu lagi takut kehilangan apa pun. Kalau sudah begini, walaupun harus merelakan semuanya hilang yang ada adalah, “Ya Tuhan, ini milikmu, sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu itu.” Bukan setelah beriman kita perlu berjuang untuk diyakinkan, namun justru sebelum beriman kita perlu mempersiapkan segalanya, terutama persiapan hati kita. Persiapan hati untuk menjadi percaya.

Benar! Bisa jadi ada orang Kristen tapi belum percaya. Apakah Anda sudah percaya dan siap jika Tuhan harus mengambil sesuatu dalam kepercayaan Anda itu? Bahkan pekerjaan, bahkan keluarga, bahkan waktu istirahat, bahkan kesempatan menjadi bintang, bahkan segalanya. Jika jawaban Anda, “Ya Tuhan, ambillah apa yang kau inginkan dariku,” teruslah hidupi iman Anda. Namun jika belum, jika masih butuh bukti, persiapkan hati, Tuhan menjumpai Anda sepanjang waktu. Bersiaplah untuk beriman. Amin. [Gide]

 

Nyanyian: KJ 282: 1, 2, 6.

RANCANGAN KHOTBAH: Basa Jawi

Pambuka

Punapa panjenengan pitados badhe lumebet ing Swarga? Punika pitaken umum bab iman. Wangsulan ingkang kaparingaken biasanipun, “Inggih kula pitados.” Nanging kados pundi menawi pitakenanipun dipun gantos, “Punapa panjenengan sagah nilar sadayanipun kangge mujudaken iman dhumateng Kristus? Punapa wangsulanipun panggah, “Inggih kula purun”?

Kalih pitakenan kala wau sejatosipun sami, nanging eneripun ingkang benten. Ingkang wiwitan eneripun tumrap asil, dene ingkang kaping kalih gegayutan kaliyan proses utawi laku. Dados boten malih punapa panjenengan siaga nampi asil saking iman, nanging punapa panjenegan siaga nindakaken laku iman. Asil punika rak punapa ingkang kita tampi saking laku. Kathah ingkang lajeng boten siaga malih.

Boten gumun dinten-dinten punika kita asring ningali tiyang nilar Gusti Yesus awit saking eweting gesangipun. Badhe krama ewet karana Kristen, nilar Gusti. Padamelan ewet, nilar Gusti. Ndherek peladosan ing greja, halah… kok repot-repot, punapa kirang ayahanipun.

 

Isi

Dinten punika jagad kita jagad ingkang betah pepesthen. Pepesthen punika kedah nyata lan wonten buktinipun. Nglairaken tresna kedah wonten wujudipun, setya kedah wonten rupinipun, punapa kemawon betah bukti. Punapa kita sadhar bilih jagad kita samangke ngalami paranoia utawi ajrih sanget dhumateng boten wontenipun pepesthen. Menawi boten pasthi, kita betah jaminan.

Kamangka iman punika prekawis ketidakpastian. Cobi punapa jaminanipun panjenengan estu mbenjang lumebet ing Kraton Swarga? Punapa yakin ndherek Gusti Yesus badhe tansah bingah? Punapa saiyeg bilih dados tiyang Kristen tamtu gesangipun badhe tentrem rahayu? Pundi wujudipun? Pundi buktinipun? Ingkang wonten namung prajanji. Pramila samangke radi awis tiyang khotbah Kratoning Allah sampun celak, awit tiyang badhe nyuwun pirsa, “Ngendi buktine?”

Lah, menawi manut waosan kita kala wau punapa ingkang dipun cepeng dening bangsa Israel saking Gusti, dipun gondheli Filemon saking Rasul Paulus, ugi saking punapa ingkang dipun ngandikakaken dening Gusti Yesus? ‘Rak nggih namung prajanji kemawon. Pundi buktinipin tiyang sae badhe kaberkahan, samangke kathah koruptur utawi artis ingkah gesangipun sakarepe udele nggih panggah sugih, mentereng, lan luber. Saking pundi Filemon saged pikantuk jaminan bilih menawi Onesimus nindakaken lepat lan ngantos nggadhahi utang piutang Rasul Paulus ingkang badhe nanggel, wong Rasul Paulus piyambak kinunjara. Pundi bukti bilih ndherek Gusti lajeng sedaya bot repoting gesang badhe ical.

Nanging sareng kaliyan punika punaka kita ugi sadhar bilih sedaya sesambetan sejatosipun kawangun ing prajanji. Kitab kita kitab Prajanjian Lami saha Enggal, wonten Janji Manten, Janji Pendhita, Janji pinisepuhing pasamuwan, Janji nalika Baptis, Sidhi, dagang mawon ugi ngagem Kontrak. Sejatosipun sesambetan punapa kemawon kawangun ing janji, kamangka janji punika ‘rak ketidakpastian? Awit ing janji sejatosipun wonten pitepangan raket. Cobi punapa panjenengan badhe gegriya semah-semah kaliyan tiyang ingkang boten panjenengan tepangi kanthi sae? Tamtu boten. Kita ngucap janji manten awit kita sampun tepang, sampun sumerep tiyang punika. Boten badhe panjenengan nglairaken Janji Baptis menawi panjenengan boten pitados dhumateng Gusti. Boten badhe tiyang dados Kristen menawi gesangipun boten dijamah dening Gusti.

Dados, sejatosipun ing babagan sesambetan, sedaya janji punika boten kawangun saking lebu, nanging awit sampun tepang. Sampun tepang punika tegesipun sampun ngrumaosi, mangertosi, mirsani buktinipun. Kita wantun janji nalika sidhi awit kita sampun tepang lan ngraosakan kados pundi Gusti tansah nganthi gesang kita. Gusti ugi paring prajanji dhumateng kita awit Gusti tepang lan nresnani kita. Cobi panjenengan sami raosaken, panjenengan ingkang nampi janjinipun Gusti, punapa boten rumaos gesangipun kakanthi dening Gusti, boten rumaos dipun berkahi. Kita nggadhahi iman, boten supados ningali bukti, nanging awit sampun ngraosaken buktinipun. Nalika kita nggadhahi iman, iman punika sejatosipun sampun gesang lan ugi sampun dados bukti gesang saking iman punika.

 

Panutup

Awit saking punika, sejatosipun kita beriman sanes supados nampi Swarga, nanging srana nggadhahi iman kita sampun wonten ing Swarga. Lah pundi Swarganipun? Nggih wonten ing iman kala wau. Lah menawi sampun mekaten, kita boten badhe ajrih kecalan punapa kemawon kangge iman punika. Punapa punika padamelan, brayat, wekdal ngaso, kesempatan dados bintang, punapa kemawon. Awit sedayanipun kagunganipun Gusti. Dados menawi Gusti mbetahaken kangge sedaya prakaryanipun, kita namung badhe matur, “Inggih Gusti, mangga!”

Lajeng punapa wonten tiyang Kristen ingkang dereng pitados? Saged kemawon menawi Kristenipun namung KTP. Cobi panjenengan raosaken, punapa Kristen panjengan sampun sejatos punapa namung KTP. Menawi sampun sejatos mangga dipun lajengaken, menawi dereng, mangga nyawisaken manah, Gusti manggihi panjenengan ing saben wekdal, sampun dipun tampik. Mangga nyawisaken dhiri kajamah dening iman. Amin. [Gide]

 

Pamuji: KPK 196: 1-3.

Renungan Harian

Renungan Harian Anak