Minggu Tritunggal | Pekan UEM
Stola Putih
Bacaan 1: Kejadian 1 : 1 – 2 : 4a
Bacaan 2: 2 Korintus 13 : 11 – 13
Bacaan 3: Matius 28 : 16 – 20
Tema Liturgis: GKJW Menjadi Saksi Dan Pelayan Kristus Di Tengah Perubahan
Tema Khotbah: Amanat Agung: Menerima Semua Sebagai Sesama
Penjelasan Teks Bacaan:
(Tidak perlu dibaca di mimbar, cukup dibaca saat mempersiapkan khotbah)
Kejadian 1 : 1 – 2 : 4a
Kitab Kejadian 1:1-2:4a dimulai dengan kisah penciptaan yang tersusun secara rapi dan teratur. Keteraturan itu nampak dari penggunaan kata yang sama dan diulang-ulang, seperti irama. (… berfirmanlah Allah … Jadilah … Maka terjadilah … Dan Allah melihat bahwa itu baik … Jadilah petang … jadilah pagi …). Selanjutnya pada teks ini, Sosok Allah ditampilkan sebagai sosok yang penuh kuasa. Allah menciptakan dunia hanya dengan kekuatan Sabda-Nya. Gambaran yang demikian menurut teori sumber berasal dari sumber para imam (P). Sebagai gambaran sederhana kitab Kejadian disusun oleh tiga sumber, yaitu sumber Yahwis (Y), sumber Elohis (E), dan Sumber Imam (P). Sumber (P) memiliki ciri bahwa Allah ditekankan sebagai sosok yang kuasa (transenden) dan gaya penulisan yang disuguhkan adalah tulisan berulang-ulang seperti irama. (bdk. Kej. 2:4b-25).
Secara sederhana perikop ini merupakan buah tulisan refleksi teologis penulis atas penghayatannya di tengah dunia. Yang menarik, Allah yang penuh kuasa, tidak sepenuhnya menguasai atau mencari “kepentingan diri”, namun Dia ‘membagi’ kuasa itu untuk manusia yang merupakan puncak ciptaan untuk diberikan posisi sebagai wakil-Nya. Manusia diberikan “kuasa” untuk menatakelolai bumi agar semua menjadi baik adanya.
2 Korintus 13 : 11 – 13
Korintus merupakan daerah yang strategis karena memiliki daya tarik dalam hal ekonomi. Kondisi strategis ini menjadikan Korintus memiliki keragaman dalam masyarakat (heterogen). Paulus melihat kondisi heterogen ini berpotensi memudarkan kepercayaan jemaat Korintus kepada Allah. Oleh karena itu, Paulus menuliskan banyak pesan kepada mereka, seperti pengampunan, pelayanan, kepedulian berbagi (diakonia), kesadaran akan panggilan orang percaya. Pesan-pesan itu diberikan Paulus dengan tujuan agar jemaat Korintus benar-benar memiliki ketahanan untuk memegang dan menghayati iman mereka di tengah ancaman perpecahan dan sosial budaya keyakinan yang beragam.
2 Korintus 13:11-13 adalah bagian penutup dari seluruh tulisan Paulus kepada Jemaat di Korintus. Dalam surat ini Paulus memberikan rangkuman pengajarannya, yang diharapkan Korintus memiliki ‘warna’ yang mewarnai dalam kehidupan persekutuan jemaat maupun konteks masyarakat. Harapan Paulus adalah Jemaat Korintus (orang Kristen Korintus) menjadi pribadi-pribadi yang benar merawat persekutuan di tengah ancaman perpecahan yang dapat terjadi di antara mereka. Paulus menekankan agar mereka senantiasa sehati-sepikir dalam hidup bersama, agar tercipta damai sejahtera. Pada akhirnya pesan ini ditutup dengan gambaran persekutuan yang erat antara sesama orang kudus dan kerekatan dengan Allah, Tuhan Yesus dan Roh Kudus yang dalam keesaannya memiliki peran masing-masing, hadir bersama dalam kehidupan.
Matius 28 : 16 – 20
Pertama, Matius 28:16-20 sering disebut orang sebagai “Amanat Agung”. Kita perlu berhati-hati dengan penyebutan ini! Jika kita tidak bijak mencermati bagian ini, besar kemungkinan kita terseret pada ranah radikalis-eksklusif. Hal ini dikarenakan Yesus mengutus para murid untuk pergi, menjadikanlah semua bangsa sebagai murid Kristus dan membaptis mereka, yang secara sederhana banyak diartikan semua orang menjadi Kristen (Kristenisasi). Kedua, pertanyaan besar muncul ketika teks ini diidentikkan dengan ‘Amanat Agung’, apakah benar hal yang demikian ini yang disematkan sebagai amanat agung? Lantas bagaimana dengan petunjuk pengajaran Yesus tentang Hukum Kasih? Bukankah bagian pengajaran itu yang seharusnya menjadi identitas utama kepunyaan Yesus?
Berpijak dari dua hal ini, perlu adanya pendalaman untuk melihat teks Matius 28:16-20 ini secara lebih seksama, ditambah lagi teks ini hanya ada di Injil Matius, tidak ada di Injil yang lain. Semakin jelas bahwa Injil Matius memiliki maksud tertentu dibalik penulisan teks ini. Injil Matius adalah Injil yang ditujukan pada orang-orang Kristen yang berlatar-belakang Yahudi (bdk. Injil ini sangat kental dengan budaya dan tradisi Yahudi). Tujuan penulisan Injil ini tentunya sebagai sarana penguatan kepada orang-orang Kristen dengan latar belakang Yahudi untuk tetap kuat memelihara iman mereka di tengah kondisi himpitan romawi maupun orang-orang Yahudi yang lain.
Latar belakang ini nampaknya yang memberikan pengaruh kuat atas tulisan ini, sehingga tekanan, himpitan, bahkan penindasan (psikis atau fisik) yang dialami oleh orang-orang Kristen Yahudi tidak lantas direspon dengan hal serupa, namun lebih kepada respon bijak dengan semakin memperkenalkan Yesus yang sebagai sosok yang penuh cinta untuk segala umat dan ciptaan, sehingga semua makhluk, umat, dan ciptaan benar-benar menghayati bahasa kasih Yesus, yang pada akhirnya mereka disebut sebagai murid.
Benang Merah Tiga Bacaan:
Amanat Agung menjadi lebih bijak jika dimaknai tidak sekedar mempertobatkan yang lain menjadi bagian murid yang secara sampul, namun akan semakin bermakna jika dihayati sebagai bentuk: (1) Kesediaan meneladani Allah yang di dalam kemahakuasaan-Nya, rela untuk berbagi kuasa dengan manusia yang adalah ciptaan-Nya. (2) Kesediaan meneladani Yesus Kristus yang penuh kesahajaan. (3) Kesediaan menjadi milik Kristus, menerima dan memperlakukan orang lain sebagai sesama murid Kristus dengan berlandaskan teladan bahasa kasih.
Rancangan Khotbah: Bahasa Indonesia
(Ini hanyalah sebuah rancangan khotbah, silakan dikembangkan sesuai dengan konteks jemaat masing-masing)
Pendahuluan
“Menurut bapak, Apakah yang dimaksudkan Amanat Agung itu?” tanya seorang anak kepada bapaknya sebagai seorang aktivis gereja. “Amanat Agung jelas seperti yang tertulis di dalam Matius 28:16-20 itu nak, kita diutus untuk menjadikan dan membuat segala bangsa sebagai murid Tuhan Yesus dengan cara membaptis mereka”, jawab bapak tegas kepada anaknya. “Mmhh…begitu ya pak…“. “Mengapa kamu seakan tidak puas mendengarnya, bukankah jawaban dari bapak tadi jelas bahwa kita harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan mereka murid Tuhan Yesus?” tanya sang bapak. “Jadi begini pak, pertama ada perasaan bahwa jika kita bersikap demikian, kita seperti orang yang paling benar dan kita tergoda untuk menganggap yang lain itu salah, sehingga tidak jarang muncul kesombongan diri bahkan penghakiman. Kedua perihal baptis nampaknya bukan sekedar tanda tanpa makna, melainkan proses keteladanan hidup yang pada akhirnya membawa manusia sampai pada tahap kesadaran. Ketiga, bukankah Amanat Agung lebih bijak jika dipahami sebagai pesan pengajaran utama Yesus yang tertuang pada hukum kasih, karena jika dilihat, disanalah keutamaan hidup yang diajarkan Tuhan Yesus, agar kita mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri kita sendiri.”
Sang bapak terdiam mendengar jawaban dari sang anak, tertunduk lesu karena selama ini pikiran yang muncul dalam dirinya adalah pikiran kesombongan, karena merasa mengenal Tuhan Yesus dan pada akhirnya membawa kehidupannya pada penghakiman atas yang lain. Dia juga jatuh pada hal yang tampak saja, tidak sampai pada tahapan makna atas hal yang tampak itu. Sambil memeluk anaknya di berkata, “Semoga Tuhan memberkatimu untuk menjadi seorang pelayan yang terus meneladan Tuhan Yesus.”
Isi
Berangkat dari percakapan tentang Amanat Agung mengajak kepada kita agar perkataan Yesus tersebut tidak perlu tergesa-gesa untuk dipahami sebagai perintah untuk ‘mempertobatkan’ semua bangsa menjadi murid Yesus. Ketika melihat teks-konteks penulisan Matius (lih. Ulasan teks Matius 28:16-20), nampaknya akan lebih mudah perkataan ini diartikan secara sederhana, “Ketika engkau berjumpa dengan siapapun dan di manapun, perlakukanlah mereka seperti muridKu.” Sehingga tekanan utama bukan pada membuat semua orang menjadi murid Yesus, melainkan lebih pada menerima dan memperlakukan semua orang sebagai sesama murid Yesus. Harapan besarnya adalah proses perjumpaan murid bersama dengan Yesus secara pribadi dapat benar-benar dirasakan bagi siapa saja, baik yang pernah berjumpa dengan Dia atau tidak, yang pernah mendengar tentang Dia atau belum.
Pertanyaan pertama, “Apakah pemahaman yang demikian tidak bertolak-belakang/berlawanan dengan Amanat Agung yang selama ini diartikan dengan menjadikan semua sebagai ‘murid’?” Dengan tegas dijawab sama sekali tidak! Pemahaman ini justru menunjukkan betapa luhurnya pengutusan para murid, dimana Yesus memberikan teladan hidup, yaitu terus memanusiakan manusia dalam bahasa kasih. Pertanyaan kedua, “Bagaimanakah dengan panggilan untuk membaptis?” Baptis tidak selalu dimaknai secara dangkal dengan cara sakramen baptis. Baptis dapat dimaknai sebagai baptisan dengan terus menunjukkan jalan kasih, kebenaran, keadilan, dan menerima sesama sebagai bentuk keteladanan hidup, sehingga setiap orang mampu mengalami perjumpaan bersama dengan Yesus.
Berpijak dari hal di atas, mari sejenak kita mendalami Injil Matius. Secara sederhana, Injil ini sepintas menggambarkan Yesus itu identik dengan Musa, yang sama-sama membawa pesan dari Allah secara langsung. Namun jika kita jeli melihat kembali Injil ini, maka kita dapat menemukan bagian-bagian menarik yang semakin menguatkan kita bahwa kehadiran Yesus di dunia untuk menerima dan memperlakukan semua sebagai sesama.
- Saat Yesus mengajar di bukit, Dia dapat didekati oleh banyak orang. Dia bukan dari puncak gunung yang nampaknya sulit dijangkau.
- Suasana pengajaran yang dibangun Yesus adalah suasana yang melegakan. Para pendengar-Nya bisa secara langsung memandang Dia dengan seksama, bukan suasana yang mencekam/menyilaukan untuk dipandang.
- Pesan pengajaran-Nya tidak hanya berfokus pada orang-orang tertentu yang terpisah dari masyarakat, melainkan pesan pengajaran-Nya ini disampaikan bagi siapapun yang berkenan menerimanya.
- Pesan pengajaran yang disampaikan bukan seperangkat aturan/hukum yang mengekang dan membuat beban, melainkan ajaran tentang kehidupan, kebijaksanaan, kesahajaan, karena disanalah Kerajaan Allah dirasakan.
- Pada akhirnya para murid diutus untuk mewartakan ajaran dan pesan Yesus itu agar semakin dikenal oleh siapapun, meskipun mereka sendiri harus mengalami berbagai macam penolakan dan penindasan.
Pengajaran ini semakin nampak jelas pada: (1) Kejadian 1:1-2:4a, dimana Tuhan Allah memberikan pengajaran: Dia menerima dan memberikan kuasa kepada manusia sebagai rekan-Nya untuk melestarikan ciptaan-Nya, agar hidup dan bertumbuh bersama. (2) 2 Korintus 13:11-13, Paulus menekankan agar Jemaat Korintus mampu memberikan ‘warna’ tentang pengampunan, pelayanan, kepedulian berbagi, serta kesadaran akan identitas dan panggilan milik Kristus.
Penutup
Di dalam penghayatan memasuki Minggu Tritunggal ini, semoga kita semua sebagai umat milik Tuhan tidak kehilangan identitas utama kita, untuk menyatakan keteladanan hidup yang berakar kepada-Nya. Dan semoga kita dimampukan untuk terus menerima sesama kita, seperti Tuhan Allah Sang Empunya Cinta menerima kita sebagai umat-Nya. Bunda Teresa pernah berkata, “Sebarkan cinta ke mana pun kamu pergi. Jangan biarkan seorang pun datang kepadamu tanpa pergi dengan lebih bahagia”. Selamat menghayati Amanat Agung dengan lebih bijaksana. Amin. [gus].
Pujian: KJ. 246 : 1, 2 Ya Allah Yang Maha Tinggi
—
Rancangan Khotbah: Basa Jawi
(Punika namung rancangan khotbah, saged dipun kembangaken miturut konteks pasamuwan piyambak)
Pambuka
“Miturut bapak, punapa ingkang dipun wastani ‘Amanat Agung’ punika?” ature sang putra marang bapakipun ingkang dados aktivis pasamuwan. “Amanat Agung iku cetha le, kaya kang wus sinerat ing Injil Matius 28:16-20, bilih kita kautus ndadiake saben wong ing sakehing bangsa dadi muride Gusti Yesus kanthi cara baptis” wangsulane Bapak kanthi teges marang kang putra. “Mmhh… ngaten nggih bapak.” “Kena apa kok kaya-kaya kowe ora pati lega karo wangsulane bapak, wangsulane bapak mau cetha bilih kita kudu ngupadi kanthi sakuate dhiri ndadiake sakabehing manungsa dadi muride Gusti?” ature bapakipun. “Ngaten bapak, menawi kepareng kula matur: Kaping sepisan, tuwuh panggalih menawi kita mujudaken sikap ingkang makaten, kita karaos tiyang ingkang paling bener lan kita saged kapincut ngasoraken tiyang sanes satemah asring tuwuh raos sombong saha ngadili tiyang sanes. Kaping kalih, babagan baptis punika mboten namung winates tanda ingkang kelangan arti, ananging laku kanthi ajeg wujuding patuladhaning gesang ingkang ing ngarahaken manungsa tumuju ing bab kasadharan. Kaping tiga, langkung wicaksana menawi ‘Amanat Agung’ punika karaosaken minangka piwucal utami saking Gusti Yesus supados kita tresna dhumateng Gusti Allah kanthi gumolonging ati, lan tresna marang sesami dikaya nresnani badan kita piyambak.”
Sang bapak mboten saged ngucap punapa-punapa nalika midhangetaken wangsulan kang putra. Piyambakipun angraosaken tanpa daya awit ing sauruting lampah, penggalih ingkang tuwuh nggih punika penggalih ingkang rumaos sampun wanuh kaliyan Gusti Yesus, ingkang pungkasanipun ngadili tumrap liyan. Piyambakipun rumaos dhawah ing babagan ingkang kapirsanan lan mboten dumugi ing babagan makna saking bab ingkang kapirsanan kalawau. Sang bapak lajeng ngrangkul kang putra, paring dhawuh, “Mugi Gusti mberkahi kowe dadi abdine Gusti Yesus kang tansah nuladha sedaya piwucale ya le.”
Isi
Lumantar wicantenanipun bapak lan anak babagan ‘Amanat Agung’ ngatag kita sami supados Dhawuhipun Gusti Yesus mboten dipun tampeni kanthi cekak lan kemrungsung minangka pepakon supados kita sami ‘mratobatake’ sedaya bangsa dados sakabatipun Gusti. Nalika mirsani waosan ugi kahanan seratan Injil Matius (mirsani tafsiran Injil Matius 28:16-20), mbok bilih langkung prayogi menawi dhawuh punika dipun raosaken kanthi cekak-aos bilih, “nalika kepanggih kaliyan sintena kemawon lan ing pundia kemawon estu ngrengkuh sedayanipun kados dene sakabatipun Gusti.” Babagan ingkang wigati mboten ndadosaken sedaya dados sakabatipun Gusti Yesus, ananging ing babagan nampi saha ngrengkuh sedayanipun minangka sakabatipun Gusti. Wonten pangajeng-ajeng adi bilih laku gesang para sakabat sesarengan kaliyan Gusti Yesus saged karaosaken sintena kemawon, sae ingkang sampun ngalami utawi ingkang dereng, ingkang sampun mireng bab Gusti Yesus utawi ingkang dereng.
Pitakenan ingkang kaping satunggal, punapa pamanggih ingkang mekaten punika mboten nerak utawi dados bab kosok wangsulipun Amanat Agung ingkang sampun asring dipun wastani ndadosaken sedaya dados ‘murid?” Kanthi teges kawangsulan pisan-pisan mboten! Pemanggih punika malah nedahaken bilih timbalan pangutusan tumrap para sakabat punika babagan ingkang luhur. Bab punika karana Gusti Yesus maringi wigatining tuladha, nggih punika saged ‘ngwongne’ manungsa kanthi katresnan. Pitakenan ingkang kaping kalih, kados pundi kaliyan timbalan baptisan? Baptis mboten namung kawastanan kanthi cekak kaliyan tata cara sakramen baptis, ananging baptis saged kawastanan minangka baptisan donya ingkang kanthi ajeg nedahaken margining katresnan, kamursidan, nampi saha ngrengkuh sesami minangka patuladhaning gesang. Satemah saben tiyang saged ngalami pepanggihan sesarengan kaliyan Gusti Yesus.
Lumantar babagan punika, langkung prayogi sesarengan mirsani kanthi ngemati ing Injil Matius. Injil punika paring gegambaran bilih lampah pakaryaning Gusti Yesus punika memper kaliyan Musa ingkang ngasta pangatag saking Gusti Allah, ananging menawi mirsani Injil punika kanthi teliti, badhe manggihi bab-bab ingkang wigati ingkang tansaya ngiyataken bilih rawuhipun Gusti Yesus estu kagem ngrengkuh sedaya manungsa minangka sesami.
- Gusti Yesus paring piwucal ing papan ingkang saged dipun panggihi (bukit) dening tiyang kathah, mboten ing papan ingkang tebih (puncak gunung) ingkang ndadosaken awrat dipun panggihi.
- Kahanan anggen Gusti mujudaken piwucal nggih punika kahanan ingkang nengsemaken. Para tiyang saged midhangetaken ugi saged mirsani kanthi cetha, mboten kahanan ingkang nggegirisi anggen mirsani.
- Pangatag punika mboten namung mligi kagem para tiyang tartamtu kang tebih saking masyarakat, ananging pangatag punika kababaraken kagem sintena kemawon ingkang sumadya nampeni.
- Pangatag ingkang kababar mboten awujud piranti angger-angger ingkang njiret lan ndadosaken momotan, ananging piwucal pangatag babagan wicaksananing gesang, awit ing bab punika Kratoning Allah saged karaosaken.
- Lan ing pungkasan para sakabat dipun utus supados piwucal saha pangatag punika tansaya dipun raosaken dening sintena kemawon, sanadyan para sakabat ngalami maneka warnining momotan lan panindhesan gesang.
Piwucal punika tan saya cetha menawi mirsani lan ngraosaken: (1) Purwaning Dumadi 1:1-2:4a, ing pundi Gusti Allah mujudaken piwucal bilih Panjenenganipun kersa nampi lan ugi maringi daya kuasa tumrap manungsa minangka rowang mitranipun supados tansah nglestantunaken punapa kang dados titahipun Gusti temah saged sesarengan tuwuh ngrembaka. (2) 2 Korintus 13:11-13, Paulus ugi paring piwucal supados pasamuwan Korintus saged mujudaken warna babagan pangapura, peladosan, paweweh, ugi sadaring diri ngenani babagan jatining diri lan ugi timbalan minangka kagunganipun Gusti.
Panutup
Anggen sesarengan lumebet ing Minggu Tri Tunggal, estu sedaya umat kagunganipun Gusti Yesus kasagedaken mboten kelangan jatining diri ingkang utami saperlu mujudaken patuladhaning gesang ingkang ngoyot ing dalem Sang Kristus, estu ugi kasagedaken saged nampi saha ngrengkuh sesami kadosdene Sang Etuking Katresnan ingkang kersa nampi umat kagunganipun. Bunda Teresa ugi paring dhawuh, “Babarna katresnan ing endi wae kowe lumampah. Aja nganti ana siji wae manungsa ingkang ngalami pepanggihan marang kowe lan lunga ora ngalami bungah kang linuwih”. Sugeng ngraosaken Amanat Agung kanthi langkung wicaksana. Amin. [gus].
Pamuji: KPJ. 445 : 1, 2 Mugi Gusti Karsa Angutus